Kamis, 27 Maret 2014

Pendidikan agama pada anak Usia Dini

"+"



Pendidikan Anak Dalam Ajaran Agama Islam

(Kajian Tentang Pengenalan Ajaran Islam Sejak Usia Dini)




Di dalam Al Quran dan Hadist terdapat beberapa perintah dan anjuran yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak setelah lahir walaupun perintah tersebut bukan perintah wajib, akan tetapi di dalamnya terkandung nilai pendidikan yang luhur dan mulia, Di antaranya:
a. Anjuran adzan dan iqamah terhadap anak yang baru lahir
Ajaran Islam mensyariatkan terutama kepada orang tua agar menyuarakan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri.[1] Rasulullah bersabda:[2]
Artinya: "Sesungguhnya telah bang Rasulullah SAW pada telinga Husain (cucu beliau) ketika Husain baru dilahirkan oleh Fatuimah (HR.Ahmad dan Tirmidzi)

Orang tua mempunyai peranan  yang besar dalam proses sosialisasi keyakinan anak[3]. Oleh karenanya dalam adzan dan iqamah terkandung nilai-nilai agama.
1) Agar apa yang pertama-tama menembus pendengaran manusia  adalah kalimat-kalimat seruan Yang Maha Tinggi yang mengandung kebesaran Tuhan dan syahadat (persaksian) yang dengannyalah la pertama-tama masuk Islam. Hal itu merupakan pendidikan dan pengajaran baginya tentang syari'at Islam ketika ia memasuki dunia.  Tidak mustahil pengaruh adzan itu akan meresap ke dalam hatinya.
2) Menyadarkan orang tua, bahwa pendidikan keagamaan anak adalah tanggungjawab/kewajibannya. Adzan dan iqamah adalah  proses pendidikan agama yang pertama dilakukan orang tua terhadap anak.
3) Adzan itu mengandung makna dakwah kepada Allah untuk menyembah-Nya dapat mendahului dakwah syetan, seperti halnya fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu dapat mendahului syetan dalam merubah dan memindahkannya.[4]

b.  Disunahkan mencukur rambut
 Di antara anjuran syari'at Islam yang lain terhadap anak yang  baru lahir adalah menggosok tenggorokan. dan mencukur rambut. Menggosok tenggorokan maksudnya adalah memasukkan  sesuatu yang manis ke dalam mulut anak dengan jari atau benda lainnya, kemudian menggerakkannya di dalam mulut anak ke kanan dan ke kiri sehingga merata ke seluruh rongga mulut anak. Nilai-nilai yang terkandung dalam menggosok tenggorokan adalah untuk menguatkan syaraf-syaraf mulut anak dan lidahnya sehingga anak siap menyusui tetek ibunya.
Adapun  mencukur rambut adalah membuang seluruh rambut yang ada di kepala anak yang baru lahir pada hari ketujuh kelahirannya.[5] Sabda Rasululah SAW:  
Artinya:"Bahwa Rasulullah SAW telah memerintahkan untuk mencukur kepala Al'Hasan danAl Husain pada hari ke tujuh dari kelahiran mereka. Kemudian mereka dicukur dan beliau menyedekahkan perak sesuai dengan berat timbangan rambutnya itu”(HR.Malik).[6]

Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam mencukur rambut  anak yang baru lahir adalah; a) Pendidikan kesehatan, karena mencukur rambut anak ini akan memperkuat tubuh anak itu, membuka selaput kulit kepala dan mempertajam indra penglihatan, penciuman dan pendengaran. b) Pendidikan sosial, karena bersedekah dengan perak seberat timbangan rambut anak merupakan salah satu sumber lain bagi jaminan sosial. Di dalam hal ini terdapat suatu jalan untuk mengikis kemiskinan dan suatu bukti nyata adanya tolong-menolong   dan saling kasih-mengasihi di dalam masyarakat.

c. Anjuran memberi nama baik
Di dalam ajaran Islam, nama seseorang disamping sebagai panggilan atau pengenalan terhadap seseorang, juga berfungsi sebagai do,a. Oleh karena itu pada tempatnyalah seseorang diberi nama yang baik sesuai dengan ajaran Islam,
Berbagai kebiasaan yang berlaku di masyarakat adalah bahwa ketika anak dilahirkan, maka orang tua memilihkan sebuah nama untuk anaknya Dengan demikian, ia dapat dikenal orang-orang disekelilingnya dengan nama itu. Dengan syari' atnya yang sempuma, Islam memperhatikan kenyataan ini dan meletakkan dasar hukum yang menunjukkan pentingnya masalah ini. Sehingga umat Islam  mengetahui setiap masalah yang berkenaan dengan anak yang baru lahir, setiap masalah yang akan mengangkat keadaan anak itu dan setiap persoalan yang berhubungan dengan pendidikannya. Beberapa hukum yang terpenting diletakkan Islam di dalam memberikan nama kepada anak, yaitu  seorang anak yang baru lahir harus diberi nama dengan nama yang baik. Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: "Sesungguhnya pada hari kiamat nanti kamu sekalian akan dipanggil dengan nama -nama kamu sekalian dan nama -nama bapak-bapak kamu sekalian. Oleh karena itu, buatlah nama-nama yang baik untuk kamu sekalian ". (H.R.Abu Daud).[7]


d. Khitan
Khitan ialah memotong kuluf (kulit) yang menutupi kepala penis laki-laki. Sesungguhnya orang yang kuluf (tidak dikhitan) itu membatalkan wudhu' dan shalatnya. Sebab kulfah (kulit zakar) menutupi dzakar secara keseluruhannya, sehingga ia dapat terkena air kencing dan tidak mungkin dapat dikeringkan. Maka sahnya bersuci dan shalat itu, tergantung kepada khitan. Atas dasar ini, maka banyak di antara ulama salaf dan khalaf melarang menjadikan orang yang tidak dikhitan sebagai imam. Sedangkan shalatnya sendiri, dianggap sebagai shalat orang yang 'udzur sebagaimana halnya orang yang selalu kencing.[8]
Sabda Rasulullah SAW:[9]
Artinya: "Rasulullah SA W telah meng 'aqiqahiAl-Hasan dan Al-Husain dan mengkhitani mereka pada hari ketujuh {dari kelahiran mereka). (H.R. Bukhari).


Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam khitan
1) Pendidikan Kesehatan
a. Dengan terkelupasnya kuluf (kulit luar dzakar),berarti seseorang akan selamat dari peluh berminyak dan sisa kencing yang mengandung lemak dan kotor. Sisa-sisa tersebut tentu bisa mengakibatkan gangguan kencing dan pembusukan.
b. Khitan dapat mengurangi kemungkinan berjangkitnya kanker  kelamin. Kenyataan ini membuktikan bahwa kanker banyak berjangkit pada orang-orang yang khulufnya sempit, dan jarang didapat pada bangsa-bangsa yang berpegang pada wajibnya  khitan.
c. Dapat menghindarkan anak dari penyakit ngompol.
d. Khitan dapat menimbulkan kebersihan dan keindahan bentuk dzakar.

2) Dari Segi Agama
a.       Khitan merupakan pangkal fitrah dari syi’ar Islam, serta membedakan antara seorang muslim dengan non muslim.
b.      Khitan mempakan peryataan ubudiyah kepada Allah, sebagai manifestasi kepatuhan dan ketaatan kepada-Nya.

3) Dari Segi Seksual
a. Khitan dapat memperlambat ejakulasi dalam bersenggama. Kepala khitan yang selalu terbuka senantiasa bergesrekan dengan kain atau celana dalam, sehingga tidak begitu peka dan labil. Apabila terjadi persenggamaan dengan istri, ejakulasi tidak begitu cepat, karena sahwat tidak begitu terangsang disebabkan kulit kepala dzakar agak kebal gesekan kain atau celana. Lamanya masa bersenggama bagi wanita menimbulkan kepuasan tersendiri apabila kalau dapat mencapai orgasmus secara serempak.
b. Khitan bagi wanita juga dapat mengurangi sahwatnya, karena salah satu rangsangan seksual yang paling peka terletak pada ujung kelentit. Kalau sebagian ujung kelentit dibuang maka dapat mengurangi gejolak sahwat yang berlebihan terutama bagi wanita hyper sex. Akan tetapi kalau terlalu panjang dipotong ujung kelentit tersebut, menyebabkan wanita menjadi frigid (dingin sahwat).

e. Aqiqah
Imam Taqiyuddin mengatakan:[10]
Artinya: aqiqah ialah sunnat (mustahab), aqiqah adalah binatang yang disembelih karena anak yang baru lahir pada hari ketujuh. Disembelih dua ekor kambing karena anak laki-laki, dan seekor kambing karena anak perempuan.  

Ibnu Rusyd mengatakan:[11]
Artinya; menurut mazhab zahiri, aqiqah itu wajib; menurut jumhur ulama sunat; menurut Abu Hanifah tidak wajib dan tidak sunat, namun sebagai anjuran biasa atau bersifat mubah.  
             
Rasulullah bersabda:[12]
Artinya: "Bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang 'aqiqah, "Setiap anak itu dijanjikan dengan 'aqlqahnya, disembelihkan (baginya) pada hari ketujuh {dan kelahiran)nya, dicukur kepalanya dan diberi nama". (H.R.Turmuzi, Nasai dan Ibnu Majah).

f. Perintah supaya anak mengerjakan shalat umur tujuh tahun
Setelah anak berumur tujuh tahun, hendaklah ia disuruh mengerjakan shalat, dan kalau ia sudah berumur sepuluh fahun tidak juga mengerjakan shalat maka dia boleh dipukul dengan pukulan yang tidak membahayakan.Nilai pendidikan yang terdapat dalam perintah shalat umur tujuh tahun di antaranya:
a. Di anjurkan anak mengerjakan shalat mulai umur tujuh tahun, karena pada masa ini anak sudah bisa mempelajari ilmu pengetahuan tentang shalat khususnya dan ajaran agama pada umumnya.
b. Perintah mengerjakan shalat sebenamya merupakan simbol mengamalkan ajaran agama lainnya, karena shalat ini merupakan tiang agama Islam.
c. Dimulainya perintah mengerjakan shalat umur tujuh tahun bertujuan untuk membiasakan diri, sehingga kalau dia sudah baligh berakal, maka ia dengan mudah mengerjakan perintah agama.
d. Shalat yang dikerjakan dengan benar dan karena Allah dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dengan menyuruh shalat secara tidak langsung orang tua sudah menyuruh anaknya supaya meninggalkan perbuaan keji dan mungkar.[13]



[1] Abdullah Nashih Ulwan, Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung, 1996, hlm.53.
[2] Al-Imam Abu Isa Muhammad ibn Saurah ibn Musa ibn ad -Dahak as-Salmi at-Turmuzi, Sunan At-Turmuzi, Masriyah, Kairo, 1931, hlm. 230.
[3] Ahmad Tafsir (editor), Pendidikan Agama Dalam Keluarga, cet 4, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm.58.
[4] Mohammad Nur Abdul Hafid, Mendidik Anak, Darussalam, Yogyakarta, 2004, hlm.57.
[5] Abdullah Nashih Ulwan, op. cit, hlm. 56
[6] Al-Imam Abdillah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir al-Asbahi, Muwattha Malik, Tijariyah Kubro,  Kairo, tth, hlm.110.
[7] Al-Imam  Abu Daud Sulaiman Ibn asy al-Azdi as-Sijistani, Sunan Abu Daud, Kairo: Tijarriyah Kubra, 1354 H/1935 M, hlm. 530.
[8] Ahmad Azhar Abu Miqdad, Pendidikan seks Bagi Remaja, Mitra  Pustaka, Yogyakarta, 2001, hlm 82.
[9] al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn al-Mugirah ibn Bardizbah al-Bukhari, Sahih al-Bukhari,  Tijariyah Kubra, tt, hlm.390. 

[10] Al-Imam Taqi al-Din abu Bakar ibn Muhammad al-Husaini, Kifayah al-Ahyar Fii hali Ghayat al-Ikhtisar, Juz 2, Maktabah al-Alawiyah, tt, hlm.242. .
[11] Al-Faqih abul Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayat al-Mujtahid Wa  nihayat al-Muqtasid,  juz 1,Beirut: Dar al- Jiil, 1409H/1989M, hlm.339.
[12] Al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid Ibni Majah al-Qazwini, Sunan Ibni Majah, Dar al-Fikr Beirut Libanon, tth, hlm 420.
[13] M.Yunan Nasution, Pegangan Hidup, Ramadhani, Solo, tth, hlm. 7-29.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar