Pesantren
Dalam Pengembangan
Pendidikan
di Indonesia
Pesantren
seharusnya saat ini berperan sebagai subsistem dalam pengembangan pendidikan di
Indonesia. Keberadaan lembaga pesantren telah berperan sebagai cabang dari
sistem pendidikan nasional. Keberadaan yang demikian layak disematkan karena
kenyataannya ribuan jumlah pesantren telah memenuhi banyak area di Indonesia
yang tidak terjangkau oleh sekolah. Bahkan peranan pendidikan pesantren telah
ada, jauh sebelum lembaga pemerintah yang mengurusi pendidikan berdiri. Dalam
kaijian tentang pesantren, keberadaannya saat ini antara lain pertama sebagai upaya pengembangan
pendidikan nasional tentunya memerlukan instrumen sebagai media untuk
menerapkan misinya. Instrumen atau sarana dan prasarana bagi proses pendidikan
perlu dibangun atau disediakan, seperti bangunan sekolah dan fasilitas lainnya,
baik formal maupun informal. Kiai, ulama, dan masyarakat secara umum di
beberapa tempat tertentu membangun pesantren agar masyarakat memiliki sarana
sendiri dalam rangka mencerdaskan kehidupan mereka. Dalam kasus ini, peranan
pesantren sebagai instrumen pendidikan nasional adalah aktif.
Kedua sebagai
penyelenggara pendidikan agama. Pesantren secara sensual mengembangkan
pendidikan berbasis motivasi agama. Pesantren dibangun untuk secara efektif mengembangkan
upaya penyebaran dan dakwah Islam. Untuk hasil ini, pesantren menekankan
pengembangan pengetahuan, etika dan keterampilan yang dibingkai dalam
pengajaran agama. Tujuan utama pengajaran semacam ini adalah untuk membentuk
manusia Indonesia yang memiliki ketinggian moral dan konsisten dalam
menjalankan kebaikan. Sejalan dengan salah satu penetapan dalam tujuan
pendidikan nasional yang ingin menciptakan manusia Indonesia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan. Oleh karena itu, pengajaran agama dikembangkan secara
terpadu baik yang diselenggarakan di sekolah atau madrasah sebagai lembaga
formal, ataupun pesantren sebagai lembaga informal dalam pendidikan.
Ketiga dalam
realitas, masih terdapat banyak orang yang tidak menyadari pentingnya
pendidikan. Ini disebabkan karena ketiadaan lembaga-lembaga pendidikan di
tempat-tempat tertentu dan karena kurangnya fasilitas yang mendukung program
kependidikannya. Di komunitas tertentu bahkan ada kecenderungan untuk
mengirimkan anak-anak ke pesantren yang jauh dari daerah tempat tinggalnya. Hal
ini semata-mata tidak karena biaya pesantren lebih murah daripada lembaga
pendidikan lainnya, tetapi karena adanya kepercayaan dari masyarakat bahwa hal
yang paling utama bagi anak-anak adalah pengajaran agama. Kenyataan ini tidak
serta merta bearti bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan alternatif akan
menghambat pengembangan lembaga-lembaga pendidikan formal. Namun sesungguhnya
ini menunjukkan bahwa pesantren memiliki massanya tersendiri.
Keempat salah
satu tujuan pendidikan nasional adalah untuk menciptakan manusia Indonesia yang
memiliki kepercayaan diri dan rasa tanggungjawab pada komunitas dan bangsanya.
Diketahui bahwa pendidikan di pesantren mengembangkan pola pikir dan kebiasaan
santri untuk hidup dalam kemandirian, untuk meningkatkan keterampilan, dan
untuk memiliki semangat kewiraswastaan. Santri hidup bersama dan dilatih bertanggungjawab
terhadap teman-teman sesama santri. Di
beberapa pesantren, pembekalan terhadap santri melalui usaha kewiraswastaan
diajarkan dan diterapkan baik dalam skala kecil maupun mengembangkan bisnis
dalam skala besar di pesantren. Ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan umum
yang mensyaratkan setiap individu memiliki keterampilan tertentu yang dapat
dikembangkan setelah lulus sebagai bekalnya di masa depan, disamping
pengetahuan agama.
Berkaitan
dengan hubungan antara lembaga pendidikan dan masyarakat, setidaknya ada tiga
pandangan yang berbeda. Pertama adalah bahwa lembaga pendidikan merupakan
instrumen atau sarana masyarakat dalam upaya menyebarkan dan menyiarkan
pengetahuan dan nilai-nilai yang penting bagi kelangsungan dan kestabilan
masyarakat. kedua adalah bahwa
lembaga pendidikan, terutama pada era perubahan, adalah salah satu agen yang
penting untuk membantu terlaksananya perubahan yang radikal. Dalam pandangan
ini, lembaga pendidikan tidak hanya menjadi instrumental yang membawa perubahan
saja, tetapi juga harus melakukan perubahan sendiri sebagai upaya penyesuaian
dan pemeloporan. Ketiga adalah bahwa
seharusnya ada hubungan interaksi yang dinamis antara lembaga pendidikan dan
masyarakat. Keberadaan lembaga pendidikan mendapat pengaruh dari masyarakat,
ini karena pendidikan merupakan bagian dari masyarakat, dan diharapkan mampu
memberikan pengaruh kepada masyarakat untuk membawa perubahan yang diinginkan. Yang
paling penting adalah konstruksi budaya masyarakat masih memandang pesantren
sebagai pusat pengembangan dan peningkatan pendidikan keagamaan. Disamping itu,
juga sebagai agen pengembangan dan transformasi bagi komunitasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar