PERAN PESANTREN
DALAM KEBANGKITAN NASIONAL di INDONESIA
Peranan
pesantren dalam kebangkitan nasional pertama-tama dapat dilihat dari eksistensi
pesantren itu sendiri. Sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia,
pesantren selain dikunjungi oleh anak-anak Islam dari desa-desa sekitarnya,
juga dikunjungi anak-anak Islam dari kota-kota/ daerah yang lebih jauh.
Terlebih lagi dengan semakin tersohornya beberapa pesantren terkemuka di pulau
Jawa dengan beberapa para kiainya yang menguasai ilmu-ilmu tertentu telah menarik
anak-anak Islam dari berbagai daerah dan suku bangsa di Indonesia di luar pulau
Jawa untuk datang belajar dan bermukim pada pesantren tersebut. Mereka pada
mondok dan belajar selama bertahun-tahun, bahkan ada yang berpuluh-puluh tahun.
Selama masa belajar, mereka memupuk rasa persaudaraan dan persatuan sebagai
muslim dan kader bangsa. Dalam situasi pada situasi demikian, bahasa Indonesia/Melayu
telah sejak lama menjadi bahasa komunikasi mereka. Konsep nasionalisme yang
lazim ditumbuhkan di kalangan pesantren ialah keharusan mencintai tanah air dan
bangsa, serta mencintai sesama Muslim dari dalam dan luar negeri dan disamping
itu juga keharusan mencintai sesama manusia. Para santri yang telah keluar dan
kembali ke tempat daerahnya masing-masing, umumnya memiliki orientasi
nasionalisme.
Maka
tidak mengherankan kalau para santri begitu responsif terhadap kehadiran suatu
organisasi Islam yang bertaraf Nasional. Sebaliknya sangat jarang para santri
memelopori organisasi atau pergerakan berdasarkan kesukuan. Beberapa organisasi
Islam tingkat Nasional yang dipelopori oleh kaum santri antara lain Sarekat
Dagang Islam (kemudian menjadi Sarekat Islam), PSII, Muhammadiyah, Persatuan
Islam, Nahdatul Ulama’ dan beberapa organisasi politik Islam lainnya. Hal ini
membuktikan bahwa dalam kalangan pesantren dengan sistem asrama dan sifat
demokratisnya (artinya siapa saja boleh menjadi anggota baik dari kalangan
bangsawan, petani, pedagang, rakyat jelata, dan lain sebagainya). Mereka
mengambil peranan untuk menciptakan rasa persatuan dan kesadaran berbangsa.
Faktor
tersebut diperkuat oleh faktor nilai-nilai yang terdapat dalam pesantren. Nilai
yang bersumber dari ajaran Islam, telah membentuk watak para santri dan
menimbulkan sikap:
1.
Mempererat persaudaraan dikalangan
muslim Indonesia;
2.
Kepekaan terhadap harga diri sebagai
bangsa;
3.
Kepekaan terhadap ketidak-adilan kaum
penjajah terhadap bangsa Indonesia yang telah menimbulkan sikap non koperasi
yang mendalam.
Watak
yang dibentuk oleh rasa persatuan selama di pesantren, mendorong kalangan
pesantren untuk bangkit mempelopori pendirian organisasi Islam di Indonesia
serta sikap anti imperialisme/ penjajah. Maka terlihat bahwa sikap tersebut berangkat dari keberadaan peran pesantren di Nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar