Senin, 16 Desember 2013

Evaluasi Pelaksanaan Kuliah Manajemen Pend

"+"

Evaluasi Perkuliahan Manajemen Pendidikan
di Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang
(Studi Tahun Akademik 2005/2006)





A.    PENDAHULUAN

            Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1]  
               Kata “usaha sadar” dan “terencana” menunjukkan bahwa pendidikan harus dikelola dengan baik. Pendidikan akan terkelola dengan baik apabila menggunakan prinsip-prinsip manajemen pendidikan. Artinya, manajemen pendidikan yang baik akan melahirkan output pendidikan yang baik pula; sebaliknya, manajemen pendidikan yang buruk kemungkinan besar tidak akan mampu mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ini sekaligus mengindikasikan bahwa manajemen pendidikan merupakan salah satu unsur penting untuk mencapai tujuan pendidikan, baik nasional, institusional maupun instruksional.
           Menyadari hal itu, pimpinan pascasarjana IAIN Walisongo Semarang menjadikan “Manajemen Pendidikan” sebagai salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh peserta program pascasarjana IAIN Walisongo Semarang yang mengambil konsentrasi Pendidikan Islam. Namun demikian, pembelaja-ran “Manajemen Pendidikan” ternyata tidak bisa menerapkan manajemen pembelajaran sebagaimana yang teori-teori yang diajarkan, khususnya dalam aspek input dan prose belajar mengajarnya.
         Oleh karena itu, makalah yang sangat sederhana ini mencoba untuk mengevaluasi pembelajaran “Manajemen Pendidikan” yang ada di program pascasarjana IAIN Walisongo Semarang. Adapun model evaluasi yang digunakan adalah model CIPP, yaitu context, input, process dan product. Tetapi, karena pertimbangan kedalaman kajian, maka penulis hanya mengambil dua aspek saja, yaitu aspek input dan process. Sebagaimana tujuan CIPP sendiri, tujuan evaluasi ini adalah untuk mendeskripsikan masalah-masalah yang terjadi di dalam pembelajaran “Manajemen Pendidikan’ dan kemudian memberi solusi-solusi kepada pembuat keputusan[2] untuk melakukan langkah-langkah tertentu.    

B.     SEKILAS TENTANG MATA KULIAH MANAJEMEN PENDIDIKAN

             Manajemen pendidikan merupakan salah satu mata kuliah yang termasuk dalam Kelompok Mata Kuliah Konsentrasi Keahlian (KMKKK) yang wajib ditempuh oleh peserta program pascasarjana IAIN Walisongo Semarang yang mengambil konsentrasi Pendidikan Islam. Adapun bobot mata kuliah ini adalah 3 SKS.[3]
       Berhubung dosen pengampu mata kuliah ini adalah dosen terbang dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof. Dr. Sugiyono, maka pembela-jaran mata kuliah ini dilaksanakan hanya empat tatap muka, dari jam 08.00 hingga 14.30, bahkan pernah hingga 16.30. Kemudian, dengan alasan efisiensi, kelas reguler dan nonreguler dijadikan satu kelas, sehingga peserta kuliah Manajemen pendidikan berjumlah 35 orang.
        Oleh karena itu, evaluasi input tentang pembelajaran Manajemen Pendidikan di program pascasarjana IAIN Walisongo Semarang ini difokuskan pada: pertama, jadwal pembelajaran, kedua, jumlah mahasiswa, dan ketiga, desain ruang kuliah. Adapun evaluasi prosesnya difokuskan pada: pertama, penggunaan LCD, dan kedua, alokasi waktu presentasi.

C.    HASIL EVALUASI

1.      Evaluasi Input
Suharsimi Arikunto menjelaskan bahwa penilaian input meliputi pertimbangan-pertimbangan tentang sumber tentang sumber daya dan strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan umum dan tujuan khusus suatu program.[4] Adapun input yang dievaluasi di sini adalah sebagai berikut:
a.  Jadwal pembelajaran
      Umumnya mata kuliah disampaikan secara bertahap. Ini dimaksudkan agar peserta memahami secara utuh materi kuliah yang disampaikan oleh dosen. Karena itu, umumnya setiap mata kuliah memiliki tatap muka seminggu sekali. Jika bobot mata kuliah tersebut 3 SKS, maka durasi waktunya kurang lebih 2 jam.
          Dengan rentang tatap muka seperti ini diharapkan mahasiswa bisa mendalami mata kuliah yang disampaikan oleh dosen, dan bisa menerima materi selanjutnya dengan baik. Sebab, semua materi tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Artinya, jika mahasiswa mampu memahami materi pertama dengan baik, kemungkinan besar dia akan memahami materi-materi selanjutnya. Sebaliknya, jika dia tidak memahami materi yang pertama, tampaknya dia sulit untuk memahami materi-materi berikutnya.
       Berbeda dengan idealitas tersebut, mata kuliah manajemen pendidikan di program pascasarjana IAIN Walisongo Semarang hanya disampaikan dengan empat kali tatap muka. Karenanya, setiap tatap muka berlangsung + 6 jam, mulai jam 08.00 hingga 14.30 atau lebih — dengan waktu istirahat (sholat) selama ½ jam. Hal ini mengingat, dosen pengampu mata kuliah manajemen pendidikan adalah dosen terbang, dengan jadwal dan kesibukan yang demikian padat. Hal semacam ini jelas tidak efektif. Sebab, dengan waktu yang “maraton” itu, mahasiswa akan kelelahan dan kurang konsentrasi terhadap apa yang disampaikan oleh dosen.
 
b. Jumlah mahasiswa
        Idealnya rasio antara guru dan murid adalah 1 : 25. Bahkan untuk program pascasarjana lebih sedikit lebih baik. Pasalnya, dengan mahasiswa yang sedikit, waktu untuk berdiskusi antara dosen dan mahasiswa atau antar mahasiswa akan semakin banyak, sehingga mahasiswa akan memiliki pemahaman yang lebih komprehensif. Sebaliknya, dengan jumlah mahasiswa yang banyak (melebihi batas maksimum) akan menciptakan suasana kuliah yang kurang kondusif yang mengakibatkan terganggunya konsentrasi mahasiswa dan dosen. Atau minimal, banyak mahasiswa yang tidak memiliki kesempatan untuk mengemukakan gagasan-gagasannya, sebab harus “antre” dengan mahasiswa-mahasiswa yang lain.
       Di program pascasarjana IAIN Walisongo Semarang sama sekali tidak mencerminkan kondisi ideal di atas. Pasalnya, di dalam satu ruangan terdiri dari 35 mahasiswa. Karena itu, suasana kuliah sering ramai (baca: gaduh) dengan guyonan-guyonan peserta yang kadang-kadang tidak perlu—memang sesekali jok-jok itu memang dibutuhkan untuk mencairkan suasana kelas, tetapi jangan kebablasan. Lebih dari itu, mahasiswa bukan hanya kurang konsentrasi terhadap materi yang sedang disampaikan, tetapi malah tidur dengan lelapnya. Inilah efek negatif dari jumlah mahasiswa yang melebihi batas maksimal.  
   
c. Desain ruang kuliah
      Di dalam kegiatan belajar, desain ruang kuliah juga termasuk unsur yang signifikan. Penataan kelas yang tidak pas akan menyebabkan suasana kuliah yang kurang nyaman. Oleh karena itu, ruang kuliah harus di tata dan di desain sebaik mungkin, sehingga dosen dan mahasiswa merasa nyaman dan “enjoy” di dalam kegiatan perkuliahan. 
      Di sini, penulis hanya menyoroti hal yang sangat sederhana di dalam tata ruang kuliah, yaitu penataan kursi. Sejak awal hingga akhir kuliah manajemen pendidikan, penataan kursi di ruang kuliah tidak mengalami perubahan sama sekali alias begitu-begitu saja. Di mana kursi (mahasiswa) disusun secara berderet dengan membentuk kolom-kolom, persis seperti tata kelas ketika di Sekolah Dasar.
        Dari penataan kursi seperti gambar di atas, maka proses kuliah jelas tidak efektif, pertama, suara dosen tidak terdengar jelas bagi peserta yang duduk di kursi belakang, kedua, memungkinkan peserta untuk ngomong sendiri, dan ketiga, memungkinkan peserta yang duduk di tengah atau belakang untuk tidur.
   
2.      Evaluasi Proses
a.    Penggunaan LCD (Power Point)
       LCD merupakan alat untuk menyampaikan materi secara lebih efektif. Dengan penggunaan LCD, mahasiswa sekaligus menfungsikan audio-visualnya. Selain itu, menjadikan mahasiswa fokus dan konsentrasi terhadap materi yang disampaikan oleh dosen yang tersaji di layar. Namun masalahnya adalah ketika yang mengoperasikan ternyata masih gagap teknologi. Bukannya membuat kegiatan perkuliahan berjalan efektif dan menarik, akan tetapi malah membuat suasana semakin tidak kondusif. Pemandangan semacam inilah yang terjadi di dalam perkuliahan manajemen pendidikan.
       Ceritanya demikian: Prof. Dr. Sugiyono, selaku dosen pengampu mata kuliah tersebut, mewajibkan agar semua mahasiswa yang presentasi menggunakan Power Point. Alasannya agar mahasiswa tidak gagap teknologi. Namun ternyata sebagian besar mahasiswa pascasarjana IAIN Walisongo Semarang konsentrasi Pendidikan Islam tidak bisa mengopera-sikan Power Point dan Laptop. Akibatnya, suasana perkuliahan menjadi agak gaduh, karena banyak mahasiswa yang mencoba mengoperasikan Power Point itu, namun ternyata tidak bisa. Lalu diganti yang mahasiswa lainnya, namun juga tidak bisa. Hal semacam ini terjadi hingga berkali-kali. Lucunya lagi, ketika mempresentasikan makalahnya, apa yang tampil di layar seringkali tidak selaras dengan apa yang disampaikan oleh presenter, sehingga audience menjadi agak bingung plus geli melihat presenter yang ketahuan bahwa dirinya “gagap teknologi”.  
 
b.      Alokasi waktu diskusi
         Diskusi merupakan ciri khas kegiatan perkuliahan di Perguruan Tinggi, apalagi di program pascasarjana. Maka dari itu, mahasiswa lebih aktif ketimbang dosen pengampu mata kuliah. Diskusi ini bukan hanya diskusi antara mahasiswa dan dosen, akan tetapi antar mahasiswa sendiri. Dengan diskusi itulah, maka mahasiswa akan mendapatkan pemahaman tentang sesuatu dari berbagai macam perspektif yang dikemukakan oleh masing-masing mahasiswa.
            Di dalam perkuliahan manajemen pendidikan di pascasarjana IAIN Walisongo Semarang sebetulnya juga menerapkan metode serupa. Tetapi berhubung alokasi waktu yang sangat sempit, maka waktu berdiskusi juga sangat minim.
         Sebagaimana disebutkan di atas bahwa perkuliahan manajemen pendidikan hanya berlangsung selama empat tatap muka. Dari keempat tatap muka itu, dua di antaranya adalah waktu dosen untuk menyampaikan materi-materi tentang manajemen pendidikan, sedangkan sisanya adalah waktu bagi mahasiswa untuk mempresentasikan makalah-makalahnya. Mengingat jumlah pesertanya yang sangat banyak (35 orang), maka presentasi makalah dilakukan secara berkelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 2 atau 3 mahasiswa.
        Selain itu, masing-masing kelompok hanya memiliki waktu 30 menit. 15 menit pertama untuk menyampaikan pokok-pokok makalahnya dan 15 menit kedua untuk tanya jawab. Dalam kondisi ini, dari 35 mahasiswa, jumlah penanya dibatasi maksimal 4 mahasiswa, sedangkan yang lain harus “ikhlas dan legawa” ketika tidak berkesempatan untuk bertanya kepada presenter. Selain itu, praktis tidak ada ruang dialektika lebih lanjut antara penanya dan presenter. Jawaban presenter, fokus atau tidak, harus diterima apa adanya.
  

D.    KESIMPULAN

        Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kegiatan Perkuliahan mata kuliah manajemen pendidikan di program pascasarjana IAIN Walisongo Semarang tidak berjalan secar efektif dan optimal, baik pada aspek input maupun proses. Inefektifitas dan ketidakoptimalan input antara lain: pertama, kegiatan perkuliahan yang hanya berlangsung empat tatap muka dalam satu semester, kedua, jumlah mahasiswa dalam satu ruang yang melebihi jumlah ideal, dan ketiga, penataan ruang kuliah yang monoton.
          Sedangkan termasuk inefektifitas dan ketidakoptimalan proses adalah: pertama penggunaan LCD dan Power Point yang tidak berjalan sebagaimana diharapkan, akibat banyaknya mahasiswa pascasarjana IAIN Walisongo Semarang yang “gagap” teknologi, dan kedua, alokasi waktu diskusi yang sangat minim, baik antara mahasiswa dengan dosen atau antar mahasiswa sendiri.   

E.     SARAN-SARAN

Karena itu, ada beberapa hal yang bisa direkomendasikan di sini, antara lain:
1.  Jumlah tatap muka di dalam perkuliahan harus disusun sebaik mungkin, minimal seperti yang ada pada umumnya, yaitu sekali seminggu
2.  Jika melebihi batas ideal perkuliahan, sebaiknya dibagi menjadi dua atau tiga kelompok sesuai dengan idealitas jumlah mahasiswa di dalam satu ruang kuliah
3.  Penataan ruang kuliah harus didesain dan ditata sebaik mungkin, sehingga kegiatan perkuliahan berjalan dengan nyaman dan kondusif
4. Mahasiswa diharapkan bisa mengembangkan kemampuan dirinya di bidang komputerisasi, sehingga tidak terkesan gagap teknologi
5.      Apabila point kedua diatas sudah dipenuhi, maka waktu berdiskusi dengan sendirinya akan cukup.



F.     DAFTAR PUSTAKA

IAIN Walisongo Semarang, Buku Panduan Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Agama Islam, Semarang, Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2003
Ibnu Hadjar, Pendekatan Evaluasi, Materi Kuliah Kurikulum dan Evaluasi, tanggal 20 Juni 2006
Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, Jakarta, Bina Aksara, 1988
Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, Kaldera, 2003



[1] Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, Kaldera, 2003, hlm. 3
[2] Ibnu Hadjar, Pendekatan Evaluasi, Materi Kuliah Kurikulum dan Evaluasi, tanggal 20 Juni 2006
[3] Uraian lebih jelas mengenai kurikulum pascasarjana IAIN Walisongo Semarang digambarkan di dalam Buku Panduan Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Agama Islam, Semarang, 2003, hlm. 11-29 
[4] Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, Jakarta, Bina Aksara, 1988, hlm. 40  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar