Kamis, 03 Juli 2014

Peran Pengalaman Dalam Pembelajaran

"+"



PERAN PENGALAMAN DALAM PEMBELAJARAN
(Refleksi Pemikiran John Dewey)


          Berdasar refleksi model pendidikan tradisional yang bersifat dogmatis, yang hanya mewariskan segala pengetahuan terhadap generasi baru tanpa didasarkan pada pengujian kritis terhadap prinsip-prinsip fundamentalnya. Kenyataan itu mengakibatkan jika tidak berlebihan John Dewey memberikan pemikiran bahwa pendidikan harus mempunyai perubahan orientasi, yaitu pendidikan gaya baru yang menekankan kebebasan berpikir.[1]
      Alasan tersebut didasarkan pada pandangan pendidikan gaya lama yang lebih menekankan pada tahayul, dongeng atau cerita, dan  jauh dari nilai pengalaman pribadi. Anggapan terhadap ketidakpastian itu terdapat suatu kerangka acuan yang tetap, yaitu hubungan organis antara pendidikan dan pengalaman pribadi, atau bahwa filsafat baru mengenai pendidikan itu mengikatkan dirinya pada sejenis filsafat empiris dan eksperimental.[2]
            Pengalaman secara kualitas dapat dibedakan menjadi dua aspek, aspek pertama ialah aspek langsung, yaitu menyenangkan dan tidak menyenangkan. Aspek kedua adalah pengaruhnya atas berbagai pengalaman. Uraian terakhir merupakan prinsip yang melandasi mengapa pendidikan berkaitan dengan pengalaman. Disisi lain memberikan inspirasi bagi guru untuk menata beberapa jenis pengalaman dengan terus merangsang kegiatannya. Sehingga pendidikan yang didasarkan atas pengalaman lebih memilih jenis pengalaman sekarang yang berpengaruh secara kreatif dan produktif dalam seluruh pengalaman berikutnya.[3]
       Seiring mengalirnya arus pengalaman yang disebut oleh John Dewey dengan “eksperience continum” atau kesatuan rangkaian pengalaman, terdapat dua macam proses, yaitu proses mengetahui dan proses evolusi (terjadi berangsur-angsur). Sedangkan kelanjutan dari pengalaman mempunyai makna ganda: (a) dalam suatu waktu tertentu, bermacam ragam aspek pengalaman saling berhubungan, (b) sepanjang waktu pengalaman berlanjut, sebagai rentetan kejadian.[4] Disinilah proses refleksi pengalaman berlangsung, sehingga pengalaman yang kurang berpihak dan kurang menguntungkan bagi pedagogis akan dieliminir untuk kemudian mencoba menciptakan pengalaman yang sama sekali baru.
           Keberadaan pengalaman dalam pendidikan didasarkan pada pembiasaan. Jika ditinjau dari segi biologis ciri dasar dari pembiasaan adalah bahwa setiap pengalaman yang diperagakan dan dialami akan mengubah orang yang bertindak dan menjalani pengalaman tersebut, sementara modifikasinya mempengaruhi kualitas seluruh pengalaman berikutnya. Prinsip ini meliputi proses pembentukan berbagai sikap emosional dan intelektual, yaitu kepekaan dasar dan segala cara menanggulangi serta menanggapi semua situasi yang kita jumpai dalam hidup.[5]
           Terkait dengan pola pembelajaran pada anak usia dini, pengalaman menjadi faktor yang tak terpisahkan dengan dunia mereka. Pendidikan bagi anak-anak harus diintegrasikan dengan lingkungan kehidupan anak yang banyak menghadapkan dengan pengalaman langsung. Lingkungan kehidupan anak dalam kelompok, banyak memberikan pengalaman bagaimana cara melakukan sesuatu yang terdiri dari serangkaian tingkah laku.
Dengan demikian penggunaan metode proyek yang didasarkan pada gagasan John Dewey tentang “learning by doing” sangat mungkin diterapkan, karena metode proyek merupakan salah satu cara pemberian pengalaman belajar dengan menghadapkan anak dengan persoalan sehari-hari untuk dipecahkan secara kelompok.[6]
         Dalam pelaksanaanya, metode proyek memposisikan guru sebagai fasilitator yang harus menyediakan alat dan bahan untuk melaksanakan “proyek” yang berorientasi pada kebutuhan dan minat anak. Metode ini akan menantang anak untuk mencurahkan segala kemampuan, ketrampilan serta kreativitasnya. Selain itu guru harus menciptakan situasi yang mengandung makna penting untuk mengembangkan potensi anak. Perluasan minat serta pengembangan kreativitas dan tanggung jawab, baik secara perseorangan maupun kelompok. Situasi yang menyenangkan juga harus diusahakan oleh guru agar tiap anak dalam melaksanakan pekerjaan yang menjadi bagianya akan menanggapi secara positif. Perasaan yang menyenangkan dalam menyikapi suatu kegiatan akan melahirkan kinerja yang tinggi, dan begitu sebaliknya.[7]


[1]  John Dewey, Experience and Education, alih bahasa John de Santo, Pendidikan dan Pengalaman, Penerbit Kepel Press, Yogyakarta, 2002, Hlm. 9
[2]  John Dewey, Ibid, Hlm. 11
[3]   Ibid., Hlm. 15
[4]  Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John Dewey, Safiria Insania Press, Yogyakarta, 2004, Hlm. 69
[5]  John Dewey, Op. Cit., Hlm. 24
[6]  Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, Hlm. 137
[7]  Ibid., Hlm. 138-139

Tidak ada komentar:

Posting Komentar