Kamis, 12 Desember 2013

Tantangan Pend Islam; Studi SPN No.20 Thn 2003

"+"

TANTANGAN
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MASA KEKINIAN
(Studi UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional)




A.    Pendahuluan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara1.
Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang membawa pada pencapaian tujuan tertentu, yang dinilai dan dinyakini sebagai yang paling ideal2, adapun tujuan tersebut yang hendak di capai melalui proses dari sistem pendidikan ini adalah untuk berkembangnya potensi, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab3.
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia maupun dalam studi kependidikan, sebutan pendidikan Islam semuanya dipahami hanya sebatas “ciri khas” jenis pendidikan yang berlatar keagamaan4.
Secara termenologi menurut ahli sejarah mengajukan rumusan konsep pendidikan Islam, diantaranya disebutkan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pendidikan mereka terhadap segala jenis pengetahuan mereka yang hal itu sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sadar akan nilai etis Islam5.
Pada saat ini pendidikan nasional termasuk pendidikan Islam masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol diantaranya pertama masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan, kedua masih rendahnya kualitas pendidikan, ketiga masih lemahnya manajemen pendidikan. Disamping permasalahan tersebut juga dunia pendidikan Indonesia menghadapi tiga tantangan besar, pertama akibat krisis ekonomi, kedua tantangan era globalisasi, ketiga  diberlakukannya otonomi daerah6.
Permasalahan dan tantangan tersebut semakin jelas jika dilihat dari sudut pandang UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya bab 4 pasal 5 yang terdiri dari lima ayat yang antara lain menyatakan bahwa setiap warga negara dimana pun berada dan apa pun kondisinya mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan7.
Pada masalah ini penulis akan menguraikan masalah dan tantangan pendidikan Islam di Indonesia masa kontemporer ditinjau dari UU No. 20 tahun 2003.

B.     Telaah Pustaka

Dari beberapa uraian tersebut diatas pendidikan Islam dihadapkan pada beberapa tantangan dan permasalahan yang cukup signifikan apalagi jika kita melihat fenomena yang berkembang di masyarakat dewasa ini, dan berbagai aspek kelihatannya sangat kontras dengan idealisme atau cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional saat ini8.
Menurut Darmaningtyas bahwa Pro kontra terus bergulir silih berganti menjelang disahkannya Undang-undang tersebut, hal ini mengindikasikan masyarakat sangat antusias dan sangat peduli dengan perkembangan pendidikan di tanah air. Pro kontra menjadi wacana, namun setelah disahkannya Undang-undang tersebut paling tidak bisa menjadi rujukan bersama tentang arah pendidikan di Indonesia9.
Meskipun demikian, Menurut Hujair AH. Sanaky ketika Rancangan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tersebut telah disahkan menjadi ketetapan hukum sebagai Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional untuk mengantikan Undang-undang Nomor 2 tahun 1989, dalam prosesnya pun masih mengalami berbagai permasalahan dan tantangan, terkait dengan hal tersebut salah satunya adalah pendidikan Islam yang didalamnya tidak lepas dari Sistem Pendidikan Nasional. Dari berbagai fenomena tentang pendidikan Islam masalah manajeman, kualitas, sumber daya, tujuan, dikotomik merupakan masalah mendasar10.
Namun demikian, Menurut Azyumardi Azra usaha pembaharuan dan peningkatan pendidikan Islam terus berjalan tetapi hal ini sering dilakukan sepotong-sepotong, tidak komperhensif serta sebagian besar sistem dan lembaga pendidikan Islam belum dikelola secara profesional11. selain itu juga Muslih berpendapat bahwa usaha pembaharuan pendidikan Islam secara mendasar selalu dihambat oleh berbagai masalah, mulai dari persoalan dana sampai pada tenaga ahli, sehingga dewasa ini pendidikan Islam terlihat orientasinya yang semakin kurang jelas12. Dengan kenyataan tersebut Azyumardi Azra menegaskan hendaknya sistem pendidikan Islam (khususnya sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional guna dapat mengantisipasi tantangan yang dimunculkan) senantiasa mengorientasikan diri untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat bangsa Indonesia sebagai konsekwensi logis dari perubahan13, karena pendidikan Islam Menurut Ishomuddin merupakan sistem pendidikan yang hendaknya mampu memadukan 3 aspek fitrah manusia, yakni pertama aspek ragawi (jismiyah), kedua aspek akal (aqliyah) dan ketiga aspek spiritual (ruhiyyah)14.

C.    Pembahasan

Terkait dalam suasana semangat reformasi ini, dan dengan disahkannya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional agar tujuan dan harapan atas pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional bisa berjalan dengan sukses maka pendidikan Islam hendaknya mampu mengaksentuasikan dirinya sebagai “penjaga gawang” yang handal dalam menghadang “serangan-serangan” musuh yang mebahayakan baik secara fisik maupun fisikis terutama bagi generasi penerus.
Untuk mengukur seberapa jauh permasalahan dan tantangan pendidikan Islam, terlebih dahulu perlu mengetahui apa yang menjadi tujuan pendidikan Islam itu sendiri, dan seberapa jauh sinkronisasi antara Undang-undang Sistem  Pendidikan Nasional dengan aplikasinya di lapangan. Bila dilihat pada Bab II pasal 3, agar diperoleh manusia-manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, tentunya peranan dan aktualisasi pendidikan Islam harus lebih reflektif dan progresif yang artinya bahwa pendidikan Islam hendaknya mampu memberikan corak yang Islami atas arus kebudayaan yang berkembang dan pendidikan Islam mampu memperbaharui serta mengembangkan kebudayaan agar dicapai kemajuan15, yang diharapkan mampu membawa perubahan yang lebih positif, baik bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, yang pada akhirnya mampu mengangkat harkat dan derajat bangsa Indonesia dimata dunia internasional.
Setelah ditemukan beberapa indikator permasalahan dan tantangan kemudian dicari pemecahannya. Untuk lebih jelasnya penulis mencoba mengurai benang merah dari beberapa aspek yang saling terkait satu sama lain.
1.      Tujuan pendidikan Islam
Pada hakekatnya pendidikan Islam berhubungan erat dengan agama Islam itu sendiri, lengkap dengan aqidah, syari’at dan sistem kehidupannya. Keduanya ibarat dua kendaraan yang berjalan diatas dua jalur yang seimbang baik dari segi tujuan maupun rambu-rambunya yang di syari’atkan bagi hamba Allah yang membekali diri dengan takwa, ilmu, hidayah serta akhlak untuk menempuh perjalanan hidup16.
Agama Islam menyeru manusia agar beriman dan bertakwa. Adapun pendidikan agama Islam berusaha menanamkan ketakwaan itu, serta mengembangkannya sejalan dengan pengembangan ilmu, karena agama Islam sangat menekankan pentingnya ilmu pengetahuan serta menyeru manusia agar banyak berfikir tentang kekuasaan Allah. Selain itu agama Islam juga menekankan amal saleh serta berakhlakkul karimah.
Dari paparan tersebut jelaslah bahwa tujuan pendidikan Islam sejalan dengan tujuan agama Islam, yakni berusaha mendidik individu Mukmin agar tunduk, bertakwa dan beribadah dengan baik kepada Allah, sehingga mendapatkan ridho-Nya dan memperoleh kebahagian dunia akhirat. Dari tujuan yang telah diuraikan di atas dapat digali tujuan-tujuan yang lebih khusus antara lain sebagai berikut:
a.       Mendidik individu yang saleh dengan memperhatikan segenap dimensi perkembangannya, yakni rokhaniah, emosional, sosial, intelektuan dan fisik.
b.      Mendidika angota kelompok sosial yang saleh, baik dalam keluarga maupun masyarakat Muslim.
c.       Mendidik manusia yang saleh bagi masyarakat insani yang besar17.
Jadi dengan demikian pendidikan Islam telah ikut andil dalam mewujudkan tujuan-tujuan khusus agama Islam yaitu menciptakan kebaikan umum bagi individu, keluarga, masyarakat dan seluruh umat manusia.
Dari uraian tersebut, mengandung pengertian bahwa dalam mendidik individu maupun kelompok, pendidikan Islam berupaya agar ia atau mereka mampu menjalin komunikasi yang seimbang antara komunikasi vertikal dengan sang khaliq dan komunikasi horisontal dengan sesama mahluk sehingga akan terwujud suatu kehidupan yang selaras dan seimbang antara kepentingan jasmani dan rokhani, antara kepentingan individu maupun kelompok serta seimbangnya ekosistem lingkungan hidup.
Jika diamati dalam kenyataannya sering dijumpai bahwa keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan yang menjadi tujuan pendidikan Islam sangat kontras dengan apa yang kadang-kadang terjadi dalam kehidupan dimasyarakat, mereka cenderung arogan berfikir kepentingan sesaat, terjadi konflik dan secara perlahan-lahan keseimbangan ekosistem lingkungan terjadi pergeseran. Jika ini tidak cepat diatasi pada akhirnya akan terjadi krisis akhlak yang dapat merusak tatanan kehidupan.
Kondisi tersebut kurang sejalan dengan Bab III pasal 4 ayat 1 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Disamping itu juga kurang sejalan dengan bab II pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiridan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab18.
2.      permasalahan dan tantangan pendidikan Islam
Pada uraian sebelumnya telah sedikit disinggung tentang permasalahan yang dihadapi pendidikan Islam di Indonesia dewasa ini, antara lain masih rendahnya pemerataan pendidikan, masih rendahnya kualitas pendidikan dan masih lemahnya manajemen pendidikan.
Ketimpangan pemerataan pendidikan sangat dirasakan terjadi antar wilayah geografis yaitu antara perkotaan dan pedesaan atau daerah terpencil, antara kawasan Indonesia Timur dan kawasan Indonesia Barat, antara tingkat pendapatan penduduk yang berpenghasilan tinggi  dan berpenghasilan rendah, terutama sekali diakibatkan oleh relatif masih mahalnya biaya pendidikan sementara kemampuan ekonomi penduduk sebagian besar masih memperhatinkan sehingga kemampuan mereka guna mengenyam pendidikan tidak sama dengan penduduk lainnya yang tingkat ekonominya relatif tinggi sebagai akibat masih mahalnya biaya pendidikan, bahkan antar jender pendidikan kita belum merata, ini lebih diakibatkan oleh kultur masyarakat yang sebagian mengutamakan laki-laki diberi kesempatan yang lebih luas dalam memperoleh pendidikan. Dengan demikian hak-hak warga negara untuk memperoleh pendidikan belum merata, kondisi ini berarti belum sejalan dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 5 dinyatakan bahwa pertama setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu; kedua warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus; ketiga warga negara didaerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan lanyanan khusus; keempat warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus; kelima setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Permasalahan pendidikan berikutnya adalah masih rendahnya kualitas pendidikan. Hal ini tercermin antara lain dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) yang dilakukan oleh organisasi International Educational Achievement (IEA) yang menunjukkan bahwa siswa Sekolah Dasar (SD) di Indonesia berada pada urutan ke 38 dari 39 negara peserta studi. Sementara untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) studi untuk kemampuan matematika siswa SLTP di Indonesia hanya berada pada urutan ke 39 dari 42 negara, dan untuk kemampuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hanya berada pada urutan ke 40 dari 42 negara peserta studi19. Hal ini belum sepenuhnya sejalan dengan fungsi tujuan pendidikan yang tertuang dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang menyakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Sebelum diterapkannya otonomi daerah manajemen pendidikan nasional secara keseluruhan masih bersifat sentralistis, termasuk pendidikan agama di lembaga pendidikan formal tak terkecuali pendidikan Islam sehingga kurang mendorong terjadinya demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Manajemen yang sentralistis tersebut telah menyebabkan kebijakan yang seragam yang tidak dapat mengakomodir keragaman, kepentingan daerah, sekolah dan peserta didik serta dapat “memasung” partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan, mendorong terjadinya pemborosan dan “kebocoran” alokasi anggaran pendidikan20.
Setelah diterapkannya otonomi daerah melalui Undang-undang nomor 22 dan 25 tahun 1999 serta PP nomor 25 tahun 2000 yang memberikan wewenang dan hak yang seluas-luasnya bagi pemerintah kabupaten/ kota untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pengembangan masyarakatnya dalam seluruh aspek kehidupan, kecuali Hankam, kebijakan ekonomi, hukum, agama dan politik luar negeri21. Dengan demikian secara kelembagaan pendidikan Islam perlu melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi dan manajeman sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Undang-undang No. 20 tahun 2003 pada bagian umum point 5 yang menyatakan bahwa memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini dilakukan karena pendidikan Islam telah menjadi bagian dari sistem pendidikan Nasional22.
Namun dalam aplikasinya, secara struktural pendidikan Islam tetap pada model gaya lama (sentralistik), ini terjadi karena pendidikan Islam selama ini berada di bawah “payung” Departemen Agama. Padahal untuk persoalan agama merupakan salah satu pengecualian dalam otonomi daerah23,  namun demikian prinsip pendidikan telah menjadi agenda dari proses desentralisasi yang dijelaskan dalam Undan-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 11 ayat 2 menegaskan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian perhubungan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja.
Oleh karena landasan juridis tersebut pendidikan Islam tetap sebagaimana seperti model gaya lama. Padahal bila dikaji persoalan pendidikan merupakan persoalan tentang kebutuhan manusia itu sendiri24, dengan demikian manusialah yang mengetahui dengan pasti tentang kebutuhan dari pendidikan yang diinginkan guna masa depannya. Apabila sistem pendidikan Islam tetap sentralistik maka eksistensi lembaga pendidikan Islam kurang berkembang dan kurang maksimal dalam proses kemandiriannya25, karena pendidikan Islam masih di “setir” oleh pusat.
Disamping pendidikan Islam menghadapi permasalahan seperti yang telah dipaparkan di atas juga menghadapi beberapa tantangan diantaranya sebagai akibat krisis ekonomi, menghadapi era globalisasi dan menghadapi berlakunya otonomi daerah.
Tantangan yang diakibatkan oleh krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan bidang pendidikan yang telah dicapai serta memberdayakan potensi masyarakat dalam menopang eksistensi pendidikan, disamping dukungan pemerintah perlu lebih ditingkatkan.
Untuk menghadapi era globalisasi pendidikan Islam dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang handal agar mampu bersaing dalam menghadapi era globalisasi. Tantangan global pada hakekatnya tantangan memerangi kebudayaan Islam yang kadang-kadang tampak dalam kedok politik, pendudukan Militer dan yang lebih dasyat lagi kelihatannya perlahan tapi pasti yaitu melalui perang kebudaayaan baik melalui interaksi sosial secara langsung maupun melalui media masa.
Pada era globalisasi ini makin nampak bahwa kebudayaan Islam berhadapan dengan kebudayaaan Barat. Tantangan ini apabila tidak direspon oleh para pemikir Muslim yang ikhlas dapat meningkat menjadi ancaman bagi kebudayaan Islam, mengingat kebudayaan Barat didukung dengan buku-buku, radio, bioskop, televisi, internet, dan surat kabar yang tersebar kenegeri Muslim26. pendidikan Islam memiliki tugas untuk melindungi generasi muda agar tidak diracuni oleh kebudayaan Barat, melalui usaha terpadu para pembela kebudayaan Islam dengan berbagai spesialisasinya, bahkan semua komponen umat Islam baik secara individu, kelompok, bangsa, negara dan pemerintah saling bahu membahu untuk menghadapi tantangan tersebut.
Adapun untuk mengantisipasi diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan Islam sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan Islam yang lebih demokratis memperhatikan keberagaman kebutuhan, keadaan daerah dan peserta didik serta mendorong partisipasi aktif masyarakat.

D.    Kesimpulan

Pada bagian ini penulis akan memberikan kesimpulan yang berdasarkan pada dari uraian tersebut di atas diantaranya adalah:
1.     saat ini bangsa Indonesia tengah dihadapkan pada permasalahan pendidikan yakni pertama masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan, kedua masih rendahnya kualitas pendidikan, ketiga masih lemahnya manajemen pendidikan. Disamping permasalahan tersebut bangsa Indonesia juga menghadapi tiga tantangan besar diantaranya, pertama akibat krisis ekonomi, kedua tantangan era globalisasi, ketiga  diberlakukannya otonomi daerah.
2.     Terkait dengan disahkannya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional agar tujuan dan harapan dari Sistem Pendidikan Nasional berjalan sukses maka pendidikan Islam hendaknya mampu mengaksentuasikan dirinya sebagai “penjaga gawang” yang handal dalam menghadang “serangan-serangan” musuh yang mebahayakan baik secara fisik maupun pisikis terutama bagi generasi penerus, hal tersebut pantas dilakukan karena pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang hendaknya mampu memadukan 3 aspek fitrah manusia, yakni pertama aspek ragawi (jismiyah), kedua aspek akal (aqliyah) dan ketiga aspek spiritual (ruhiyyah). Untuk itu peranan dan aktualisasi pendidikan Islam harus lebih reflektif dan progresif.
3.     Dengan diterapkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 20 tahun 2003 tentang SPN, di bidang pendidikan yang salah satunya bahwa prinsip pendidikan dilakukan dengan cara desentralisasi hendaknya dilakukan secara penuh dan menyeluruh baik jalur, jenis, jenjang pendidikan yang ada (termasuk juga didalamnya adalah pendidikan Islam yang masih menggunakan sistem sentralistik terutama jalur pendidikan Islam Negeri yang berada di bawah naungan Depag).













DAFTAR PUSTAKA



A. Malik Fadjar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam,  Jakarta: LP3NI, 1998.

Abdul Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.

Abdul Halim Soebahar, Rekontruksi Pendidikan Islam Wacana Menyongsong Otonomi Daerah, Jember: Jurnal Al ‘Adalah Vol. 3 Desember, 2000.

Abdul Halim Soebahar, Reorientasi Pendidikan Islam di Era Globalisasi,  Jember: Materi diskusi di STAIN Juni, 2000.

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melinium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional; Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta: Kompas 2002.

Darmaningtyas, et, al, Membongkar Ideologi Pendidikan; Jelajah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Resolusi Press, 2004.
Fuat anshori, Islam Kaffah Tantangan Sosial dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

H.A. R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan; Suatu Tinjauan dari Perspektif Studi Kultural, Magelang: Indonesia Tera, 2003.

Hery Noer Aly dan munzier S, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Frika Agung Insani, 2000.

Hujair AH Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Madani Indonesia,  Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003.

Ishomuddin, Spektrum Pendidikan Islam; Retropeksi Visi dan Aksi,  Malang: UMM Press, 1996.

Muslih Usa (ed), Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta,  Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991.

Poulo Freire, Politik Pendidikan; Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, Terj. Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiartanto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-undang RI No. 25 Tahun  2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun  2000 - 2004.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.




1 Baca Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang SPN, Bab I pasal 1 point 1, (Jakarta, BP Darma Bakti, 2003), hal 3.
2 A. Malik Fadjar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam,  (Jakarta: LP3NI, 1998), 30.
3 UU RI No. 20 Ibid, hal, 6.
4 A. Malik Fadjar, Ibid, hal. 3.
5 Baca Abdul Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), 12.
6 UU RI No. 25 Tahun  2000 Tentang Program Pembangunan Nasional tahun 2000-2004, (Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2001), 223-224.
7 UU No. 20 Tahun 2003 tentang SPN Bab 4, pasal  5,Ibid,  6.
8 Baca UU No. 20 Tahun 2003 tentang SPN BAB II Pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
9 Baca Darmaningtyas, et, al, Membongkar Ideologi Pendidikan; Jelajah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Resolusi Press, 2004). Dalam keseluruhan buku tersebut memuat tentang berbagai pendapat, gagasan, kritik, analisis, saran atas isi Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional sebelum disyahkan secara resmi.
10 Baca Hujair AH Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Madani Indonesia, ( Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003), 9.
11 Baca Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melinium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 57.
12 Muslih Usa (ed), Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta,  (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), 11.
13 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melinium Baru, Ibid, 57.
14 Ishomuddin, Spektrum Pendidikan Islam; Retropeksi Visi dan Aksi,  (Malang: UMM Press, 1996), 42.
15 Baca Abdul Halim Soebahar, Reorientasi Pendidikan Islam di Era Globalisasi,  (Jember: Materi diskusi di STAIN Juni, 2000), 15.
16 Hery Noer Aly dan munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Frika Agung Insani, 2000), 138
17 Hery Noer Aly dan munzier S, Watak Pendidikan Islam, Ibid, 143-144.
18 UU No. 20 Tahun 2003, Ibid, 6-7
19 UU No. 25 Tahun 2000, Ibid, 224.
20 Baca H.A. R. Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan; Suatu Tinjauan dari Perspektif Studi Kultural, (Magelang: Indonesia Tera, 2003), 278.
21 Abdul Halim Soebahar, Rekontruksi Pendidikan Islam Wacana Menyongsong Otonomi Daerah, (Jember: Jurnal Al ‘Adalah Vol. 3 Desember, 2000), 60.
22 Baca UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 2..
23 Baca UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Bab IV pasal 7 ayat 1.
24 Baca Poulo Freire, Politik Pendidikan; Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, Terj. Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiartanto, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), ix.
25 Baca Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional; Rekonstruksi dan Demokratisasi, (Jakarta: Kompas 2002), xv – xvii.
26 Hery Noer Aly dan Munzier .S, Ibid, 227, Bandingkan dengan Fuat anshori, Islam Kaffah Tantangan Sosial dan Aplikasinya di Indonesia, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 170.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar