PESANTREN
SEBAGAI
LEMBAGA PENDIDIKAN TRADISIONAL ISLAM
Di
masa penyebaran Agama Islam di Indonesia, pusat-pusat pengajaran Islam
didirikan di beberapa daerah di nusantara, mulai dari Aceh, Demak, sampai ke
Makasar. Dari pusat-pusat belajar ini, Agama Islam mulai tersebar ke seluruh
kepulauan dengan di bawa oleh para saudagar Muslim. Wali, muballigh, atau ulama
telah menyediakan pendidikan bagi kaum muslim Indonesia. Setidaknya terdapat
dua model pengajaran agama Islam pada masa awal, yaitu pengajian Al quran, dan
pesantren (Muhaimin: 1995). Keduanya masih tetap eksis hingga saat ini dalam
bentuk yang beraneka ragam. Kehadiran
tipe-tipe pendidikan seperti ini sesungguhnya didasarkan pada upaya
untuk memantapkan pengajaran agama terhadap para anak-anak dan masyarakat. Ini
karena pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama masyarakat muslim. Untuk
memenuhi tanggung jawab itu, maka didirikan pendidikan yang dikenal dengan
istilah pendidikan informal.
Pengajian
Al quran merupakan pendidikan tingkat dasar bagi seseorang muslim di Indonesia.
Ini merupakan proses pembelajaran yang biasanya diselenggarakan di dalam
rumah-rumah, masjid atau muslolla. Proses yang dilakukan itu merupakan langkah
pertama dalam pendidikan anak. Sejak dini, anak-anak diperkenalkan Al quran.
Biasanya pengajian ini menekankan pada pembacaan dan isi kandungan Al quran.
Dibawah instruksi dari para orang tua muslim di rumah, anak-anak belajar cara
mengaji (membaca Al quran) yang benar, menghafal sedikit demi sedikit
surat-surat dalam Al quran dan bacaan-bacaan sehari-hari dalam sembayang
(Muhaimin, 1995). Karena ini merupakan tanggung jawab bagi setiap muslim untuk
memahami pengajaran agamanya, maka jika tidak para orang tua tidak dapat
memberikan pengajaran sendiri. Mereka akan mengirimkan atau membiarkan
anak-anak mereka pergi ke musolla/ langgar atau masjid.
Pada
pendidikan pesantren tidak ada persyaratan khusus atau peraturan yang mengikat
bagi anak-anak untuk menyelesaikan pembelajaran mereka dalam waktu tertentu,
atau bagi guru untuk mengajar, kesuksesan pembelajaran tergantung pada
anak-anak sendiri. Bagi mereka yang ingin melanjutkan pembelajaran
keagamaannya, diharapkan dapat melanjutkan di pesantren. Untuk itu pesantren
dipandang sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional. Pendirian pesantren
merupakan upaya untuk menciptakan pengaruh yang penting dalam pengembangan
Muslim Indonesia, karena pesantren tidak hanya melayani masyarakat sebagai lembaga
pendidikan dan keagamaan, tetapi juga sebagai lembaga sosial.
Pesantren
di beberapa segi terbangun sebagai manifestasi dari dua keinginan yang berpadu:
(1) keinginan atau hasrat mereka yang ingin mendapatkan pengajaran dan
pengetahuan agama agar dapat hidup tentram dan mendapat pahala dari Tuhan; (2)
hasrat mereka yang ingin mencari keridhaan dan pahala dari Tuhan melalui
pemberian pengajaran kepada orang lain (mastuhu, 1994). Sisi lain tujuan utama
pendirian pesantren adalah 1) untuk mempersiapkan santri dalam memahami dan
menguasai pengajaran dan studi Islam (tafaqquh
fiddin); 2) untuk menyebarkan dan mendakwahkan pemahaman ajaran Islam
kepada masyarakat muslim; dan 3) sebagai benteng pertahanan masyarakat di
bidang etika, moral dan akhlak. Sejalan dengan tujuan ini, maka seluruh materi
pendidikan yang diajarkan di pesantren di ambil dari materi-materi keagamaan
yang langsung diperoleh dari buku-buku atau naskah klasik berbahasa Arab
(dikenal istilah kitab kuning). Hal ini dapat diartikan bahwa pesantren tidak
hanya memiliki keaslian pengajaran Islam (tradisional/sunnah Islam), tetapi
juga mempunyai akar kesejarahan dan otentisitas Indonesia (Nurcholis Majid,
1985).
Pesantren
memiliki tempat tersendiri sebagai sebuah lembaga pendidikan, karena tidak
hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai tempat pengembangan
nilai-nilai keagamaan. Tentunya hal ini membantu mereka yang ingin menyerap
nilai-nilai keislaman secara menyeluruh. Fenomena ini dipandang oleh sebagaian
masyarakat bahwa metode yang digunakan di pesantren akan sulit menciptakan
hasil yang baik. Ini karena sistem pendidikan pesantren tidak mengakomodir
sistem pendidikan modern. Maka sifat tradisionalitas pesantren menjadi melekat
dalam sistem pendidikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar