Selasa, 14 Januari 2014

"+"

PENANAMAN NILAI
PADA PENDIDIKAN PESANTREN


Sekilas di lembaga pendidikan pesantren, para santri hanya diajarkan penguasaan terhadap kitab-kitab klasik (kitab kuning berbahasa arab yang tidak ada syakalnya). Lebih dari itu pendidikan pesantren sangat menaruh perhatian pada pendidikan nilai. Pembinaan pribadi melalui penanaman tata nilai menjadi ciri khusus pendidikan pesantren. Keta’diman atau kepatuhan santri dan kiai menjadi model perhatian tersendiri yang dilakukan secara intensif. Keintensifan ini sangat memungkinkan, karena proses pembelajaran dilakukan dalam satu lingkungan antara kiai dan santri.
Pembentukan tata nilai dan pembiasaan di lingkungan pondok pesantren pada umumnya ditentukan oleh ketiga faktor, yaitu pertama lingkungan yang kondusif (sistem asrama/ hidup bersama). Kedua Perilaku bapak kiai menjadi sentra/ figure bagi para santri. Apa yang diajarkan dan perilaku yang dilakukan oleh sang kiai menjadi bukti kongkrit dalam kehidupan sehari-hari. untuk itu, menjadi keharusan di dalam lingkungan pondok pesantren untuk yang ketiga mengamalkan dan mempraktekkan langsung dalam sikap dan perilaku hidup sehari-hari terhadap isi (kandungan) kitab-kitab yang telah dikuasasinya.
Tata nilai dan pembiasaan yang dibentuk oleh ketiga faktor di atas telah mewujudkan ciri-ciri tersendiri dalam kehidupan pondok pesantren, yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
1.   Adanya hubungan yang akrab antara murid (santri) dengan kiai. Kiai dituntut untuk memperhatikan setiap perkembangan dan tata perilaku kehidupan para santrinya. Hal ini sangat memungkinkan karena mereka tinggal bersama dalam satu pondok atau kampus.
2.   Tunduknya santri kepada kiai. Para santri menganggap bahwa menentang kiai, selain dianggap tidak sopan juga akan berakibat tidak berkah/manfaat ilmu yang dipelajarinya selama ini. Pandangan ini menjadi doktrin tersendiri di kalangan santri. Maka otomatis ketaatan santri kepada kiai mutlak dilakukan.
3.   Sikap hidup hemat dan sederhana benar-benar dilakukan dalam kehidupan pondok pesantren. Karena awalnya pendidikan di pesantren ala kadarnya (apa adanya) berangkat dari keinginan orang tua wali santri untuk menitipkan anak-anaknya ke salah seorang kiai, yang terjadi tidak memperhatikan kemewahan dan kemegahan. Sementara pada awalnya, sang kiai juga tidak berorientasi pada kepentingan duniawi. Semua anak-anak tersebut di asuh/dididiknya sesuai dengan kemampuan materi seadanya. Ini yang pada akhirnya menjadi tren bahwa hidup di lingkungan pesantren harus siap menanggalkan kemewahan dan kemegahan. Bahwakan tidak jarang para santri laki-laki pada pagi harinya ikut membantu sang kiai untuk berwirausaha, sore sampai malam harinya baru belajar ilmu keagamaan dengan sang kiai. 
4.   Sikap hidup mandiri. Hal ini disebabkan karena para santri harus mencuci pakaiannya sendiri dan bahkan tidak sedikit dari mereka untuk memasak makanannya sendiri.
5.   Sikap hidup rukun dan saling menolong. Hal ini disebabkan karena kehidupan yang merata dikalangan para santri yang harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang sama. Tidak mengenal klas sosial, semua sama sebagai santri untuk melaksanakan kewajiban yang sama.
6.   Sikap kedisiplinan sangat kentara di lingkungan pondok pesantren. Ini terlihat dari pelaksanaan sholat yang harus dilakukan secara berjamaah. Pada jam 04.30 santri dibangunkan untuk melaksanakan sholat subuh secara berjamaah/bersama-sama dengan sang kiai.

7.   Sikap siap “menderita” untuk mencapai sesuatu tujuan merupakan salah satu pendidikan yang diperoleh santri dalam pondok pesantren. Hal ini terlihat bahwa para santri dibiasakan untuk melakukan tirakat baik melalui puasa sunah, sholat tahajud (sholat sunnah malam hari, iktikaf di masjid dengan merenungkan kebesaran dan kemurahan Allah SWT, maupun dengan amalan-amalan lainnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar