Sabtu, 18 Januari 2014

Pesantren dan Kebangkitan Nasional

"+"

PERAN PESANTREN
DALAM KEBANGKITAN NASIONAL di INDONESIA


Peranan pesantren dalam kebangkitan nasional pertama-tama dapat dilihat dari eksistensi pesantren itu sendiri. Sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, pesantren selain dikunjungi oleh anak-anak Islam dari desa-desa sekitarnya, juga dikunjungi anak-anak Islam dari kota-kota/ daerah yang lebih jauh. Terlebih lagi dengan semakin tersohornya beberapa pesantren terkemuka di pulau Jawa dengan beberapa para kiainya yang menguasai ilmu-ilmu tertentu telah menarik anak-anak Islam dari berbagai daerah dan suku bangsa di Indonesia di luar pulau Jawa untuk datang belajar dan bermukim pada pesantren tersebut. Mereka pada mondok dan belajar selama bertahun-tahun, bahkan ada yang berpuluh-puluh tahun. Selama masa belajar, mereka memupuk rasa persaudaraan dan persatuan sebagai muslim dan kader bangsa. Dalam situasi pada situasi demikian, bahasa Indonesia/Melayu telah sejak lama menjadi bahasa komunikasi mereka. Konsep nasionalisme yang lazim ditumbuhkan di kalangan pesantren ialah keharusan mencintai tanah air dan bangsa, serta mencintai sesama Muslim dari dalam dan luar negeri dan disamping itu juga keharusan mencintai sesama manusia. Para santri yang telah keluar dan kembali ke tempat daerahnya masing-masing, umumnya memiliki orientasi nasionalisme.
Maka tidak mengherankan kalau para santri begitu responsif terhadap kehadiran suatu organisasi Islam yang bertaraf Nasional. Sebaliknya sangat jarang para santri memelopori organisasi atau pergerakan berdasarkan kesukuan. Beberapa organisasi Islam tingkat Nasional yang dipelopori oleh kaum santri antara lain Sarekat Dagang Islam (kemudian menjadi Sarekat Islam), PSII, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Nahdatul Ulama’ dan beberapa organisasi politik Islam lainnya. Hal ini membuktikan bahwa dalam kalangan pesantren dengan sistem asrama dan sifat demokratisnya (artinya siapa saja boleh menjadi anggota baik dari kalangan bangsawan, petani, pedagang, rakyat jelata, dan lain sebagainya). Mereka mengambil peranan untuk menciptakan rasa persatuan dan kesadaran berbangsa.
Faktor tersebut diperkuat oleh faktor nilai-nilai yang terdapat dalam pesantren. Nilai yang bersumber dari ajaran Islam, telah membentuk watak para santri dan menimbulkan sikap:
1.   Mempererat persaudaraan dikalangan muslim Indonesia;
2.   Kepekaan terhadap harga diri sebagai bangsa;
3.   Kepekaan terhadap ketidak-adilan kaum penjajah terhadap bangsa Indonesia yang telah menimbulkan sikap non koperasi yang mendalam.


Watak yang dibentuk oleh rasa persatuan selama di pesantren, mendorong kalangan pesantren untuk bangkit mempelopori pendirian organisasi Islam di Indonesia serta sikap anti imperialisme/ penjajah. Maka terlihat bahwa sikap tersebut berangkat dari keberadaan peran pesantren di Nusantara. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar