Selasa, 14 Januari 2014

"+"

Pola Tingkatan
PENDIDIKAN ALA PESANTREN


Jenjang pendidikan dalam pondok pesantren tidak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga yang memakai sistem klasikal seperti di sekolah. Umumnya kenaikan tingkat seorang santri ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang telah dipelajarinya. Apabila seorang santri telah menguasai salah satu kitab atau beberapa kitab yang telah dipelajarinya, dan dinyatakan lulus imtihan (ujian) dari kiainya. Selanjutnya santri bisa pindah mengkaji kitab yang lain.
Pada umumnya yang mengajar pada tingkat-tingkat permulaan ialah badal , yakni pengganti atau asisten kiai yang terdiri dari santri-santri senior. Di Aceh, jenjang pendidikan dan tingkat ustad dan ulama dalam lingkungan pondok pesantren (di Aceh pesantren di sebut rangkang, meunasah atau dayah) terdiri dari:
1)    Teungku meunasah
2)    Teungku dirangkang
3)    Teungku dib alee, dan
4)    Teungku Chik
Teungku ialah panggilan untuk seorang ulama di Aceh. Gelar ini semula hanya diberikan kepada seorang yang memiliki ilmu pengetahuan agama, berakhlak dan sudah pernah menuntut ilmu pada salah satu dayah (pesantren). Fungsi dan perbedaan dari masing-masing ranking ulama dan santri yang mengaji pada ke empat macam tersebut dirinci oleh Baihaqi di dalam monografinya berjudul “Ulama dan madrasah di Aceh” diterangkan sebagai berikut:
Teungku meunasah ialah memimpin dan mengajar anak-anak seperti di tingkat permulaan (ibtidaiyah) disamping tugas-tugas kemasyarakatan lain. Pelajaran para santri pada tingkat mubtadi atau dasar ini ialah tulis baca Jawoe (tulisan Arab berbahasa melayu), juz amma, do’a dan praktek sembayang, aqidah islamiyah. Kitab yang terkenal mengenai aqidah untuk tingkat mubtadi ini ialah Masailul Muhtadi li Ikhwanil Muhtadi. Kitab ini dikarang oleh salah seorang ulama terkenal dari Aceh yakni Teungku Chik di Leupen (Syeikh Dawud Rumi atau Baba Dawud), sebuah kitab yang terkenal dan dibaca oleh hampir semua umat Islam di seluruh nusantara sampai sekarang. Kitab yang mengenai hukum Islam adalah Bidayatul Hidayah, karangan Syeikh Muhammad Zain bin Al Faqih Jalaludin.
Teungku dirangkang, mengajar santri yang telah tamat pada meunasah. Kitab yang dipakai pada tingkat rangkang semuanya berbahasa Arab, diantaranya:
a)    Nahwu, kitab-kitabnya: Tahrirul Aqwal, Matan al Ajurrumiyah dan Mutammimah.
b)   Sharaf: Matan Bina Salsalul Mudkhal, Al Kailani dan kadang-kadang sampai dengan Al Mathlub.
c)    Fiqih: Matan Taqrieb Fathul Qarieb, atau al Bajuri, fathul Mu’in atau I’anatut Thalibien.
d)   Tauhid: Matan as Sanusi, Kifayatul Awam, dan Hudhudi
e)    Ushul Fiqih: Al Waraqat, Lathaiful Isyarah, dan Ghayatul Wushul.
f)     Manthiq: Matan As Sullam dan idhahul Mubham
g)    Al Balaghah: Majmu’ Khamsir Rassail, dan al Bayan
h)   Tasawuf/ Akhlak: Maragi al Ubudiyah, dan Tanbih al Ghafilin
Teungku di balee; mengajar di balee yang di kelilingi oleh rangkang-rangkang. Para santri di rangkang, setelah menamatkan beberapa kitab tertentu, akan meningkat menjadi santri di balee. Kitab-kitab yang dipelajari di balee ialah:
a)    Nahwu: Alfiah dan khudri
b)   Sharaf: Mirahul Arwah
c)    Fiqih: al Mahalli dan Fathul Wahhab
d)   Tauhid: ad Dasuqi
e)    Ushul Fiqih: Jam’ul Jawawi
f)     Manthiq: Isaghuji, As Shabban dan As Syamsiyah
g)    Al Balaghah: Jawahir al Maknum
h)   Tasawuf: Ihya Ulumuddin
Para santri yang telah menamatkan pelajarannya pada tingkat balee sudah di beri gelar teungku dengan predikat ulama. Mereka telah mendapat kepercayaan untuk mendirikan Dayah (pesantren). Teungku Chik (guru besar). Para santri yang belajar pada teungku Chik  adalah untuk Tahasus (spesialis). Di Jawa untuk tingkat Tahasus seorang santri selain mendatangi kiai besar, juga harus memilih pondok pesantren tertentu. Misalnya, untuk mendapat ijazah Fathul Wahab dan Mahalli, seorang santri harus pergi ke pondok pesantren kiai Kholil Lasem Jawa Tengah. Guna mendalami Jami’ul Jawami dan Alfiah seorang santri datang ke pondok pesantren kiai Ma’shum Lasem, untuk mendalami Tafsir Baidhawi mengaji pada kiai Baidhowi di Lasem. Sementara untuk Hadits Bukhari Muslim harus mengaji pada Hadlratus Syeikh Hasyim Asy’ari, untuk mendapat ijazah al Asybah wan Nadzair dan Jauhar Maksum harus mengaji ke pondok pesantren Termas Pacitan Jawa Timur


Tidak ada komentar:

Posting Komentar