MEMBANGUN
PARADIGMA
PENDIDIKAN
ISLAM MODERN
A.
Pendahuluan
Gerakan globalisasi dan liberasi perdagangan
Internasional sedang berlangsung di pentas dunia, yang disertai dengan dampak
yang luas bagi kehidupan manusia disegala aspek1.
Maka, bukan tidak mungkin pengaruh dari globalisasi dan perdagangan bebas ini,
perlu mempersiapkan segala sesuatu dengan baik, agar mampu mengantisipasi segala kemungkinan yang
terjadi2.
Sedangkan kalimat globalisasi menurut Ishomuddin,
berasal dari kata “Globe” yang
berarti “baca dunia”, sehingga globalisasi disebut pula sebagai gerakan
mendunia, yakni suatu perkembangan sistem dan nilai-nilai kehidupan yang
bersifat global3.
Apabila demikian yang terjadi, hal ini menjadi
runtuhnya sekat yang membatasi pergaulan
antar bangsa, apakah itu sekat ekonomi,
politik, sosial dan
budaya,
karena akibat dari pengaruh gerakan globalisasi tersebut. Yang secara mendasar
di bidang perekonomian4
negara-negara di dunia, berkembang secara ekspansif (meluas). Arus barang,
jasa, modal, tehnologi5 dan
informasi semakin meningkat, dikarenakan banyak negara di dunia semakin
terbuka. Kekhawatiran yang terjadi adalah timbulnya jurang pemisah yang semakin
melebar antara negara-negara maju dan negara-negara sedang berkembang bahkan
bagi negara miskin (terlebih lagi negara yang masih konflik) sungguh naif nasibnya.
Begitulah
masyarakat global diera globalisasi dewasa ini. Apalagi ditopang oleh kemajuan
tehnologi, khususnya tehnologi komunikasi maka, seolah-olah manusia dengan yang
lainnya menjadi dekat (menyatu) dalam satu keluarga. Tidak ada lagi sudut-sudut
di bumi ini yang terisolasi berkat kemajuan tehnologi komunikasi. Sehingga
manusia yang hidup dibelahan dunia manapun seakan tanpa sekat, akibat
menipisnya batas-batas kenegaraan suatu bangsa dan akan terciptanya suatu
sistem interaksi antar manusia dalam jagad raya secara lebih intensif, tentu
dalam dimensi yang lebih luas.
Akibat
perluasan interaksi antar manusia bukan hanya dalam bentuk jaringan kerjasama
saja, tetapi juga menimbulkan persaingan yang ekstra ketat. Artinya
kekompleksitasan lingkungan akibat persaingan global akan menimbulkan tantangan
yang lebih berat, maka saat ini bagaimana cara atau strategi untuk meningkatkan
strandard produk, jasa maupun kapabilitas seseorang dalam action untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat pada umumnya.
Sebagaimana digambarkan oleh Sukiswo Dirdjopuparto yang dikutip oleh
Ishomuddin, ini merupakan progressive
problem yang memerlukan kemampuan belajar dan kreatifitas lebih tinggi,
ibarat pertandingan tingkat nasional berubah pada tingkat internasional, tentu
persaingan akan lebih berat6.
Dari uraian
tersebut diatas bahwa globalisasi akan membawa sekian implikasi yang berupa
pergeseran sistem dan nilai dalam setiap dimensi kehidupan umat manusia.
Implikasi tersebut mempunyai aspek positif dengan suatu gambaran terciptanya
masyarakat yang mega kompetitif artinya menumbuhkan semangat bagi setiap
individu untuk selalu tampil secara kompetitif. Sedangkan implikasi negatif
secara mendasar, bahwa tekanan kapitalisme internasional yang tidak ditopang
oleh kesiapan SDM yang memadai akan menjadi obyek semata dan menimbulkan budaya
konsumeristik serta materialistik. Maka Guna mengantisipasi untuk memperoleh
manfaat dan juga bisa terlindung atau bahkan terhindar dari dampak negatif itu,
masyarakat membutuhkan SDM yang tidak hanya bertaraf lokal, tetapi bertaraf
Internasional, SDM yang tidak hanya berteori semata tetapi juga handal dalam
prakteknya, SDM yang memiliki pengetahuan luas dan berkualitas tinggi sesuai
dengan tuntutan zamannya.
B. Peranserta Pendidikan Bagi
Kehidupan Manusia
Untuk
menciptakan manusia yang berkualitas disegala bidang, diperlukan sebuah proses,
dan proses itu tidak serta merta ada dengan sendirinya tanpa adanya suatu
“rekayasa”, yang tentunya di manaj dengan tepat dalam “kawah candradimuka” yakni
sebuah pendidikan7 yang kondusif. Yang ini
kemudian semakin berkualitas pendidikan yang diperoleh tentu dengan sendirinya
akan semakin tegar dan berkualitas juga gagasannya dalam menjawab kebutuhan
zaman8. Untuk itu pendidikan merupakan cara
strategis dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspeknya.
Dalam sejarah umat manusia9, hampir
semua umat manusia yang menggunakan pendidikan sebagai proses pemberdayaannya.
Dengan
demikian, hampir dipastikan bagi setiap
orang akan mendambakan dan turut
berupaya ingin melahirkan
generasi penerus yang
selain memiliki keunggulan bersaing
untuk menjadi subyek
dalam percaturan dunia
juga hendaknya memiliki kepribadian
yang utuh, sehingga
dapat memakmurkan dan memuliyakan
pada kehidupan materi
dan spiritual diri, keluarga serta
masyarakatnya. Untuk itu
dalam merealisasikan keinginan
tersebut, maka lembaga pendidikan
sampai saat ini
masih dipandang sebagai
tempat yang cukup
kondusif guna dijadikan
sebagai institusi yang sangat
potensial dan strategis dalam
memproduk, menciptakan,
dan mengembangkan SDM yang
berkualitas10 tinggi.
Hal ini
disadari bahwa dalam setiap proses pendidikan, utamanya melalui sekolah,
terjadi berbagai bentuk penemuan baru yang berguna bagi kepentingan manusia.
Karena, bagaimanapun instrumen pendidikan diharapkan mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan guna menggapainya. Tidak berlebihan bila semua orang sepakat bahwa
pendidikan merupakan prasarat (indikator) kemajuan.
Bagaimanapun upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu kelompok,
bangsa, negara tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan bagi kemajuannya,
karena pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang paling asasi bagi
manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu
faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan manusia11. pernyataan itu kiranya memang
didasari oleh indikasi tentang pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia,
karena pendidikan itu sendiri memegang peranan utama dalam mendorong setiap
individu manusia untuk meningkatkan kualitas di segala aspek kehidupan demi
tercapainya tujuan serta menunjang perannya dimasa yang akan datang.
Tentunya bukan hanya proses dari pendidikan tersebut, yang bisa
memenuhi kebutuhan jasmani dan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi (IPTEK)
semata-mata kepada setiap pribadi manusia, tetapi lebih dari itu juga diharapkan bahwa dari
proses pendidikan juga mampu memberikan
penguasaan yang lebih
utuh12. Dalam arti penguasaan dibidang Ilmu
pengetahuan dan tehnologi juga disertai dengan penguasaan Iman dan taqwa
(IMTAQ) sebagai basic dasar dari proses pendidikannya, sehingga diharapkan output
pendidikan
tidak saja berintelektual tinggi yang kropos dengan nilai-nilai fitrah
kemanusiaannya, tetapi output pendidikan juga
memiliki komitmen tanggung jawab terhadap baik terhadap diri, keluarga,
masyarakat dan lingkungan.
Dari gambaran tersebut, diharapkan dua target ini bisa berjalan
bersamaan. Bila demikian yang terjadi, maka sangat tepat jika institusi lembaga
pendidikan Islam13 yang itu dijadikan
sebagai lembaga pendidikan alternatif, tentu hal ini sangat memungkinkan guna
melahirkan lulusan yang benar-benar memiliki ilmu pengetahuan dan tehnologi
yang luas dan jasmani yang kuat, disamping itu juga dilandasi oleh sikap hati
yang bersih dengan pondasi keimanan dan ketaqwaan dalam arti pengetahuan yang
benar-benar lahir batin.
C.
Modernisasi Pendidikan Islam
Mengingat
pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia, baik itu negara
maupun pemerintah, maka sepantasnya bila proses pendidikan hendaknya selalu
memiliki orientasi kedepan bagi pemenuhan kebutuhan manusia di setiap zamannya,
terutama bagi kepentingan generasi muda yang akan hidup dan dituntut untuk
mampu menjawab persoalan pada masa yang akan datang14.
Berangkat
dari kerangka ini, maka upaya pendidikan yang dilakukan baik oleh suatu
kelompok, golongan, bangsa, dan negara selalu harus memiliki hubungan yang
signifikan bagi gambaran (prediksi) perkembangan zaman dimasa mendatang, oleh
karena itu bahwa proses pendidikan tidak bisa bersifat statis, dia (proses
pendidikan), harus mampu merespon
perubahan15, baik perubahan zaman
maupun perubahan masyarakat. Dengan demikian, wajar kalau pendidikan harus
selalu didesain mengikuti irama perubahan, kalau tidak pendidikan akan
ketinggalan. Untuk itu, maka tuntutan pembaharuan pendidikan menjadi suatu
keharusan di setiap jenis dan jenjang pendidikan (termasuk didalamnya adalah
pendidikan Islam). Pembaharuan pendidikan harus selalu mengikuti dan relevan
dengan kebutuhan masyarakat, baik pada konsep, kurikulum, proses, fungsi,
tujuan, manajemen lembaga, sumber daya pengelola pendidikan.
Secara
mendasar bahwa format modernisasi16 ke
sistem pendidikan pada dunia Islam, harus diakui oleh kaum muslim
sendiri, bahwa hal tersebut berawal dari kalangan kaum non Islam17. Sejak pertama kalinya sistem
pendidikan dilakukan dengan model sangat sederhana di dunia Islam, yakni dengan
menggunakan masjid, muslhollah (dalam bahasa Jawanya langgar) sebagai tempat
belajar, bahkan ada juga menggunakan rumah kiainya untuk melakukan proses
belajar, karena semakin banyak murid yang berdatangan terutama dari luar daerah
dibuatlah sebuah asrama dengan melibatkan perpaduan diantara ketiga komponen
tersebut adalah masjid, asrama dan rumah kiai dalam satu lingkungan, kesemuanya
guna memperdalam ilmu-ilmu keislaman dan kurikulumnya pun belum bersifat
klasikal, berjenjang secara teratur dengan kata lain formatnya masih sangat
sederhana (dikenal tradisional).
Pembaharuan
pendidikan terjadi karena adanya tantangan kebutuhan masyarakat pada saat itu
dan lewat proses pendidikan itu sendiri diharapkan dapat menyiapkan produk
manusia yang mampu mengatasi kebutuhan masyarakat yang tidak saja hanya
persoalan agama (religius) tetapi persoalan kehidupan manusia pada umumnya,
seperti sekarang ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan tidak hanya
sebatas sebagai fungsi inkulturasi, yakni sekedar berfungsi sebagai pewaris
nilai-nilai yang ada sekarang ke generasi mendatang, tetapi lebih dari itu
hendaknya juga diarahkan untuk menyiapkan generasi dalam menghadapi tantangan
hidup dimasanya18.
Apabila
mengamati awal-awal gagasan modernisasi Islam di wilayah pendidikan, telah
direalisasikannya lembaga-lembaga pendidikan modern yang diadobsi dari sistem
pendidikan Barat. Mencermati konsep pendidikan ini, maka pembaharuan pendidikan
Islam merupakan suatu usaha atau proses multidimensional yang cukup kompleks, dan
tidak hanya bertujuan untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang
dirasakan, tetapi lebih utama merupakan suatu usaha penelaahan kembali atas
aspek-aspek sistem pendidikan yang berorientasi pada rumusan tujuan yang baru
dan lebih utama selalu berorientasi pada perubahan masyarakat19.
D. Paradigma Pembaharuan
Pendidikan Islam
Guna
menindaklanjuti tingkat perkembangan kebutuhan hidup masyarakat yang demikian
kompleks disertai dengan saratnya perubahan dalam berbagai bidang kehidupan,
dengan tingkat kompetitif yang sangat tinggi akibat proses modernisasi,
globalisasi dan liberasi, maka setidaknya pendidikan Islam harus mampu
memberikan jawaban dan siap melakukan paradigma pembaharuan pendidikan Islam20 disegala aspek, sehingga mampu
melahirkan, mencetak, memproduk dan menghasilkan manusia yang berkualitas
tinggi sebagaimana harapan masyarakat luas, hal itu dilakukan semata-mata untuk
merespon kebutuhan masyarakat luas bila pendidikan Islam tidak inggin
ditinggalkan oleh komunitasnya (umat).
Pendidikan Islam
tidak bisa lagi bertahan dalam posisi dan perannya yang bersifat tradisional
kepada generasi berikutnya. Karena bagaimanapun, pendidikan Islam dituntut
melakukan fungsi yang bersifat reflektif dan
juga progresif. Dalam fungsi yang
pertama, pendidikan Islam harus mampu menggambarkan corak dan dan arus
kebudayaan yang sedang berlangsung, sedangkan fungsi kedua pendidikan Islam
dituntut mampu memperbaharui dan mengembangkan kebudayaan agar dicapai kemajuan21. Pada fungsi yang kedua ini maka
pendidikan Islam harus segera melakukan langkah transformatifnya.
Memang,
lebih rinci lembaga pendidikan Islam telah teridentifikasi sebagaimana menurut
Zarkowi Syuyuti yang dikutip oleh Abdul Halim Soebahar, menjelaskan bahwa:
Pertama pendidikan Islam
adalah jenis pendidikan yang penyelenggaraannya di dorong oleh hastrat dan
semangat cita-cita untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam, baik yang
tercermin dalam nama lembaganya maupun dalam kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan. Kedua pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang memberikan
perhatian dan sekaligus memberikan ajaran Islam sebagai pengetahuan untuk
program studi, sebagai ilmu dan diperlakukan sebagaimana ilmu-ilmu yang lain.
Ketiga pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang mencakup kedua dari pengertian
tersebut22.
Dari
rincian tersebut, maka kata “Islam” ditempatkan sebagai sumber nilai sekaligus
sebagai bidang studi yang ditawarkan lewat program studi yang diselenggarakan.
Kiranya bisa di fahami bahwa eksistensi pendidikan Islam tidak sekedar menyangkut
ketiga-tiganya, karena memang ketiga-tiganya itu yang selama ini sudah tumbuh
dan berkembang sebagai bentuk realitas yang terjadi dan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari andil umat Islam untuk turut serta memberdayakan umat.
Bila dikaji
lebih lanjut paradigma pembaharuan pendidikan Islam akhir-akhir ini lebih
mengarah pada pembaharuan yang bersifat sistemik, bukan parsial, dan itu
dikenal dengan reformasi. Agar reformasi tidak mejelma sebagai “bola liar”,
maka diperlukan platform, dengan
tujuan agenda reformasi tersebut memiliki arah dan koridor yang jelas (bukan
hanya sekedar pergantian kursi jabatan dan penambahan fasilitas serta perubahan
materi semata), sehingga akan dihasilkan suatu konstruk hasil pembaharuan pendidikan Islam yang secara konseptual
dapat diterima oleh logika, secara kultural sesuai dengan budaya bangsa dan
secara politis dapat diterima dikalangan masyarakat luas. Dalam proses
perubahan tersebut, minimal diharapkan pendidikan Islam mampu mengembangkan dua
peran sebagai pandangan strategisnya, yakni pertama;
pendidikan Islam bisa mempengaruhi terhadap perubahan masyarakat dan kedua; pendidikan Islam mampu memberikan
sumbangan optimal terhadap proses transformasi menuju terwujudnya masyarakat
yang berdaya.
Dengan
demikian, maka pendidikan Islam secara kultural perlu mempertegas kembali
orientasinya. Reorientasi yang perlu dilakukan adalah perlunya mempertegas
kembali posisi dan peran pendidikan Islam tersebut. Baik dalam gerak
transformasi sosial, kultural dan struktural yang demikian cepat dan bersifat
universal seperti sekarang ini.
Ketika
pendidikan Islam telah mejelma sebagai wacana maupun praksisnya di era
modernisasi, globalisasi dan liberasi, maka wajar jika pendidikan Islam
dituntut merumuskan kembali visi dan misinya23.
Visi pendidikan Islam merupakan suatu wawasan atau kenyakinan bersama seluruh
komponen lembaga akan keadaan masa depan yang diinginkan. Visi ini setidaknya
akan memberikan inspirasi dan mendorong seluruh komponen lembaga untuk bekerja
lebih giat dan efektif24.
Setidaknya, Visi ini harus dinyatakan dalam kalimat yang jelas, positif maupun
realistis. kalau visi pendidikan Islam merupakan pernyataan tentang gambaran
global masa depan pendidikan Islam, maka misi merupakan pernyataan formal
tentang tujuan utama yang akan direalisir. Jadi visi merupakan ide, cita-cita,
wawasan dan gambaran di masa depan yang tidak terlalu jauh, maka misi merupakan
upaya kongkritisasi visi dari wujud tujuan dasar pendidikan Islam yang akan
diwujudkan. Visi dan misi pendidikan Islam itu pada akhirnya akan terus
membanyangi segenap SDM atau segenap warga suatu lembaga, pimpinan, pendidik,
peserta didik, wali peserta didik, sesuai dengan kapasitas dan fungsi
masing-masing untuk bekerja secara efektif berdasar misi guna mewujudkan visi yang
sudah di idealitaskan.
E. Kesimpulan
Dari
beberapa uraian tersebut penulis memiliki kesimpulan bahwa; pertama berdasarkan
realitas pada era sekarang bahwa akibat pengaruh modernisasi, globalisasi dan
liberasi maka, dibutuhkan SDM yang berkualitas tinggi; kedua proses
pendidikan masih di pandang cukup kondusif dan intensif guna menciptakan Sumber
Daya Manusia yang berkualitas, dalam arti SDM yang menguasai di bidang IPTEK
dan IMTAQ yang dibutuhkan di era modernisasi, globalisasi dan liberasi. Hal ini
akan terwujud bila pendidikan tersebut dimanaj dengan tepat; ketiga mengingat
pendidikan merupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan manusia, maka
sepantasnya bila proses pendidikan selalu memiliki orientasi kedepan di setiap
zamannya, untuk itu pendidikan
harus selalu didesain mengikuti irama perubahan, kalau tidak pendidikan
akan ketinggalan. Maka tuntutan pembaharuan pendidikan menjadi suatu keharusan
di setiap jenis dan jenjang pendidikan (termasuk didalamnya adalah pendidikan
Islam); keempat dengan demikian, pendidikan Islam harus mampu memberikan
jawaban dan siap melakukan paradigma pembaharuan. Sehingga mampu melahirkan,
mencetak, memproduk dan menghasilkan manusia yang berkualitas tinggi
sebagaimana harapan masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Al Barry, M. Dahlan, Kamus
Ilmiah, Suarabaya, Arkola, 1994.
Anshori, Dadang S., Menggagas
Pendidikan Rakyat; Otosentrisitas Pendidikan Dalam Wacana Politik Pembangunan, Bandung,
Al Qopriat Jatinangor, 2000.
Azra, Azyumardi, Pendidikan
Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Melinium Baru, Jakarta, Logos Wacana
Ilmu, 1999.
Deppenas, Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku Konsep dan Pelaksanaan, Jakarta,
Departemen Pendidikan Nasional, 2001.
Djohar, Reformasi dan
Masa Depan Pendidikan di Indonesia, Yogyakarta, Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, 1999.
Faisal, Yusuf Amir, Reorientasi
Pendidikan Islam, Jakarta, Gema Insani Press, 1995.
Furchan, Arief, Pengantar
Penelitian Dalam Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional, 1982.
Ishomuddin, Spektrum
Pendidikan Islam; Retropeksi Visi dan Aksi, Malang, UMM Press, 1996.
Kasih, Eka Wahyu dan
Suganda, Azis, Pendidikan Tinggi Era Indonesia Baru, Jakarta, Grasindo,
1999.
Kadir, Sardjan dan Ma’sum,
Umar, Pendidikan di Negara Sedang Berkembang, Surabaya, Usaha Nasional,
1982.
Ma’arif, Syafi’i, Pendidikan
Islam dan Proses Pemberdayaan Umat, Jurnal Pendidikan Islam, No.2, Fakultas
Tarbiyah UII, Oktober, 1999.
Madjid, Nurchalish, Bilik-Bilik
Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta, Paramadina, 1997.
Nasution, Harun, Pembaharuan
Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta, Bulan Bintang, 1992.
Natsir, Kapita Selecta
Pendidikan, Jakarta, Bulan Bintang, 1980.
Nasrib, Ibrahim, Keteladanan
Pendidik Penentu Keberhasilan Pendidikan Budi Pekerti, Mimbar Depaq Jatim,
No. 175, April 2001.
Soewito, Pendidikan
Yang Memberdayakan; Pidato Pengukuhan Guru Besar Sejarah Pemikiran dan
Pendidikan Islam Disampaikan di Hadapan Sidang Senat Terbuka IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, IAIN Syarif Hidayatullah, 2001.
Soebahar, Abdul Halim, Reorientasi
Pendidikan Islam di Era Globalisasi, Makalah Diskusi Gebyar Refleksi
Tarbiyah Oleh HMJ T. STAIN Jember, 2000.
____________________, Rekonstruksi
Pendidikan Islam; Wacana Menyongsong Otonomi Daerah, Jurnal Al ‘adalah
STAIN Jember, Vol. 3, Desember 2000.
____________________, Pengembangan
Pendidikan Islam Dalam Iklim Transisi, Materi Diskusi Pendalaman Dalam
Upaya Peningkatan Kinerja Bidang Komisi “E” DPRD Kabupaten Situbondo, November
2001.
Tilaar, H.A.R., Beberapa
Agenda Reformasi Pendidikan Nasional; Dalam Perspektif Abad 21, Magelang,
Tera Indonesia, 1999.
UU No. 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wahid, Marzuki, Pesantren
Masa Depan; Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, Bandung,
Pustaka Hidayah, 1999.
1.
Digambarkan bahwa dalam mengarungi proses globalisasi yang identik dengan
bentuk masyarakat terbuka, dimana komunikasi antar manusia dalam berbagai
kehidupan akan bebas dari hambatan-hambatan yang dimunculkan oleh sekat-sekat
wilayah dari suatu negara manapun, hal tersebut menunjukkan bahwa kehidupan
manusia dibelahan bumi ini seolah semakin mengerut, sehingga kita tidak lagi
berbicara tentang atom-atom tetapi dengan “bit”. Maka hal ini semakin
memperkecil wilayah keberadaan manusia. Baca Tilaar, H.A.R., Beberapa Agenda
Reformasi Pendidikan Nasional; Dalam Perspektif Abad 21, (Magelang: Tera
Indonesia, 1999), 52.
2. Globalisasi dan liberasi ingin menciptakan suatu bentuk jaringan
internasional. Realitas yang demikian akan memudahkan hubungan komunikasi baik
dibidang politik, sosial, budaya antar manusia akan semakin lebih dekat, seolah telah menghilangkan batas, sekat,
wilayah. Semuanya menjadi dekat dan tanpa batas, apalagi didukung dengan
kemajuan Ilmu pengetahuan dan tehnologi, oleh manusia, maka akan semakin
memudahkan manusia dalam mencapai segala impiannya walau jauh dari tempat
tinggalnya. Dari bentuk kenyataan yang demikian akan mendatangkan dan
memperkuat adanya tiga situasi, yakni;
pertama meningkatnya hubungan sosial ekonomi secara global, kedua persaingan
sumber daya antar bangsa semakin ketat, ketiga semakin besar kemungkinan
terjadinya eksploitasi bagi negara maju kepada negara-negara yang belum maju
(belum mampu bersaing). Lihat Kasih dan Suganda, Pendidikan Tinggi Era
Indonesia Baru, (Jakarta: Grasindo, 1999), 5.
3 Ishomuddin, Spektrum Pendidikan
Islam Retropeksi Visi dan Aksi, (Malang: UMM Press, 1996), 16. Demikian
juga penterjemahan dalam Kamus Ilmiah kalimat
globalisasi memiliki makna gerakan penggelobalan pada seluruh dimensi
kehidupan/ perwujudan (perombakan/ peningkatan/ perubahan) secara menyeluruh di
segala aspek kehidupan; al Barry, M. Dahlan, Kamus Ilmiah, (Surabaya: Arkola, 1994), 203.
4 Sebenarnya gejala globalisasi pada awal mulanya adalah membuat jaringan
bisnis (perdagangan Internasional) secara luas, tanpa mempertimbangkan status
di mana dan dari mana mereka berasal. Yang terpenting arus barang dan jasa
mampu menjangkau pelosok-pelosok dunia dengan kendali kekuatan-kekuatan ekonomi
raksasa. Bagi bangsa yang memiliki daya saing, akan mendapat peluang untuk
bermain dalam jaringan ekonomi global yang sangat berarti bagi bangsanya
kedepan. Bagi bangsa yang tidak memiliki daya saing yang memadai hal tersebut
akan mendatangkan masalah baru, terutama dalam perkembangan selanjutnya sebagai
bangsa yang memiliki ketergantungan yang cukup tinggi kepada bangsa lain.
5 Ada dua hal yang bisa dihadirkan oleh kemajuan tehnologi di era
globalisasi, diantaranya; pertama mudahnya perkembangan, baik dalam
bidang politik, ekonomi, sosial maupun budaya yang diakibatkan oleh luasnya dan
cepatnya jaringan komunikasi bekerja, kedua adalah semakin meningkat
(menonjolnya) peranan satuan-satuan kecil dalam masyarakat, seperti: suku,
golongan, kelompok dan bahkan individu manusia yang diakibatkan oleh semakin
mudahnya setiap orang memperoleh informasi lengkap yang dibutuhkan, utamanya
untuk mengambil keputusan strategis bagi dirinya sendiri, kelompok, suku maupun
golongannya. Baca Ishomuddin, Spektrum Pendidikan Islam; Retropeksi Visidan
aksi, Ibid: 17
6 Ishomuddin, Spektrum
Pendidikan Islam Retropeksi Visi dan Aksi, Ibid, 18.
7 Karena melalui pendidikan, masyarakat akan belajar untuk mengerti dan
merubah hubungannya dengan alam serta lingkungan sosialnya secara kontruktif;
Kadir dan Ma’sum, Pendidikan di Negara
Sedang Berkembang, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982),15; Bandingkan, bahwa
proses pendidikan juga dapat difahami sebagai pemberi corak hitam putihnya
perjalanan hidup seseorang; Soewito, Pendidikan
Yang Memberdayakan, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 2000),1;
Bandingkan, bahwa pendidikan merupakan upaya strategis dalam membentuk pribadi
manusia, khususnya peserta didik, dan proses pendidikan merupakan bentuk
ikhtiar dalam menyiapkan generasi muda untuk mempengaruhi kehidupan yang akan
datang; Wahid, Marzuki, Pesantren Masa
Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 1999), 171; bandingkan juga, bahwa Presiden Soeharto ketika membuka
Konfrensi Dewan Mentri-mentri Pendidikan Asia Tenggara (SEAMEC) yang
ke-17menyampaikan bahwa pendidikan merupakan masalah penting bagi setiap
bangsa, lebih-lebih bagi yang sedang membangun; Furchan, Arief, Pengantar
Penelitian Dalam Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), vii.
8 Karena pendidikan yang ada dibelahan dunia manapun (baik negara berkembang
atau negara maju) selalu dijalankan sebagai proses untuk membentuk dan
mengembangkan Sumber Daya Manusia yang
berkualitas sesuai dengan kebutuhan sosial masyarakat sekitar. Nasrib, Ibrahim,
Keteladanan Pendidik Penentu Keberhasilan
Pendidikan Budi Pekerti, Mimbar
Depaq Jatim,(No. 175 April, 2001), 32.
9 Apabila ditelusuri dari segi sejarahnya, pendidikan merupakan suatu
gerakan yang telah berumur sangat tua. Hal ini dapat dipahami sebenarnya
pendidikan telah dijalankan sejak mulainya manusia dimuka bumi ini. Penguasaan
terhadap alam semesta, memberikan contoh pendidikan kepada manusia. Dan
dilanjutkan dengan mendidik keluarganya. Baca Ma’arif, Syafi’i, Pendidikan
Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”, Jurnal Pendidikan Islam, (No. 2. Fak.
Tar. UII, Oktober 1999), 6.
10 Istilah Sumber Daya Manusia lahir dari wilayah
dan keperluan industri. Industrialisasi, yang kemudian menjadi ideologi
industrialisme, yang lahir dari suatu visi dan versi pandangan yang dominan
mengenai perkembangan dan kemajuan hidup. Maka tekanan makna Sumber Daya
Manusia itu sendiri adalah daya manajerial (software-nya) dan profesionalisme serta keterampilan
kerja (hardware-nya). Kedua hal tadi ditambah dengan faktor-faktor
psikologis yang secara khusus diperlukan oleh mekanisme industri; etos kerja,
disiplin, semangat untuk maju. Pada akhirnya konsep Sumber Daya Manusia
mengaksentuasikan diri pada kesanggupan untuk produktif. Anshori, Dadang S., Menggagas Pendidikan Rakyat; Otosentrisitas
Pendidikan Dalam Wacana Politik Pembangunan, (Bandung: Al Qopriat
Jatinangor, 2000), 50. Bandingkan juga pendapat bahwa, SDM yang berkualitas
adalah kaum intelektual yang mampu menciptakan gagasan dan mampu
menggerakkannya untuk mewujudkan gagasan itu kepada kerja nyata. Ishomuddin, Spektrum Pendidikan Islam; Retropeksi Visi
dan Aksi, Ibid, 12.
11 Natsir, Kapita Selecta Pendidikan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1980), 78.
12 Sebagaimana harapan Bangsa Indonesia yang
termaktub dalam UU No. 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS) BAB I Pasal 1 ayat 1 menegaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara”. Demikian juga pada BAB II Pasal 3 dinyatakan bahwa “Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
13 Karena bila ditinjau dari tujuan yang ingin
dicapai oleh pendidikan Islam secara umum hendaknya memiliki 3 (tiga) unsur
yang bisa memenuhi fitrah manusia yaitu pemenuhan unsur ragawi (jismiyah), pemenuhan unsur akal (aqliyah) dan pemenuhan unsur spiritual (ruhiyyah) dengan seimbang sehingga
terbentuk sebuah pribadi yang benar-benar berkualifikasi sebagai kholifatullah yang kualifaid.
Ishomuddin, Spektrum Pendidikan Islam;
Retropeksi Visi dan Aksi, ibid, 42. Bandingkan juga hasil konfrensi
Internasional pertama tentang Pendidikan Islam di Mekah pada tahun 1977 bahwa
yang hendak dicapai dalam pendidikan Islam adalah pertumbuhan kepribadian
manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui pelatihan jiwa, intelek, diri
manusia yang rasional, perasaan dan indra. Karena itu pendidikan harus mencakup
pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya; spiritual, intelektual, imajinatif, fisik,
ilmiah, bahasa, baik secara individu maupun secara kolektif dan mendorong semua
aspek ini kearah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan
muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT, baik
secara pribadi, komunitas maupun seluruh umat manusia. Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi
Menuju Melinium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 57.
14 Lihat pada footnote nomor 7 halaman 4
di makalah ini.
15 sebagaimana disampaikan oleh KH. Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) bahwa Penyelenggaraan pendidikan yang relevan bagi kehidupan
masyarakat adalah menjadi tuntutan utama yang tidak bisa dihindari oleh setiap
lembaga pendidikan yang ada, baca Madjid, Nurchalish, Bilik-Bilik Pesantren;
Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), 122.
16 Perkataan “modern” merupakan suatu pengertian
yang kurang menentu, sehingga dapat dipergunakan untuk mensifati segala macam
ide, cita-cita atau keinginan-keinginan. Istilah “modernisasi” lebih sering
dipergunakan untuk menunjukkan pertumbuhan pemikiran atau penemuan-penemuan
yang serba rasional. digambarkan dalam bahasa Indonesia telah dan selalu
dipakai kata modern, modernisasi, dan modernisme. Didalam komunitas pandangan
masyarakat Barat modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha
untuk merubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan
sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi modern.
17 Bisa disimak di dunia Islam ketika pertama kali
Napoleon menginjakkan kakinya di Mesir (manyoritas umat Muslim), dengan
memperkenalkan berbagai macam ilmu pengetahuan dan tehnologi yang dikuasai oleh
bangsa Eropa kepada kaum Muslimin, dan singkat cerita ketika Mesir dibawah
pimpinan Muhammad Ali Pasya, dia mengirimkan banyak pemuda-pemuda Mesir untuk belajar ke Eropa guna mempelajari
berbagai macam ilmu pengetahuan yang nanti diharapkan bisa dikembangkan guna
kesejahteraan dan kemakmuran Mesir. Dari sini muncul tokoh pembaharu Mesir
(khususnya bagi dunia Islam) seperti Al Tahtawi yang pada akhirnya diikuti oleh
tokoh-tokoh pembaharu Islam lainnya seperti; Jamaluddin Al Afghani, Muhammad
Abduh, Rasyid Ridha, Sayyid Amir Ali, Iqbal, dan lain-lainnya berusaha melakukan
pembaharuan di berbagai bidang kehidupan lewat gerakan diplomatis maupun
gerakan pemberdayaan,. Baca Nasution,
Harun, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah
Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992).
18 Baca Djohar, Reformasi dan Masa Depan Pendidikan
di Indonesia, (Yogyakarta: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 1999),
209.
19 Faisal, Yusuf Amir, Reorientasi
Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 65.
20 Perhatikan tujuan yang ingin dicapai dalam
pendidikan Islam lihat footnote nomor 13 halaman 6 dan juga pertimbangkan
eksistensi sebuah lembaga pendidikan sebagaimana bisa di lihat footnote nomor
15 halaman 7 pada makalah ini.
21 Soebahar, Abdul Halim, Reorientasi Pendidikan Islam di Era Globalisasi, (Jember: makalah
diskusi Gebyar Refleksi Tarbiyah, 2000),3
22 Soebahar, Abdul Halim, Rekontruksi Pendidikan Islam; Wacana Menyongsong Otonomi Daerah, (Jember:
Jurnal Al-‘Adalah Vol. 3 Desember 2000), 60.
23 Soebahar, Abdul Halim, Pengembangan Pendidikan Islam Dalam Iklim Transisi, (Situbondo,
Materi Diskusi Pendalaman dalam Upaya Peningkatan Kinerja Bidang Komisi E DPRD
Kabupaten Situbondo, November 2001), 2.
24 Karena visi pada umumnya dirumuskan dalam kalimat
yang filosofis, dengan memberikan inspirasi kepada misi sebagai realisasi dari
visi. Deppennas, Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah; Buku Konsep dan Pelaksanaan, (Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, 2001), 34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar