PENANAMAN
NILAI
PADA PENDIDIKAN PESANTREN
Sekilas di lembaga pendidikan
pesantren, para santri hanya diajarkan penguasaan terhadap kitab-kitab klasik
(kitab kuning berbahasa arab yang tidak ada syakalnya).
Lebih dari itu pendidikan pesantren sangat menaruh perhatian pada pendidikan
nilai. Pembinaan pribadi melalui penanaman tata nilai menjadi ciri khusus
pendidikan pesantren. Keta’diman atau kepatuhan santri dan kiai menjadi model
perhatian tersendiri yang dilakukan secara intensif. Keintensifan ini sangat
memungkinkan, karena proses pembelajaran dilakukan dalam satu lingkungan antara
kiai dan santri.
Pembentukan tata nilai dan pembiasaan
di lingkungan pondok pesantren pada umumnya ditentukan oleh ketiga faktor,
yaitu pertama lingkungan yang kondusif (sistem asrama/ hidup bersama). Kedua Perilaku bapak kiai menjadi sentra/ figure bagi para santri. Apa
yang diajarkan dan perilaku yang dilakukan oleh sang kiai menjadi bukti
kongkrit dalam kehidupan sehari-hari. untuk itu, menjadi keharusan di dalam
lingkungan pondok pesantren untuk yang ketiga
mengamalkan dan mempraktekkan
langsung dalam sikap dan perilaku hidup sehari-hari terhadap isi
(kandungan) kitab-kitab yang telah dikuasasinya.
Tata nilai dan pembiasaan yang
dibentuk oleh ketiga faktor di atas telah mewujudkan ciri-ciri tersendiri dalam
kehidupan pondok pesantren, yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
1. Adanya hubungan yang akrab antara murid (santri)
dengan kiai. Kiai dituntut untuk memperhatikan setiap perkembangan dan tata
perilaku kehidupan para santrinya. Hal ini sangat memungkinkan karena mereka
tinggal bersama dalam satu pondok atau kampus.
2. Tunduknya santri kepada kiai. Para santri
menganggap bahwa menentang kiai, selain dianggap tidak sopan juga akan
berakibat tidak berkah/manfaat ilmu yang dipelajarinya selama ini.
Pandangan ini menjadi doktrin tersendiri di kalangan santri. Maka otomatis
ketaatan santri kepada kiai mutlak dilakukan.
3. Sikap hidup hemat dan sederhana benar-benar
dilakukan dalam kehidupan pondok pesantren. Karena awalnya pendidikan di
pesantren ala kadarnya (apa adanya) berangkat dari keinginan orang tua wali
santri untuk menitipkan anak-anaknya ke salah seorang kiai, yang terjadi tidak
memperhatikan kemewahan dan kemegahan. Sementara pada awalnya, sang kiai juga tidak
berorientasi pada kepentingan duniawi. Semua anak-anak tersebut di
asuh/dididiknya sesuai dengan kemampuan materi seadanya. Ini yang pada akhirnya
menjadi tren bahwa hidup di lingkungan pesantren harus siap menanggalkan
kemewahan dan kemegahan. Bahwakan tidak jarang para santri laki-laki pada pagi
harinya ikut membantu sang kiai untuk berwirausaha, sore sampai malam harinya
baru belajar ilmu keagamaan dengan sang kiai.
4. Sikap hidup mandiri. Hal ini disebabkan karena
para santri harus mencuci pakaiannya sendiri dan bahkan tidak sedikit dari
mereka untuk memasak makanannya sendiri.
5. Sikap hidup rukun dan saling menolong. Hal ini
disebabkan karena kehidupan yang merata dikalangan para santri yang harus
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang sama. Tidak mengenal klas sosial, semua
sama sebagai santri untuk melaksanakan kewajiban yang sama.
6. Sikap kedisiplinan sangat kentara di lingkungan
pondok pesantren. Ini terlihat dari pelaksanaan sholat yang harus dilakukan
secara berjamaah. Pada jam 04.30 santri dibangunkan untuk melaksanakan sholat
subuh secara berjamaah/bersama-sama dengan sang kiai.
7. Sikap siap “menderita” untuk mencapai sesuatu
tujuan merupakan salah satu pendidikan yang diperoleh santri dalam pondok
pesantren. Hal ini terlihat bahwa para santri dibiasakan untuk melakukan
tirakat baik melalui puasa sunah, sholat tahajud (sholat sunnah malam hari,
iktikaf di masjid dengan merenungkan kebesaran dan kemurahan Allah SWT, maupun
dengan amalan-amalan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar