Jumat, 13 Desember 2013

Pendidikan Islam Modern

"+"

MEMBANGUN PARADIGMA
PENDIDIKAN ISLAM MODERN






A.    Pendahuluan
Gerakan globalisasi dan liberasi perdagangan Internasional sedang berlangsung di pentas dunia, yang disertai dengan dampak yang luas bagi kehidupan manusia disegala aspek1. Maka, bukan tidak mungkin pengaruh dari globalisasi dan perdagangan bebas ini, perlu mempersiapkan segala sesuatu dengan baik, agar  mampu mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi2.
Sedangkan kalimat globalisasi menurut Ishomuddin, berasal dari kata “Globe” yang berarti “baca dunia”, sehingga globalisasi disebut pula sebagai gerakan mendunia, yakni suatu perkembangan sistem dan nilai-nilai kehidupan yang bersifat global3.
Apabila demikian yang terjadi, hal ini menjadi runtuhnya sekat yang membatasi  pergaulan antar  bangsa, apakah itu sekat ekonomi, politik, sosial dan
budaya, karena akibat dari pengaruh gerakan globalisasi tersebut. Yang secara mendasar di bidang perekonomian4 negara-negara di dunia, berkembang secara ekspansif (meluas). Arus barang, jasa, modal, tehnologi5 dan informasi semakin meningkat, dikarenakan banyak negara di dunia semakin terbuka. Kekhawatiran yang terjadi adalah timbulnya jurang pemisah yang semakin melebar antara negara-negara maju dan negara-negara sedang berkembang bahkan bagi negara miskin (terlebih lagi negara yang masih konflik) sungguh naif nasibnya.
Begitulah masyarakat global diera globalisasi dewasa ini. Apalagi ditopang oleh kemajuan tehnologi, khususnya tehnologi komunikasi maka, seolah-olah manusia dengan yang lainnya menjadi dekat (menyatu) dalam satu keluarga. Tidak ada lagi sudut-sudut di bumi ini yang terisolasi berkat kemajuan tehnologi komunikasi. Sehingga manusia yang hidup dibelahan dunia manapun seakan tanpa sekat, akibat menipisnya batas-batas kenegaraan suatu bangsa dan akan terciptanya suatu sistem interaksi antar manusia dalam jagad raya secara lebih intensif, tentu dalam dimensi yang lebih luas.
Akibat perluasan interaksi antar manusia bukan hanya dalam bentuk jaringan kerjasama saja, tetapi juga menimbulkan persaingan yang ekstra ketat. Artinya kekompleksitasan lingkungan akibat persaingan global akan menimbulkan tantangan yang lebih berat, maka saat ini bagaimana cara atau strategi untuk meningkatkan strandard produk, jasa maupun kapabilitas seseorang dalam action untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat pada umumnya. Sebagaimana digambarkan oleh Sukiswo Dirdjopuparto yang dikutip oleh Ishomuddin, ini merupakan progressive problem yang memerlukan kemampuan belajar dan kreatifitas lebih tinggi, ibarat pertandingan tingkat nasional berubah pada tingkat internasional, tentu persaingan akan lebih berat6.
Dari uraian tersebut diatas bahwa globalisasi akan membawa sekian implikasi yang berupa pergeseran sistem dan nilai dalam setiap dimensi kehidupan umat manusia. Implikasi tersebut mempunyai aspek positif dengan suatu gambaran terciptanya masyarakat yang mega kompetitif artinya menumbuhkan semangat bagi setiap individu untuk selalu tampil secara kompetitif. Sedangkan implikasi negatif secara mendasar, bahwa tekanan kapitalisme internasional yang tidak ditopang oleh kesiapan SDM yang memadai akan menjadi obyek semata dan menimbulkan budaya konsumeristik serta materialistik. Maka Guna mengantisipasi untuk memperoleh manfaat dan juga bisa terlindung atau bahkan terhindar dari dampak negatif itu, masyarakat membutuhkan SDM yang tidak hanya bertaraf lokal, tetapi bertaraf Internasional, SDM yang tidak hanya berteori semata tetapi juga handal dalam prakteknya, SDM yang memiliki pengetahuan luas dan berkualitas tinggi sesuai dengan tuntutan zamannya.

B. Peranserta Pendidikan Bagi Kehidupan Manusia

Untuk menciptakan manusia yang berkualitas disegala bidang, diperlukan sebuah proses, dan proses itu tidak serta merta ada dengan sendirinya tanpa adanya  suatu  “rekayasa”, yang  tentunya  di  manaj  dengan  tepat dalam “kawah candradimuka” yakni sebuah pendidikan7 yang kondusif. Yang ini kemudian semakin berkualitas pendidikan yang diperoleh tentu dengan sendirinya akan semakin tegar dan berkualitas juga gagasannya dalam menjawab kebutuhan zaman8. Untuk itu pendidikan merupakan cara strategis dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspeknya. Dalam sejarah umat manusia9, hampir semua umat manusia yang menggunakan pendidikan sebagai proses pemberdayaannya.
Dengan demikian,  hampir dipastikan bagi setiap orang  akan mendambakan  dan turut  berupaya  ingin  melahirkan  generasi  penerus  yang  selain  memiliki keunggulan  bersaing  untuk  menjadi  subyek  dalam  percaturan  dunia  juga hendaknya    memiliki   kepribadian   yang    utuh,   sehingga  dapat memakmurkan  dan  memuliyakan  pada  kehidupan   materi   dan  spiritual   diri, keluarga  serta  masyarakatnya.   Untuk itu dalam    merealisasikan   keinginan   tersebut, maka   lembaga   pendidikan  sampai   saat   ini  masih  dipandang   sebagai  tempat  yang  cukup  kondusif  guna   dijadikan    sebagai     institusi  yang sangat    potensial  dan    strategis      dalam     memproduk,       menciptakan, 
dan mengembangkan SDM yang berkualitas10 tinggi.
Hal ini disadari bahwa dalam setiap proses pendidikan, utamanya melalui sekolah, terjadi berbagai bentuk penemuan baru yang berguna bagi kepentingan manusia. Karena, bagaimanapun instrumen pendidikan diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan guna menggapainya. Tidak berlebihan bila semua orang sepakat bahwa pendidikan merupakan prasarat (indikator) kemajuan.
Bagaimanapun upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu kelompok, bangsa, negara tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan bagi kemajuannya, karena pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang paling asasi bagi manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan manusia11. pernyataan itu kiranya memang didasari oleh indikasi tentang pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia, karena pendidikan itu sendiri memegang peranan utama dalam mendorong setiap individu manusia untuk meningkatkan kualitas di segala aspek kehidupan demi tercapainya tujuan serta menunjang perannya dimasa yang akan datang.
Tentunya bukan hanya proses dari pendidikan tersebut, yang bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi (IPTEK) semata-mata kepada setiap pribadi manusia, tetapi  lebih dari itu juga diharapkan bahwa dari proses pendidikan  juga mampu  memberikan  penguasaan  yang  lebih
utuh12. Dalam arti penguasaan dibidang Ilmu pengetahuan dan tehnologi juga disertai dengan penguasaan Iman dan taqwa (IMTAQ) sebagai basic dasar dari proses pendidikannya, sehingga diharapkan output pendidikan tidak saja berintelektual tinggi yang kropos dengan nilai-nilai fitrah kemanusiaannya, tetapi output pendidikan juga memiliki komitmen tanggung jawab terhadap baik terhadap diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan.
Dari gambaran tersebut, diharapkan dua target ini bisa berjalan bersamaan. Bila demikian yang terjadi, maka sangat tepat jika institusi lembaga pendidikan Islam13 yang itu dijadikan sebagai lembaga pendidikan alternatif, tentu hal ini sangat memungkinkan guna melahirkan lulusan yang benar-benar memiliki ilmu pengetahuan dan tehnologi yang luas dan jasmani yang kuat, disamping itu juga dilandasi oleh sikap hati yang bersih dengan pondasi keimanan dan ketaqwaan dalam arti pengetahuan yang benar-benar lahir batin.

C. Modernisasi Pendidikan Islam

Mengingat pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia, baik itu negara maupun pemerintah, maka sepantasnya bila proses pendidikan hendaknya selalu memiliki orientasi kedepan bagi pemenuhan kebutuhan manusia di setiap zamannya, terutama bagi kepentingan generasi muda yang akan hidup dan dituntut untuk mampu menjawab persoalan pada masa yang akan datang14.
Berangkat dari kerangka ini, maka upaya pendidikan yang dilakukan baik oleh suatu kelompok, golongan, bangsa, dan negara selalu harus memiliki hubungan yang signifikan bagi gambaran (prediksi) perkembangan zaman dimasa mendatang, oleh karena itu bahwa proses pendidikan tidak bisa bersifat statis, dia (proses pendidikan), harus mampu merespon  perubahan15, baik perubahan zaman maupun perubahan masyarakat. Dengan demikian, wajar kalau pendidikan harus selalu didesain mengikuti irama perubahan, kalau tidak pendidikan akan ketinggalan. Untuk itu, maka tuntutan pembaharuan pendidikan menjadi suatu keharusan di setiap jenis dan jenjang pendidikan (termasuk didalamnya adalah pendidikan Islam). Pembaharuan pendidikan harus selalu mengikuti dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, baik pada konsep, kurikulum, proses, fungsi, tujuan, manajemen lembaga, sumber daya pengelola pendidikan.
Secara mendasar bahwa format modernisasi16  ke  sistem pendidikan pada dunia Islam, harus diakui oleh kaum muslim sendiri, bahwa hal  tersebut  berawal dari kalangan kaum non Islam17. Sejak pertama kalinya sistem pendidikan dilakukan dengan model sangat sederhana di dunia Islam, yakni dengan menggunakan masjid, muslhollah (dalam bahasa Jawanya langgar) sebagai tempat belajar, bahkan ada juga menggunakan rumah kiainya untuk melakukan proses belajar, karena semakin banyak murid yang berdatangan terutama dari luar daerah dibuatlah sebuah asrama dengan melibatkan perpaduan diantara ketiga komponen tersebut adalah masjid, asrama dan rumah kiai dalam satu lingkungan, kesemuanya guna memperdalam ilmu-ilmu keislaman dan kurikulumnya pun belum bersifat klasikal, berjenjang secara teratur dengan kata lain formatnya masih sangat sederhana (dikenal tradisional).
Pembaharuan pendidikan terjadi karena adanya tantangan kebutuhan masyarakat pada saat itu dan lewat proses pendidikan itu sendiri diharapkan dapat menyiapkan produk manusia yang mampu mengatasi kebutuhan masyarakat yang tidak saja hanya persoalan agama (religius) tetapi persoalan kehidupan manusia pada umumnya, seperti sekarang ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan tidak hanya sebatas sebagai fungsi inkulturasi, yakni sekedar berfungsi sebagai pewaris nilai-nilai yang ada sekarang ke generasi mendatang, tetapi lebih dari itu hendaknya juga diarahkan untuk menyiapkan generasi dalam menghadapi tantangan hidup dimasanya18.
Apabila mengamati awal-awal gagasan modernisasi Islam di wilayah pendidikan, telah direalisasikannya lembaga-lembaga pendidikan modern yang diadobsi dari sistem pendidikan Barat. Mencermati konsep pendidikan ini, maka pembaharuan pendidikan Islam merupakan suatu usaha atau proses multidimensional yang cukup kompleks, dan tidak hanya bertujuan untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang dirasakan, tetapi lebih utama merupakan suatu usaha penelaahan kembali atas aspek-aspek sistem pendidikan yang berorientasi pada rumusan tujuan yang baru dan lebih utama selalu berorientasi pada perubahan masyarakat19.

D. Paradigma Pembaharuan Pendidikan Islam

Guna menindaklanjuti tingkat perkembangan kebutuhan hidup masyarakat yang demikian kompleks disertai dengan saratnya perubahan dalam berbagai bidang kehidupan, dengan tingkat kompetitif yang sangat tinggi akibat proses modernisasi, globalisasi dan liberasi, maka setidaknya pendidikan Islam harus mampu memberikan jawaban dan siap melakukan paradigma pembaharuan pendidikan Islam20 disegala aspek, sehingga mampu melahirkan, mencetak, memproduk dan menghasilkan manusia yang berkualitas tinggi sebagaimana harapan masyarakat luas, hal itu dilakukan semata-mata untuk merespon kebutuhan masyarakat luas bila pendidikan Islam tidak inggin ditinggalkan oleh komunitasnya (umat).
Pendidikan Islam tidak bisa lagi bertahan dalam posisi dan perannya yang bersifat tradisional kepada generasi berikutnya. Karena bagaimanapun, pendidikan Islam dituntut melakukan fungsi yang bersifat reflektif dan juga progresif. Dalam fungsi yang pertama, pendidikan Islam harus mampu menggambarkan corak dan dan arus kebudayaan yang sedang berlangsung, sedangkan fungsi kedua pendidikan Islam dituntut mampu memperbaharui dan mengembangkan kebudayaan agar dicapai kemajuan21. Pada fungsi yang kedua ini maka pendidikan Islam harus segera melakukan langkah transformatifnya. 
Memang, lebih rinci lembaga pendidikan Islam telah teridentifikasi sebagaimana menurut Zarkowi Syuyuti yang dikutip oleh Abdul Halim Soebahar, menjelaskan bahwa:
Pertama pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang penyelenggaraannya di dorong oleh hastrat dan semangat cita-cita untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam, baik yang tercermin dalam nama lembaganya maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Kedua pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang memberikan perhatian dan sekaligus memberikan ajaran Islam sebagai pengetahuan untuk program studi, sebagai ilmu dan diperlakukan sebagaimana ilmu-ilmu yang lain. Ketiga pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang mencakup kedua dari pengertian tersebut22.

Dari rincian tersebut, maka kata “Islam” ditempatkan sebagai sumber nilai sekaligus sebagai bidang studi yang ditawarkan lewat program studi yang diselenggarakan. Kiranya bisa di fahami bahwa eksistensi pendidikan Islam tidak sekedar menyangkut ketiga-tiganya, karena memang ketiga-tiganya itu yang selama ini sudah tumbuh dan berkembang sebagai bentuk realitas yang terjadi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari andil umat Islam untuk turut serta memberdayakan umat.
Bila dikaji lebih lanjut paradigma pembaharuan pendidikan Islam akhir-akhir ini lebih mengarah pada pembaharuan yang bersifat sistemik, bukan parsial, dan itu dikenal dengan reformasi. Agar reformasi tidak mejelma sebagai “bola liar”, maka diperlukan platform, dengan tujuan agenda reformasi tersebut memiliki arah dan koridor yang jelas (bukan hanya sekedar pergantian kursi jabatan dan penambahan fasilitas serta perubahan materi semata), sehingga akan dihasilkan suatu konstruk hasil pembaharuan pendidikan Islam yang secara konseptual dapat diterima oleh logika, secara kultural sesuai dengan budaya bangsa dan secara politis dapat diterima dikalangan masyarakat luas. Dalam proses perubahan tersebut, minimal diharapkan pendidikan Islam mampu mengembangkan dua peran sebagai pandangan strategisnya, yakni pertama; pendidikan Islam bisa mempengaruhi terhadap perubahan masyarakat dan kedua; pendidikan Islam mampu memberikan sumbangan optimal terhadap proses transformasi menuju terwujudnya masyarakat yang berdaya.
Dengan demikian, maka pendidikan Islam secara kultural perlu mempertegas kembali orientasinya. Reorientasi yang perlu dilakukan adalah perlunya mempertegas kembali posisi dan peran pendidikan Islam tersebut. Baik dalam gerak transformasi sosial, kultural dan struktural yang demikian cepat dan bersifat universal seperti sekarang ini.
Ketika pendidikan Islam telah mejelma sebagai wacana maupun praksisnya di era modernisasi, globalisasi dan liberasi, maka wajar jika pendidikan Islam dituntut merumuskan kembali visi dan misinya23. Visi pendidikan Islam merupakan suatu wawasan atau kenyakinan bersama seluruh komponen lembaga akan keadaan masa depan yang diinginkan. Visi ini setidaknya akan memberikan inspirasi dan mendorong seluruh komponen lembaga untuk bekerja lebih giat dan efektif24. Setidaknya, Visi ini harus dinyatakan dalam kalimat yang jelas, positif maupun realistis. kalau visi pendidikan Islam merupakan pernyataan tentang gambaran global masa depan pendidikan Islam, maka misi merupakan pernyataan formal tentang tujuan utama yang akan direalisir. Jadi visi merupakan ide, cita-cita, wawasan dan gambaran di masa depan yang tidak terlalu jauh, maka misi merupakan upaya kongkritisasi visi dari wujud tujuan dasar pendidikan Islam yang akan diwujudkan. Visi dan misi pendidikan Islam itu pada akhirnya akan terus membanyangi segenap SDM atau segenap warga suatu lembaga, pimpinan, pendidik, peserta didik, wali peserta didik, sesuai dengan kapasitas dan fungsi masing-masing untuk bekerja secara efektif berdasar misi guna mewujudkan visi yang sudah di idealitaskan.

E. Kesimpulan
Dari beberapa uraian tersebut penulis memiliki kesimpulan bahwa; pertama berdasarkan realitas pada era sekarang bahwa akibat pengaruh modernisasi, globalisasi dan liberasi maka, dibutuhkan SDM yang berkualitas tinggi; kedua proses pendidikan masih di pandang cukup kondusif dan intensif guna menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, dalam arti SDM yang menguasai di bidang IPTEK dan IMTAQ yang dibutuhkan di era modernisasi, globalisasi dan liberasi. Hal ini akan terwujud bila pendidikan tersebut dimanaj dengan tepat; ketiga mengingat pendidikan merupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan manusia, maka sepantasnya bila proses pendidikan selalu memiliki orientasi kedepan di setiap zamannya,  untuk itu pendidikan harus selalu didesain mengikuti irama perubahan, kalau tidak pendidikan akan ketinggalan. Maka tuntutan pembaharuan pendidikan menjadi suatu keharusan di setiap jenis dan jenjang pendidikan (termasuk didalamnya adalah pendidikan Islam); keempat dengan demikian, pendidikan Islam harus mampu memberikan jawaban dan siap melakukan paradigma pembaharuan. Sehingga mampu melahirkan, mencetak, memproduk dan menghasilkan manusia yang berkualitas tinggi sebagaimana harapan masyarakat luas.



DAFTAR PUSTAKA

Al Barry, M. Dahlan, Kamus Ilmiah, Suarabaya, Arkola, 1994.

Anshori, Dadang S., Menggagas Pendidikan Rakyat; Otosentrisitas Pendidikan Dalam Wacana Politik Pembangunan, Bandung, Al Qopriat Jatinangor, 2000.

Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Melinium Baru, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999.

Deppenas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku Konsep dan Pelaksanaan, Jakarta, Departemen Pendidikan Nasional, 2001.

Djohar, Reformasi dan Masa Depan Pendidikan di Indonesia, Yogyakarta, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 1999.

Faisal, Yusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta, Gema Insani Press, 1995.

Furchan, Arief, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional, 1982.

Ishomuddin, Spektrum Pendidikan Islam; Retropeksi Visi dan Aksi, Malang, UMM Press, 1996.

Kasih, Eka Wahyu dan Suganda, Azis, Pendidikan Tinggi Era Indonesia Baru, Jakarta, Grasindo, 1999.

Kadir, Sardjan dan Ma’sum, Umar, Pendidikan di Negara Sedang Berkembang, Surabaya, Usaha Nasional, 1982.

Ma’arif, Syafi’i, Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat, Jurnal Pendidikan Islam, No.2, Fakultas Tarbiyah UII, Oktober, 1999.

Madjid, Nurchalish, Bilik-Bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta, Paramadina, 1997.

Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta, Bulan Bintang, 1992.

Natsir, Kapita Selecta Pendidikan, Jakarta, Bulan Bintang, 1980.
Nasrib, Ibrahim, Keteladanan Pendidik Penentu Keberhasilan Pendidikan Budi Pekerti, Mimbar Depaq Jatim, No. 175, April 2001.

Soewito, Pendidikan Yang Memberdayakan; Pidato Pengukuhan Guru Besar Sejarah Pemikiran dan Pendidikan Islam Disampaikan di Hadapan Sidang Senat Terbuka IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, IAIN Syarif Hidayatullah, 2001.

Soebahar, Abdul Halim, Reorientasi Pendidikan Islam di Era Globalisasi, Makalah Diskusi Gebyar Refleksi Tarbiyah Oleh HMJ T. STAIN Jember, 2000.

____________________, Rekonstruksi Pendidikan Islam; Wacana Menyongsong Otonomi Daerah, Jurnal Al ‘adalah STAIN Jember, Vol. 3, Desember 2000.

____________________, Pengembangan Pendidikan Islam Dalam Iklim Transisi, Materi Diskusi Pendalaman Dalam Upaya Peningkatan Kinerja Bidang Komisi “E” DPRD Kabupaten Situbondo, November 2001.

Tilaar, H.A.R., Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional; Dalam Perspektif Abad 21, Magelang, Tera Indonesia, 1999.

UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wahid, Marzuki, Pesantren Masa Depan; Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, Bandung, Pustaka Hidayah, 1999.





1. Digambarkan bahwa dalam mengarungi proses globalisasi yang identik dengan bentuk masyarakat terbuka, dimana komunikasi antar manusia dalam berbagai kehidupan akan bebas dari hambatan-hambatan yang dimunculkan oleh sekat-sekat wilayah dari suatu negara manapun, hal tersebut menunjukkan bahwa kehidupan manusia dibelahan bumi ini seolah semakin mengerut, sehingga kita tidak lagi berbicara tentang atom-atom tetapi dengan “bit”. Maka hal ini semakin memperkecil wilayah keberadaan manusia. Baca Tilaar, H.A.R., Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional; Dalam Perspektif Abad 21, (Magelang: Tera Indonesia, 1999), 52.
2. Globalisasi dan liberasi ingin menciptakan suatu bentuk jaringan internasional. Realitas yang demikian akan memudahkan hubungan komunikasi baik dibidang politik, sosial, budaya antar manusia akan semakin lebih dekat,  seolah telah menghilangkan batas, sekat, wilayah. Semuanya menjadi dekat dan tanpa batas, apalagi didukung dengan kemajuan Ilmu pengetahuan dan tehnologi, oleh manusia, maka akan semakin memudahkan manusia dalam mencapai segala impiannya walau jauh dari tempat tinggalnya. Dari bentuk kenyataan yang demikian akan mendatangkan dan memperkuat adanya tiga situasi,  yakni; pertama meningkatnya hubungan sosial ekonomi secara global, kedua persaingan sumber daya antar bangsa semakin ketat, ketiga semakin besar kemungkinan terjadinya eksploitasi bagi negara maju kepada negara-negara yang belum maju (belum mampu bersaing). Lihat Kasih dan Suganda, Pendidikan Tinggi Era Indonesia Baru, (Jakarta: Grasindo, 1999), 5.
3 Ishomuddin, Spektrum Pendidikan Islam Retropeksi Visi dan Aksi, (Malang: UMM Press, 1996), 16. Demikian juga penterjemahan dalam Kamus Ilmiah kalimat globalisasi memiliki makna gerakan penggelobalan pada seluruh dimensi kehidupan/ perwujudan (perombakan/ peningkatan/ perubahan) secara menyeluruh di segala aspek kehidupan; al Barry, M. Dahlan, Kamus Ilmiah, (Surabaya: Arkola, 1994), 203.
4 Sebenarnya gejala globalisasi pada awal mulanya adalah membuat jaringan bisnis (perdagangan Internasional) secara luas, tanpa mempertimbangkan status di mana dan dari mana mereka berasal. Yang terpenting arus barang dan jasa mampu menjangkau pelosok-pelosok dunia dengan kendali kekuatan-kekuatan ekonomi raksasa. Bagi bangsa yang memiliki daya saing, akan mendapat peluang untuk bermain dalam jaringan ekonomi global yang sangat berarti bagi bangsanya kedepan. Bagi bangsa yang tidak memiliki daya saing yang memadai hal tersebut akan mendatangkan masalah baru, terutama dalam perkembangan selanjutnya sebagai bangsa yang memiliki ketergantungan yang cukup tinggi kepada bangsa lain.
5 Ada dua hal yang bisa dihadirkan oleh kemajuan tehnologi di era globalisasi, diantaranya; pertama mudahnya perkembangan, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial maupun budaya yang diakibatkan oleh luasnya dan cepatnya jaringan komunikasi bekerja, kedua adalah semakin meningkat (menonjolnya) peranan satuan-satuan kecil dalam masyarakat, seperti: suku, golongan, kelompok dan bahkan individu manusia yang diakibatkan oleh semakin mudahnya setiap orang memperoleh informasi lengkap yang dibutuhkan, utamanya untuk mengambil keputusan strategis bagi dirinya sendiri, kelompok, suku maupun golongannya. Baca Ishomuddin, Spektrum Pendidikan Islam; Retropeksi Visidan aksi, Ibid: 17
6 Ishomuddin, Spektrum Pendidikan Islam Retropeksi Visi dan Aksi, Ibid,  18.
7 Karena melalui pendidikan, masyarakat akan belajar untuk mengerti dan merubah hubungannya dengan alam serta lingkungan sosialnya secara kontruktif; Kadir dan Ma’sum, Pendidikan di Negara Sedang Berkembang, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982),15; Bandingkan, bahwa proses pendidikan juga dapat difahami sebagai pemberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang; Soewito, Pendidikan Yang Memberdayakan, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 2000),1; Bandingkan, bahwa pendidikan merupakan upaya strategis dalam membentuk pribadi manusia, khususnya peserta didik, dan proses pendidikan merupakan bentuk ikhtiar dalam menyiapkan generasi muda untuk mempengaruhi kehidupan yang akan datang; Wahid, Marzuki, Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), 171; bandingkan juga, bahwa Presiden Soeharto ketika membuka Konfrensi Dewan Mentri-mentri Pendidikan Asia Tenggara (SEAMEC) yang ke-17menyampaikan bahwa pendidikan merupakan masalah penting bagi setiap bangsa, lebih-lebih bagi yang sedang membangun; Furchan, Arief,  Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), vii.
8 Karena pendidikan yang ada dibelahan dunia manapun (baik negara berkembang atau negara maju) selalu dijalankan sebagai proses untuk membentuk dan mengembangkan  Sumber Daya Manusia yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan sosial masyarakat sekitar. Nasrib, Ibrahim, Keteladanan Pendidik Penentu Keberhasilan Pendidikan Budi Pekerti, Mimbar Depaq Jatim,(No. 175 April, 2001), 32.
9 Apabila ditelusuri dari segi sejarahnya, pendidikan merupakan suatu gerakan yang telah berumur sangat tua. Hal ini dapat dipahami sebenarnya pendidikan telah dijalankan sejak mulainya manusia dimuka bumi ini. Penguasaan terhadap alam semesta, memberikan contoh pendidikan kepada manusia. Dan dilanjutkan dengan mendidik keluarganya. Baca Ma’arif, Syafi’i, Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”, Jurnal Pendidikan Islam, (No. 2. Fak. Tar. UII, Oktober 1999), 6.
10 Istilah Sumber Daya Manusia lahir dari wilayah dan keperluan industri. Industrialisasi, yang kemudian menjadi ideologi industrialisme, yang lahir dari suatu visi dan versi pandangan yang dominan mengenai perkembangan dan kemajuan hidup. Maka tekanan makna Sumber Daya Manusia itu sendiri adalah daya manajerial (software-nya) dan profesionalisme serta keterampilan kerja (hardware-nya). Kedua hal tadi ditambah dengan faktor-faktor psikologis yang secara khusus diperlukan oleh mekanisme industri; etos kerja, disiplin, semangat untuk maju. Pada akhirnya konsep Sumber Daya Manusia mengaksentuasikan diri pada kesanggupan untuk produktif. Anshori, Dadang S., Menggagas Pendidikan Rakyat; Otosentrisitas Pendidikan Dalam Wacana Politik Pembangunan, (Bandung: Al Qopriat Jatinangor, 2000), 50. Bandingkan juga pendapat bahwa, SDM yang berkualitas adalah kaum intelektual yang mampu menciptakan gagasan dan mampu menggerakkannya untuk mewujudkan gagasan itu kepada kerja nyata. Ishomuddin, Spektrum Pendidikan Islam; Retropeksi Visi dan Aksi, Ibid, 12.
11 Natsir, Kapita Selecta Pendidikan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), 78.
12 Sebagaimana harapan Bangsa Indonesia yang termaktub dalam UU No. 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) BAB I Pasal 1 ayat 1 menegaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Demikian juga pada BAB II Pasal 3 dinyatakan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
13 Karena bila ditinjau dari tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan Islam secara umum hendaknya memiliki 3 (tiga) unsur yang bisa memenuhi fitrah manusia yaitu pemenuhan unsur ragawi (jismiyah), pemenuhan unsur akal (aqliyah) dan pemenuhan unsur spiritual (ruhiyyah) dengan seimbang sehingga terbentuk sebuah pribadi yang benar-benar berkualifikasi sebagai kholifatullah yang kualifaid. Ishomuddin, Spektrum Pendidikan Islam; Retropeksi Visi dan Aksi, ibid, 42. Bandingkan juga hasil konfrensi Internasional pertama tentang Pendidikan Islam di Mekah pada tahun 1977 bahwa yang hendak dicapai dalam pendidikan Islam adalah pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui pelatihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan dan indra. Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya; spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individu maupun secara kolektif dan mendorong semua aspek ini kearah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT, baik secara pribadi, komunitas maupun seluruh umat manusia. Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Melinium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 57.
14 Lihat pada footnote nomor  7 halaman 4  di makalah ini.
15 sebagaimana disampaikan oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bahwa Penyelenggaraan pendidikan yang relevan bagi kehidupan masyarakat adalah menjadi tuntutan utama yang tidak bisa dihindari oleh setiap lembaga pendidikan yang ada, baca Madjid, Nurchalish, Bilik-Bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), 122.
16 Perkataan “modern” merupakan suatu pengertian yang kurang menentu, sehingga dapat dipergunakan untuk mensifati segala macam ide, cita-cita atau keinginan-keinginan. Istilah “modernisasi” lebih sering dipergunakan untuk menunjukkan pertumbuhan pemikiran atau penemuan-penemuan yang serba rasional. digambarkan dalam bahasa Indonesia telah dan selalu dipakai kata modern, modernisasi, dan modernisme. Didalam komunitas pandangan masyarakat Barat modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi modern.
17 Bisa disimak di dunia Islam ketika pertama kali Napoleon menginjakkan kakinya di Mesir (manyoritas umat Muslim), dengan memperkenalkan berbagai macam ilmu pengetahuan dan tehnologi yang dikuasai oleh bangsa Eropa kepada kaum Muslimin, dan singkat cerita ketika Mesir dibawah pimpinan Muhammad Ali Pasya, dia mengirimkan banyak pemuda-pemuda  Mesir untuk belajar ke Eropa guna mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan yang nanti diharapkan bisa dikembangkan guna kesejahteraan dan kemakmuran Mesir. Dari sini muncul tokoh pembaharu Mesir (khususnya bagi dunia Islam) seperti Al Tahtawi yang pada akhirnya diikuti oleh tokoh-tokoh pembaharu Islam lainnya seperti; Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Sayyid Amir Ali, Iqbal, dan lain-lainnya berusaha melakukan pembaharuan di berbagai bidang kehidupan lewat gerakan diplomatis maupun gerakan pemberdayaan,. Baca  Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992).
18 Baca Djohar, Reformasi dan Masa Depan Pendidikan di Indonesia, (Yogyakarta: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 1999), 209.
19 Faisal, Yusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 65.
20 Perhatikan tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam lihat footnote nomor 13 halaman 6 dan juga pertimbangkan eksistensi sebuah lembaga pendidikan sebagaimana bisa di lihat footnote nomor 15 halaman 7 pada makalah ini.
21 Soebahar, Abdul Halim, Reorientasi Pendidikan Islam di Era Globalisasi, (Jember: makalah diskusi Gebyar Refleksi Tarbiyah, 2000),3
22 Soebahar, Abdul Halim, Rekontruksi Pendidikan Islam; Wacana Menyongsong Otonomi Daerah, (Jember: Jurnal Al-‘Adalah Vol. 3 Desember 2000), 60.
23 Soebahar, Abdul Halim, Pengembangan Pendidikan Islam Dalam Iklim Transisi, (Situbondo, Materi Diskusi Pendalaman dalam Upaya Peningkatan Kinerja Bidang Komisi E DPRD Kabupaten Situbondo, November 2001), 2.
24 Karena visi pada umumnya dirumuskan dalam kalimat yang filosofis, dengan memberikan inspirasi kepada misi sebagai realisasi dari visi. Deppennas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku Konsep dan Pelaksanaan, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2001), 34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar