Pola Tingkatan
PENDIDIKAN ALA PESANTREN
Jenjang pendidikan dalam pondok
pesantren tidak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga yang memakai sistem
klasikal seperti di sekolah. Umumnya kenaikan tingkat seorang santri ditandai
dengan tamat dan bergantinya kitab yang telah dipelajarinya. Apabila seorang
santri telah menguasai salah satu kitab atau beberapa kitab yang telah
dipelajarinya, dan dinyatakan lulus imtihan
(ujian) dari kiainya. Selanjutnya santri bisa pindah mengkaji kitab yang
lain.
Pada umumnya yang mengajar pada
tingkat-tingkat permulaan ialah badal ,
yakni pengganti atau asisten kiai yang terdiri dari santri-santri senior. Di
Aceh, jenjang pendidikan dan tingkat ustad dan ulama dalam lingkungan pondok
pesantren (di Aceh pesantren di sebut rangkang, meunasah atau dayah) terdiri
dari:
1) Teungku meunasah
2) Teungku dirangkang
3) Teungku dib alee, dan
4) Teungku Chik
Teungku ialah panggilan untuk seorang
ulama di Aceh. Gelar ini semula hanya diberikan kepada seorang yang memiliki
ilmu pengetahuan agama, berakhlak dan sudah pernah menuntut ilmu pada salah
satu dayah (pesantren). Fungsi dan
perbedaan dari masing-masing ranking ulama dan santri yang mengaji pada ke
empat macam tersebut dirinci oleh Baihaqi di dalam monografinya berjudul “Ulama
dan madrasah di Aceh” diterangkan sebagai berikut:
Teungku meunasah ialah memimpin dan mengajar anak-anak seperti di
tingkat permulaan (ibtidaiyah)
disamping tugas-tugas kemasyarakatan lain. Pelajaran para santri pada tingkat mubtadi atau dasar ini ialah tulis baca
Jawoe (tulisan Arab berbahasa melayu), juz amma, do’a dan praktek sembayang,
aqidah islamiyah. Kitab yang terkenal mengenai aqidah untuk tingkat mubtadi ini ialah Masailul Muhtadi li Ikhwanil Muhtadi. Kitab ini dikarang oleh salah
seorang ulama terkenal dari Aceh yakni Teungku Chik di Leupen (Syeikh Dawud
Rumi atau Baba Dawud), sebuah kitab yang terkenal dan dibaca oleh hampir semua
umat Islam di seluruh nusantara sampai sekarang. Kitab yang mengenai hukum
Islam adalah Bidayatul Hidayah,
karangan Syeikh Muhammad Zain bin Al Faqih Jalaludin.
Teungku dirangkang, mengajar santri yang telah tamat pada meunasah. Kitab yang dipakai pada
tingkat rangkang semuanya berbahasa Arab, diantaranya:
a) Nahwu, kitab-kitabnya: Tahrirul Aqwal, Matan al Ajurrumiyah dan Mutammimah.
b) Sharaf: Matan
Bina Salsalul Mudkhal, Al Kailani dan kadang-kadang sampai dengan Al Mathlub.
c) Fiqih: Matan
Taqrieb Fathul Qarieb, atau al
Bajuri, fathul Mu’in atau I’anatut
Thalibien.
d) Tauhid: Matan
as Sanusi, Kifayatul Awam, dan Hudhudi
e) Ushul Fiqih: Al
Waraqat, Lathaiful Isyarah, dan Ghayatul
Wushul.
f) Manthiq: Matan
As Sullam dan idhahul Mubham
g) Al Balaghah: Majmu’
Khamsir Rassail, dan al Bayan
h) Tasawuf/ Akhlak: Maragi al Ubudiyah, dan Tanbih
al Ghafilin
Teungku di balee; mengajar di balee yang di kelilingi oleh
rangkang-rangkang. Para santri di rangkang,
setelah menamatkan beberapa kitab tertentu, akan meningkat menjadi santri di
balee. Kitab-kitab yang dipelajari di balee ialah:
a) Nahwu: Alfiah
dan khudri
b) Sharaf: Mirahul
Arwah
c) Fiqih: al
Mahalli dan Fathul Wahhab
d) Tauhid: ad
Dasuqi
e) Ushul Fiqih: Jam’ul
Jawawi
f) Manthiq: Isaghuji,
As Shabban dan As Syamsiyah
g) Al Balaghah: Jawahir
al Maknum
h) Tasawuf: Ihya
Ulumuddin
Para santri yang telah menamatkan
pelajarannya pada tingkat balee sudah di beri gelar teungku dengan predikat
ulama. Mereka telah mendapat kepercayaan untuk mendirikan Dayah (pesantren). Teungku Chik (guru besar). Para
santri yang belajar pada teungku Chik
adalah untuk Tahasus (spesialis). Di Jawa untuk tingkat Tahasus seorang
santri selain mendatangi kiai besar, juga harus memilih pondok pesantren
tertentu. Misalnya, untuk mendapat ijazah Fathul Wahab dan Mahalli, seorang
santri harus pergi ke pondok pesantren kiai Kholil Lasem Jawa Tengah. Guna
mendalami Jami’ul Jawami dan Alfiah seorang santri datang ke pondok pesantren
kiai Ma’shum Lasem, untuk mendalami Tafsir Baidhawi mengaji pada kiai Baidhowi
di Lasem. Sementara untuk Hadits Bukhari Muslim harus mengaji pada Hadlratus
Syeikh Hasyim Asy’ari, untuk mendapat ijazah al Asybah wan Nadzair dan Jauhar Maksum
harus mengaji ke pondok pesantren Termas Pacitan Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar