Keutamaan Penerapan
GAGASAN DESENTRALISASI
PENDIDIKAN
Pendidikan
merupakan domain penting dalam dinamika peradaban sebuah bangsa. Sebuah bangsa
akan maju apabila pendidikannya berkualitas. Tentunya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi diperlukan
kerja keras dan pro aktif semua kalangan. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab
pemerintah semata. Rendahnya mutu pendidikan nasional tidak bisa sepenuhnya
divonis sebagai dosa pemerintah yang salah urus terhadap pendidikan, walaupun
pemerintah memang menjadi aktor utama yang sangat menentukan terhadap mutu
pendidikan Indonesia. Untuk itu, perlu diagnosis jitu untuk mengetahui penyebab
mengapa pendidikan Indonesia terpuruk hingga titik nadir. Baru setelah itu bisa
ditentukan ramuan apa yang paling mas untuk mengobati pendidikan yang sedang
sakit itu.
Dari
sejumlah analisis para pakar pendidikan ditemukan bahwa salah satu penyebab
terpuruknya pendidikan di Indonesia adalah karena selama ini pendidikan
ditangani oleh pusat. Mulai dari kurikulum, buku ajar, evaluasi, distribusi
tenaga pendidik, bahkan biaya pun diurus oleh pusat. Daerah tidak memiliki
wewenang apa-apa dalam pendidikan. Daerah harus menjalankan konsep tunggal yang
sudah digariskan oleh pusat. Pada titik inilah daerah kehilangan
kreatifitasnya. Daerah sudah terbiasa membeo dan menunggu kebijakan dari pusat.
Pemerintah pusat seakan-akan memperlakukan daerah seperti anak kecil yang tidak
bisa berbuat apa dalam sektor peting seperti pendidikan.
Untuk
itu, seiring diterapkannya desentralisasi pemerintahan, muncul pemikiran
mengenai desentralisasi pendidikan. Secara sektoral, desentralisasi pendidikan
diartikan sebagai sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang
menekankan kepada kebhinnekaan. Gagasan ini dilatarbelakangi oleh pemikiran
bahwa setiap daerah memiliki sejarahnya sendiri, kondisi dan potensinya sendiri
yang berbeda satu sama lain. Daerahlah yang lebih banyak mengetahui keadaan
dirinya, permasalahan dan aspirasi masyarakatnya. Daerah yang bersangkutan
seyogyanya mampu untuk menyusun rencana, merumuskan kebijakan dan mengambil
keputusan serta menentukan langkah-langkah pendidikannya. Meskipun demikian,
desentralisasi pendidikan tidak berarti menciutkan substansi pendidikan menjadi
substansi yang bersifat lokal dan sempit, atau pendidikan menjadi berorientasi
primordial yang dapat menumbuhkan sentimen kedaerahan.
Desentralisasi
pendidikan bisa diartikan sebagai pelimpahan wewenang yang lebih luas kepada
daerah untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusannya sendiri dalam
mengatasi permasalahan yang dihadapinya dalam pendidikan, dengan tetap mengacu
pada tujuan pendidikan nasional sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan
pembangunan nasional.
Dalam
pengertian ini, desentralisasi pendidikan akan mendorong terciptanya
kemandirian dan rasa percaya yang tinggi dari pemerintah daerah yang pada
gilirannya mereka akan berlomba meningkatkan pelayanan pendidikan bagi
masyarakat di daerahnya sendiri. Persaingan yang sehat dan kerjasama antar
daerah diharapkan terus tumbuh dalam suasana keterbukaan komunikasi antar
daerah yang dijiwai dengan semangat persatuan dan kesatuan dalam rangka
mewujudkan pembangunan nasional yang bercirikan keragaman daerah. Sementara itu
pemerintah pusat memainkan peranan yang sangat menentukan untuk memberikan
perimbangan kepada daerah yang memiliki sumber daya yang terbatas. Dengan
mekanisme penyelenggaraan pendidikan yang demikian, pelayanan pendidikan
diharapkan lebih efektif dan efisien, karena daerah tidak tergantung atau
menunggu kebijakan pusat untuk keperluan daerahnya.
H.A.R.
Tilaar (2002) melihat ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi
pendidikan, yaitu pembangunan masyarakat demokrasi, pembangunan social
capital, dan peningkatan daya saing bangsa.
1. Masyarakat Demokrasi
Masyarakat
demokrasi atau dalam khazanah bahasa kita dikenal dengan civil society adalah
suatu masyarakat yang antara lain mengakui akan hak-hak asasi manusia. Civil
society adalah masyarakat yang terbuka di mana setiap anggotanya merupakan
pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya
sendiri. Pemerintahan di dalam civil society adalah pemerintahan yanh
dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyatnya sendiri. Masyarakat
demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang baik (good government) dan
pemerintahan yang bersih (celan governance).
Masyarakat
terbuka mengakui akan perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakatnya.
Perbedaan-perbedaan itu justeru merupakan kekuatan dalam civil society.
Perbedaan pendapat diakui dan oleh sebab itu diperlukan suatu sikap toleransi
yang tinggi. Tanpa toleransi tidak mungkin terwujud suatu masyarakat
demokratis. Dengan dalih untuk stabilisasi dan keamanan, hak-hak manusia kadang
dikorbankan.
Masyarakat
demokratis sangat menjunjung tinggi perbedaan pendapat dan tunduk terhadap
keputusan bersama yang telah diambil oleh semua anggota. Dalam masyarakat ini
dituntut adanya tanggung jawab individu dan tanggung jawab sosial dari
masing-masing anggotanya dalam melaksanakan keputusan bersama tersebut.
Sikap
serta nilai yang telah diuraikan di atas yang merupakan ciri khas dari
masyarakat demokrasi tidak datang dengan sendirinya tetapi merupakan suatu
proses. Proses tersebut adalah proses pendidikan. Civil society tidak
lahir dengan sendirinya karena memerlukan suatu sistem nilai yang berbeda
dengan masyarakat otoriter. Oleh karena itu transisi dari masyarakat Orde Baru
yang serba otoriter dan sentralistis menuju pada masyarakat demokratis yang
mengakui akan hak-hak asasi manusia dan menghargai adanya perbedaan antar
anggotanya memerlukan suatu proses yang bernama pendidikan.
Pendidikan
dasar yang merupakan hak dari semua warga negara merupakan pondasi dari suatu
masyarakat demokratis. Oleh sebab itu, pendidikan dasar yang bebas (free
basic education) harus dijadikan prioritas utama dalam membangun masyarakat
Indonesia baru, yaitu masyarakat yang demokratis.
Perubahan
dari pemerintahan yang sentralistis ke pemerintahan yang memberikan otonomi
luas kepada daerah menuntut suatu persiapan. Lembaga-lembaga sosial yang ada
harus dirombak dengan menggunakan paradigma baru. Perubahan paradigma kehidupan
bermasyarakat tersebut memang tidak mudah dicapai. Selama bertahun-tahun
paradigma lama yang berdasarkan kekuasaan telah mengakar dan membudaya.
Karenanya, perubahan kearah masyarakat yang demokratis memerlukan
pemimpin-pemimpin baru.
Pemimpin-pemimpin
masa Orde Baru tentu sulit untuk serta merta mengubah dirinya dengan
menggunakan paradigma baru. Pembangunan masyarakat demokrasi meminta suatu
generasi pemimpin yang baru, yaitu seorang pemimpin demokratis, yang terbuka,
dan bebas dari virus KKN. Sebab itu, masa transisi sekarang ini meminta
sekurang-kurangnya satu generasi di dalam pembinaannya. Akan muncul
pemimpin-pemimpin masyarakat yang menghayati nilai-nilai demokrasi, dan sosok
pemimpin yang demikian hanya dihasilkan melalui sistem pendidikan dan penyelenggaraan
pendidikan yang sesuai.
2. Pengembangan “Social
Capital”
Para
ahli ekonomi seperti Amartya Sen, penenang hadian Nobel Ekonomi tahun 1998,
menekankan kepada nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk social capital yang menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi dan
kehidupan yang lebih manusiawi. Demokrasi sebagai social capital hanya
dapat dikembangkan melalui proses pendidikan yang menghormati nilai-nilai
demokrasi tersebut. Suatu proses belajar yang tidak menghargai akan kebebasan
berpikir kritis tidak mungkin menghidupkan nilai-nilai demokrasi sebagai social
capital suatu bangsa.
Sistem
pendidikan yang sentralistis yang mematikan kemampuan berinovasi tentunya tidak
sesuai dengan penembangan suatu masyarakat demokrasi yang terbuka. Oleh sebab
itu, desentralisasi pendidikan berarti lebih mendekatkan proses pendidikan
kepada rakyat sebagai empunya pendidikan itu sendiri. Rakyat harus
berpartisipasi di dalam pembentukan social capital tersebut. Ikut
sertanya rakyat di dalam penyelenggaraan pendidikan dalam suatu masyarakat
demokratis berarti pula rakyat ikut membnina lahirnya social capital dari
suatu bangsa.
Selanjutnya para ahli seperti Fukuyama
mengatakan bahwa social capital yang tidak kalah pentingnya dalam
masyarakat demokratis adalah adanya rasa saling mempercayai (trust). Fukuyama
memberi solusi kepada tesis Huntington yang mengatakan akan terjadi
benturan-benturan kebudayaan manusia. Di dalam masyarakat dunia yang demokratis
perlu ditumbuhkan sikap saling percaya, menghargai adanya perbedaan dan
keyakinan akan adanya kesamaan-kesamaan terhadap nilai-nilai universal.
Peran
pendidikan di dalam menumbuhkan keyakinan terhadap perlu adanya nilai-nilai
universal seperti nilai-nilai persatuan bangsa adalah sangat besar. Di
negara-negara maju seperti Masyarakat Bersama Eropa (European Union)
sangat memperhatikan peranan pendidikan di dalam persatuan Eropa. Persatuan
Eropa, menurut negarawannya, hanya dapat diwujudkan melalui proses pendidikan.
Pendidikan dianggap sebagai sarana kohesi sosial (social cohesiveness).
3. Pengembangan Daya Saing Bagsa
Di
dalam suatau masyarakat demokratis setiap anggotanya dituntut partisipasi
optimal dalam mengembangkan kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Di dalam
kehidupan bersama tersebut diperlukan kemampuan daya saing tinggi di dalam
kerja sama. Di dalam suatu masyarakat otoriter dan statis, daya saing tidak
mempunyai tempat. Oleh karena itu, perkembangan masyarakat sangat lamban.
Masyarakat bergerak dengan komando dan oleh sebab itu sikap masa bodoh dan menunggu
merupakan ciri dari suatu masyarakat otoriter.
Daya
saing di dalam suatu masyarakat bukanlah kemampuan untuk saling membunuh dan
saling menyingkirkan satu dengan yang lain, tetapi dalam rangka kerja sama yang
semakin lama semakin meningkat mutunya. Dunia terbuka, dunia yang telah menjadi
kampung global (global village) menuntut kemampuan daya saing dari
setiap individu, setiap masyarakat, bahkan setiap bangsa. Eksistensi suatu
masyarakat dan bangsa hanya dapat terjamin apabila dia terus-menerus
memperbaiki diri dan meningkatkan kemampuannya. Diantara faktor-faktor yang
sangat menentukan daya saing tersebut adalah intelegensi, informasi, ide baru
dan inovasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar