Senin, 13 Januari 2014

Asal Usul Pesantren & Pembelajaran

"+"

ASAL MULA PESANTREN
DAN METODE PEMBELAJARAN



Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pusat penyebaran agama Islam telah berkembang semenjak masa-masa permulaan kedatangan agama Islam di Indonesia. Di pulau Jawa lembaga ini berdiri untuk pertama kalinya di zaman Walisongo, yakni Syaeh Malik Ibrahim atau lebih dikenal dengan sebutan Syaeh Maghribi. Beliau dianggap sebagai pendiri pesantren yang pertama di tanah Jawa. Sebagai ulama yang berasal dari Gujarat India, agaknya tidak sulit bagi Syaeh Malik Ibrahim mendirikan pendidikan pesantren, didalamnya akan digunakan untuk mengajarkan berbagai ajaran Islam dan pengajian, hal ini karena sebelumnya sudah ada perguruan Hindu dan Budha dengan sistem biara dan asrama sebagai tempat pendeta dan bhikshu mengajar dan belajar. Pada waktu Islam berkembang, biara dan asrama tidak berubah bentuk. Hanya namanya dikenal menjadi pesantren atau pondok yang mendi tempat tinggal dan belajar para santri. Isinya berubah dari ajaran Hindu dan Budha, diganti dengan ajaran Islam.
Seperti yang pernah dirintis oleh para wali, dalam fase (periode) selanjutnya, berdirinya sebuah pondok pesantren tidak bisa lepas dari kehadiran seorang kiai. Pada umumnya, kiai tersebut biasanya sudah pernah bermukim bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun untuk mengkaji dan mendalami pengetahuan agama Islam di Mekkah/Medinah, atau pernah mengaji pada seorang kiai terkenal di wilayah Nusantara. Lalu sang kiai tersebut menguasai beberapa atau fak keilmuan tertentu, dan selanjutnya dia bermukim pada sebuah desa. Di desa yang di mukimi (tempat tinggal) itu, ia mendirikan langgar atau surau untuk dipergunakan sholat berjama’ah.
Mula-mula jamaahnya hanya terdiri dari beberapa orang. Pada setiap menjelang atau selesai shalat bapak kiai mengadakan pengajian sekedarnya. Isi pengajian itu biasanya berkisar pada soal rukun iman, rukun islam, dan akhlak. Berkat caranya yang menarik dan keikhlasannya serta perilakunya yang sesuai dan senafas dengan isi pengajiannya, lama-lama jama’ahnya bertambah banyak. Bukan saja orang-orang dalam desa tersebut yang datang, tetapi juga orang-orang dari desa lain setelah mendengar kepandaian, keikhlasan, dan budi luhur sang kiai datang kepadanya untuk ikut mengaji.
Beberapa waktu kemudian, sebagian dari jama’ah beliau yang turut serta ikut pengajian ingin sekali menitipkan anak-anaknya kepada kiai. Demikianlah anak-anak itu datang ke pesantren atas kehendak orang tua mereka dengan harapan akan menjadi orang yang saleh, memperoleh berkah dan ridho dari bapak kiai. Semua hanya ada tiga, empat orang anak, tetapi lama kelamaan bertambah beberapa orang anak sehingga tempat sang guru sudah tidak cukup lagi.
Untuk menampung anak-anak didiknya,timbullah ide bapak kiai untuk mendirikan tempat belajar dan pemondokan. Lalu bapak kiai mengumpulkan orang tua dari anak-anak didiknya dan mengemukakan idenya. Mendengar ide bapak kiai itu serempak pihak orang tua santri mendukungnya. Maka didirikannya tempat belajar dan pemondokan para santri secara gotong royong. Dengan tanpa merasa terpaksa, semua orang tua santri dan orang-orang desa disekitarnya mengambil bagian dalam mendirikan pemondokan dan tempat belajar bagi para santri. Maka berdirilah tempat bangunan sederhana sebagai tempat belajar dan pemondokan para santri.
Berdasar pada uraian tersebut pada hakikatnya tumbuhnya suatu pesantren di mulai dengan adanya pengakuan suatu lingkungan masyarakat tertentu terhadap kelebihan seorang kiai dalam suatu disiplin keilmuan tertentu. Sehingga penduduk dalam lingkungan itu banyak yang datang untuk belajar menuntut ilmu kepadanya. Karena pengaruhnya yang cukup besar bagi masyarakat sekitarnya, maka tidak sedikit kiai dianggap sebagai cikal bakal suatu daerah atau desa tertentu.
Sebagai lembaga pendidikan agama Islam, model pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama sedangkan sumber mata pelajarannya berasal dari kitab-kitab dalam bahasa arab. Namun dalam waktu-waktu tertentu secara bergilir para santri mendapat kewajiban membantu bekerja di kebun atau sawah pak kiai. Pelajaran agama yang biasanya di kaji dalam pesantren ialah al quran, dengan tajuwid dan tafsirnya, aqaid dan ilmu kalam, fiqih dengan ushul fiqih, hadits dengan musthalah hadits, bahasa arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu, sharaf, bayan, ma’ani, badi dan arudl, tarikh, mantiq dan tasawuf. Kitab-kitab yang dikaji dalam pesantren umumnya kitab yang ditulis dalam abad Pertengahan (antara abad 12 s/d 15H), atau banyak yang menyebutnya “kitab-kitab kuning”. Metode yang lazim dipergunakan dalam pesantren ialah sorogan, dan wetonan. Metode wotonan adalah metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kiai yang menerangkan pelajaran secara kuliah. Santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan. Istilah weton berasal dari kata  wektu (Jawa) yang berarti waktu. Ini sebabnya pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardhu.

Di Jawa Barat metode tersebut dikenal dengan bandongan, sedang di Sumatera di pakai istilah halaqah. Sistem ini terkenal juga dengan sebutan balaghan. Adapun metode sorogan ialah masing-masing santri menghadap guru (kiai) satu per satu dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kiainya membacakan pelajaran berbahasa Arab kalimat demi kalimat kemudian menterjemahkannya, dan menerangkan maksudnya. Santri menyimak dan memberi catatan pada kitab yang diajarkan, sebagai wujud bahwa kitab tersebut sudah disahkan oleh sang kiai. Adapun istilah sorogan berasal dari kata sorog (Jawa) yang berarti menyodorkan kitabnya dihadapan sang kiai. Pengajian dengan metode sorogan ini merupakan pengajaran kitab yang dilakukan secara intesif sebagai proses “delivery of culture”. Metodik sorogan ini dalam dunia pendidikan modern dapat dipersamakan dengan istilah tutorship atau mentorship. Metodik pengajaran seperti ini diakui paling intensif, karena dilakukan secara perseorangan. Dalam model pengajaran yang demikian, tentu ada pembelajaran yang cukup intens antara guru dengan peserta didiknya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar