Sabtu, 05 Juli 2014

Peningkatan Kreativitas Anak

"+"




Peningkatan Kreativitas Anak



Dari segi bahasa kreativitas anak atau dalam bahasa Inggris “creativity” berarti kemampuan untuk mencipta, daya cipta.[1] Sedang menurut istilah kreativitas berarti kemampuan menghasilkan bentuk baru dalam seni atau dalam permesinan atau dalam memecahkan masalah-masalah dengan metode baru.[2]
Dengan demikian kreativitas merupakan kemampuan untuk mencipta produk baru, ciptaan itu tidak seluruhnya baru, mungkin saja kombinasinya, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya. Kreativitas mempunyai ciri-ciri non kecakapan seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman baru.[3] Berikut unsur-unsur dalam kreativitas:
a.       Kemampuan berpikir mencipta.

         Dalam pengembanganya kreativitas memerlukan pikiran yang berdaya, dalam arti menghindarkan diri dari jebakan keadaan, namun menjadi imajinatif dalam upaya menemukan sebuah jalan keluar atas sebuah permasalahan atau dalam upaya untuk memiliki rasa memiliki atas sebuah teka-teki.[4] Lebih lanjut Elliot memaparkan bahwa imajinasi dan kreativitas adalah sama, karenanya dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah masuk dalam imajinasi dalam upaya melihat kemungkinan-kemungkinan.[5]

Pikiran untuk mencipta merupakan esensi dari kreativitas, sebagaimana Gardner menyebut bahwa pikiran untuk mencipta adalah sebuah frase yang mengandung dinamisme dan cakupan yang jelas. Secara lebih gamblang, dijelaskan bahwa orang kreatif adalah:
                     1).    Berfikir untuk diri mereka sendiri
                     2).    Menghabiskan banyak waktu untuk mengintegrasikan pikiran mereka dengan apa yang ada diluar mereka.
                     3).    Berupaya membuka pikiran mereka dan yang lain kepada hal baru.
                   4).    Mengupayakan dengan senantiasa menuju (to-ing) dan mengarahkan (fro-ing) dari dalam diri mereka keluar.[6]
Kreativitas senantiasa membuka diri untuk berpikir integratif berdasar pengalaman sehingga merupakan kunci pencipta yang berhasil. Disamping itu motivasi intrinsik juga mempengaruhi pembentukan individu kreatif. Karena karakter individu kreatif adalah mempunyai keinginan untuk menghasilakan ide atau karya demi kepuasan diri dan tidak ada tekanan dari luar. Pengaruh motivasi intrinsik dalam pengembangan kreativitas berlangsung dalam kondisi-kondisi mental tertentu. Beberapa kondisi dalam diri untuk menjadi kreatif adalah:
                     1).    Terbuka untuk pengalaman
                     2).    Sebuah tempat evaluasi internal (dalam kaitanya dengan diri seseorang itu sendiri)
        3). Sebuah kemampuan untuk bermain dengan elemen-elemen dan konsep-konsep (Kemampuan untuk bermain).[7]
b.       Berpikir untuk pemecahan masalah
Sebagaimana diutarakan diatas bahwa kreativitas melibatkan imajinasi dalam berbagai situasi yang dialami, yaitu tidak puas dengan apa yang sudah ada, namun mengupayakan kemungkinan-kemungkinan lain yang mungkin termasuk sesuatu belum kita ketahui. Sebagaimana dikemukakan Peneliti Amerika Csikszentmihalyi yang memandang kreativitas sebagai persoalan pemecahan masalah dan penemuan masalah.[8]
Dalam memperkenalkan proses pemecahan masalah pada anak kecil, kita harus menggunakan materi yang dekat dengan kehidupannya. Beberapa proses yang harus dikembangkan adalah:
1.      Tahap orientasi, siswa diminta mendaftar proyek yang ingin dikerjakan secara kelompok atas masalah di dalam kelas yang mereka rasakan perlu dipecahkan. Guru dapat memilih satu topik atau masalah untuk dibahas bersama, bergantung pada situasi kelasnya.
2.      Tahap persiapan, tahapan ini berkaitan dengan fakta yang telah diketahui dan informasi yang masih diperlukan. Hal tersebut penting untuk membahas bersama perbedaan antara fakta dan pendapat, fakta dan dugaan, fakta dan desas-desus, kemudian meminta siswa untuk melihat sub-masalah yang mereka ungkapkan dan menentukan mana yang fakta.
3.      Tahap penggagasan, siswa diminta mengemukakan pertanyaan kreatif dari sub-masalah yang mereka temukan atau dari informasi faktual.
4.      Tahap penilaian, siswa diminta memunculkan kriteria atas gagasan mereka. Ketika mengajukan setiap kriteria gunakan pernyataan “dampaknya terhadap”, hal ini membantu siswa memahami arti kriteria.
5.      Tahap pelaksanaan, dalam melaksanakan gagasan terbaik siswa perlu merancang rencana tindakan, yaitu menentukan apa yang harus pertama dilakukan, bagaimana membagi tanggung jawab, dan memberikan pengalaman yang bermakna bagi mereka.[9]
c.       Model pembelajaran kreatif
Dalam pengembangan kurikuilum, model-model dapat digunakan untuk menentukan materi (konten) pembelajaran dan metode-metode dalam pencapaian materi tersebut, dalam arti bahwa model memberikan kerangka untuk menentukan pilihan. Dengan menguasai berbagai model bermanfaat dalam situasi pembejaran tertentu.
Talents dan taylor mengemukakan bahwa tidak hanya bakat akademis yang perlu dipupuk dan dihargai dalam sekolah, dalam modelnya dapat dibedakan enam talenta yang dapat dikembangkan di sekolah.  Seperti yang tertuang dalam curriculum guide, program disusun untuk mengajar konten akademik, kreativitas, ketrampilan merencanakan, komunikasi, prediksi, dan pengambilan keputusan.
Kreativitas sebagai kemampuan untuk melihat atau memikirkan hal-hal yang luar biasa, yang tak lazim, memadukan informasi yang tampaknya tidak berhubungan dan mencetuskan solusi-solusi baru atau gagasan-gagasan baru, yang menunjukkan kelancaran, kelenturan, dan orisionalitas dalam berpikir.
Merencanakan mencakup elaborasi yang mempertimbangkan rincian dalam melaksanakan sesuatu. Menyusun atau mengorganisasi bahan, waktu, dan tenaga.
Komunikasi meliputi kelancaran dengan kata, dalam ekspresi (ungkapan) dan dalam asosiasi.
Prediksi membutuhkan antisipasi konseptual, kesadaran sosial, dan menganalisis kriteria yang berhubungan.
Pengambilan keputusan meliputi evaluasi eksperimental, evaluasi logis, dan pertimbangan.[10]
Sehubungan  pengembangan kreativitas anak, perlu meninjau empat aspek dari kreativitas, diantaranya:
a.       Penyediaan ruang untuk mencipta
Pengembangan kreativitas memerlukan komitmen atas ruang baik secara fisik maupun konsep. Tampilan ruang kelas, materi dari tiap aktivitas serta lingkungan pembelajaran. Dalam ruang kelas tersedia media pembelajaran yang mendukung anak berpikir secara independen disetiap wilayah kurikulum, yaitu dengan kemudahan mengakses materi-meteri, buku, komputer, atlas, permainan (games), materi-materi konstruksi (bentuk), teka-teki, materi-materi kerajianan dan seterusnya. Anak mampu bekerja sama dengan orang lain, baik secara berpasangan maupun kelompok.
Secara konseptual ruang kelas dikondisikan dengan prinsip memperbolehkan adanya kesalahan-kesalahan dan menganjurkan eksperimen, bersifat terbuka dan berani mengambil resiko.[11]
b. Pemahaman pribadi
Kreativitas merupakan ekspresi dari keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari ungkapan pribadi yang unik diharapkan muncul ide-ide baru dan produk-produk inovatif. Oleh karena itu pendidik hendaknya dapat menghargai keunikan pribadi dan bakat masing-masing anak didiknya.[12]
c.   Kondisi lingkungan sekolah
Lingkungan yang paling berpengaruh dalam membentuk kreativitas anak adalah sekolah, karena didalamnya terjadi proses interaksi edukatif yang mengharuskan siswa mengikuti sistem aturan yang ada. Sekolah yang baik akan mengedepankan kenyamanan belajar bagi siswanya.
Disamping itu guru memberi dampak yang besar tidak hanya pada prestasi pendidikan anak, tetapi juga pada sikap terhadap sekolah dan terhadap belajar pada umumnya. Dalam upaya memunculkan, merangsang, dan memupuk pertumbuhan kreativitas guru harus menata sikap dan falsafah mengajarnya.
                          1).    Sikap Guru
Upaya guru dalam mengembangka kreativitas siswa adalah dengan mendorong motivasi intrinsik. Semua anak harus belajar bidang ketrampilan di sekolah, dan banyak anak memperoleh ketrampilan kreatif melalui model-model berpikir dan bekerja kreatif. Motivasi intrinsik akan tumbuh, jika guru memungkinkan anak untuk diberi otonomi sampai batas tertentu di kelas.[13]
Dalam hal ini guru harus mengkondisikan ruang pembelajaran yang nyaman, ukuranya adalah siswa merasa tidak tertekan atau tegang sehingga motivasi internal tumbuh, ketegangan kurang, dan belajar konseptual lebih baik. Pendekatan yang dipilih adalah tidak diawasi tapi diarahkan (non-controlling but directed), sehingga anak melihat dirinya sebagai lebih kompeten di sekolah dan mempunyai rasa harga diri yang lebih tinggi dari pada anak-anak yang melihat lingkungan kelas mereka sebagai mengawasi. Penekananya lebih pada belajar bukan pada penilaian, dengan sikap ini guru betul-betul dapat menjadi kolaborator dalam belajar.[14]
                          2).    Falsafah mengajar
Falsafah mengajar yang mendorong kreativitas anak secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
a).  Belajar adalah sangat penting dan sangat menyenangkan
b).  Anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik
c).  Anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif. Mereka perlu didorong untuk membawa pengalaman, gagasan, minat, dan bahan mereka di dalam kelas. Siswa diberi kesempatan untuk membicarakan bersama dengan guru mengenai tujuan bekerja/belajar setiap hari, dan perlu diberi otonomi dalam menentukan bagaimana mencapainya.
d). Anak perlu merasa nyaman dan dirangsang di dalam kelas sehingga tidak ada tekanan atau ketegangan.
e).  Anak harus mempunyai rasa memiliki dan kebanggaan di dalam kelas. Mereka perlu dilibatkan dalam merancang kegiatan belajar dan boleh membawa bahan-bahan dari rumah.
f).   Guru merupakan nara sumber, bukan polisi atau dewa. Anak harus menghormati guru, tetapi merasa aman dan nyaman dengan guru.
g).  Guru memang kompeten, tetapi tidak perlu sempurna.
h).  Anak perlu merasa bebas untuk mendiskusikan masalah secara terbuka, baik dengan guru maupun dengan teman sebaya. Ruang kelas adalah milik mereka juga dan mereka berbagi tangung jawab dalam mengaturnya.
i).    Kerja sama selalu lebih daripada kompetisi.
j).    Pengalaman belajar hendaknya dekat dengan pengalaman dari dunia nyata.[15]
d.  Kondisi lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan utama dalam pendidikan anak, sangat terlihat ketika bahasa ibu mempunyai pengaruh kuat dalam diri anak. Begitu juga dalam hal kreativitas, anak memiliki kecenderungan meniru apa yang sering dia lihat dalam keseharian. Seperti yang dikutip Utami Munandar dari konsep Amabile bahwa sikap yang harus dibangun orang tua dalam mendorong kreativitas anak, diantaranya:
1.      Kebebasan, yaitu tidak otoriter, tidak selalu mau mengawasi anak, dan tidak terlalu membatasi kegiatan anak.
2.      Respek, orang tua menghormati anak sebagai individu, percaya akan kemampuan mereka, dan menghargai keunikan anak. Sehingga secara alamiah anak mampu mengembangkan kepercayaan diri untuk berani melakukan sesuatu yang orisinal.
3.      Kedekatan emosional yang sedang, anak perlu merasa bahwa ia disayang, tetapi tidak menjadi terlalu tergantung pada orang tua. Karena pada dasarnya memberi kebebasan anak untuk tidak tergantung pada orang lain dalam menentukan pendapat atau minat dapat mendorong munculnya kreativitas.
4.      Prestasi bukan angka, menghargai prestasi anak dalam arti mendorong anak anak untuk berusaha sebaik-baiknya dan menghasilkan karya-karya yang baik. Sedangkan orang tua tidak terlalu menekankan untuk mencapai angka atau nilai/peringkat tinggi. Dalam hal ini imajinasi dan kejujuran lebih ditekankan daripada mencapai angka tertinggi.
5.      Orang tua aktif dan mandiri, orang tua merasa aman dan yakin tentang diri sendiri, tidak memperdulikan status sosial, dan tidak terlalu terpengaruh oleh tuntutan sosial. Mereka juga amat kompeten dan mempunyai banyak minat, baik di dalam maupun di luar rumah. Peran orang tua disini sebagai model utama bagi anak.
6.      Menghargai kreativitas, orang mendorong anak melakukan hal-hal kretaif.[16]
Kaitannya dengan pengajaran Agama Islam pada anak, pemberian teladan yang baik memang diperlukan. Anak akan berusaha meniru orang tua dalam hal kecil maupun besar, dan mengambil jalan hidupnya mengikuti prilaku, kebiasaan serta sifat orang yang disukainya.[17] Sebagai ilustrasi terdekat adalah ayah mengajak anak laki-lakinya pergi ke masjid untuk menjalankan sholat jum’at. Dengan ajakan tersebut paling tidak anak dikenalkan dari dekat tentang rumah suci serta kegiatan yang dilakukan orang didalamnya, biasanya si anak terheran-heran, penuh tanda tanya dalam hati, misalnya tentang bangunan masjid, suara adzan yang menggema, orang-orang yang hilir-mudik mengambil air wudlu, mihrabnya yang anggun di sebelah pengimaman, dan banyak lagi pemendangan menarik yang mengusik akal-budinya.
Memang belum banyak yang dapat diharapkan dari anak pada usia dini, minimal ada upaya pengenalan dan pembiasaan serta pemberian teladan agar anak menjadi terbiasa dan akhirnya mencintai masjid beserta amaliah keagamaannya.[19]
Sehubungan  dengan berbagai pendapat tokoh diatas, dapat digeneralisasikan sebuah pemahaman tentang peningkatan kreativitas anak yang menyangkut beberapa aspek sebagai berikut:
a.       Penyediaan ruang untuk mencipta
Pengembangan kreativitas memerlukan komitmen atas ruang baik secara fisik maupun konsep. Tampilan ruang kelas, materi dari tiap aktivitas serta lingkungan pembelajaran. Dalam ruang kelas tersedia media pembelajaran yang mendukung anak berpikir secara independen disetiap wilayah kurikulum, yaitu dengan kemudahan mengakses materi-meteri, buku, komputer, atlas, permainan (games), materi-materi konstruksi (bentuk), teka-teki, materi-materi kerajianan dan seterusnya. Anak mampu bekerja sama dengan orang lain, baik secara berpasangan maupun kelompok.
Secara konseptual ruang kelas dikondisikan dengan prinsip memperbolehkan adanya kesalahan-kesalahan dan menganjurkan eksperimen, bersifat terbuka dan berani mengambil resiko.
b. Pemahaman pribadi
Kreativitas merupakan ekspresi dari keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari ungkapan pribadi yang unik diharapkan muncul ide-ide baru dan produk-produk inovatif. Oleh karena itu pendidik hendaknya dapat menghargai keunikan pribadi dan bakat masing-masing anak didiknya.
c.   Kondisi lingkungan sekolah
Lingkungan yang paling berpengaruh dalam membentuk kreativitas anak adalah sekolah, karena didalamnya terjadi proses interaksi edukatif yang mengharuskan siswa mengikuti sistem aturan yang ada. Sekolah yang baik akan mengedepankan kenyamanan belajar bagi siswanya.


[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, Hlm. 427.
[2] C.P. Caplin, Kamus Lengkap Psikologi, Rajawali Pers, Jakarta, 1989, Hlm. 117.
[3] Conny Setiawan dkk., Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah, Gramedia, Jakarta, 1984, Hlm. 7
[4]  Anna Craft, Creativity Across the Primary Curriculum, Alih Bahasa M. Chairul Annam, Membangun Kreativitas Anak, Inisiasi Press, Depok, 2000,   Hlm. 2
[5]  Ibid., Hlm. 11
[6]  Ibid., Hlm. 19
[7]  Ibid., Hlm. 21
[8]  Ibid., Hlm. 53
[9]  Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, Hlm. 212-213
[10]  Ibid., Hlm. 168
[11]  Anna Craft, Membangun Kreativitas Anak, terj. Syafinuddin Al-Madari dan M. Chairul Annam, Inisiasi Press, Depok, 2000, Hlm. 193
[12]  Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, Hlm. 45
[13]  Ibid., Hlm. 110
[14]  Ibid., Hlm. 111
[15]  Ibid, Hlm. 111-112
[16]  Utami Munandar, Op. Cit., Hlm. 92-93
[17]  Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, Terj. Arum Titisari, A.H. Ba’adillah Press, Jakarta, 2002, Hlm. 92-93
[19] Imam Bawani, Ilmu Jiwa Perkembangan dalam Konteks Pendidikan Islam, Bina Ilmu, surabaya, 1990, Hlm. 107

Tidak ada komentar:

Posting Komentar