TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
DALAM
PEMBELAJARAN
Konstruktivisme adalah sebuah gerakan besar
yang memiliki filosofi sebesar strategi pendidikan. Konstruktivisme sangat
berpengaruh di bidang pendidikan, dan memunculkan beragam metode dan strategi
baru[1]. Secara konseptual, proses belajar jika
dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang
berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai
pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan
akomodasi yang bermuara pemutakhiran kognitifnya. Kegiatan belajar lebih
dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari
fakta-fakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa “ ….constructing and restructuring of knowledge
and skill (schemata) whitin the individual in acomplex network of increasing
conceptual consistency….” Pemberian
makna terhadap obyek dan pengalaman individu tersebut tidak dilakukan secara
sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan sosial
yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun luar kelas. Oleh sebab
itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam
memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan
belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan
dengan sistem penghargaan diri dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya[2]
Konstruktivistik menjadi landasan dan
kecenderungan yang muncul dalam dunia pembelajaran, seperti perlunya siswa
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, mengembangkan kemampuan belajar
mandiri, memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri, serta
perlunya guru menjadi fasilitator, mediator, dan manajer dari proses
pembelajaran itu sendiri.
Sebagai suatu pendekatan dalam proses
pembelajaran, konstruktivistik menekankan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
(1) pengetahuan yang dibangun siswa secara aktif, (2) tekanan dalam proses
belajar terletak pada siswa, (3) mengajar adalah membantu siswa belajar, (4)
tekanan dalam proses belajar lebih pada proses, bukan pada hasil akhir, (5)
kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan (6) guru adalah fasilitator .[3]
Konstruktivistik berhubungan erat dengan
beberapa teori belajar, diantaranya adalah teori perubahan konsep, teori
belajar bermakna Ausubel, dan teori skema. Teori perubahan konsep menekankan
bahwa siswa mengalami perubahan konsep secara terus menerus. Hal ini sejalan dengan
konstruktivistik yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang
sedang belajar. Dengan kata lain, teori perubahan konsep sangat dipengaruhi
oleh konstruktivistik. Posner, dkk menyatakan bahwa, dalam belajar ada proses
perubahan konsep yang mirip dengan yang ada dalam filsafat sains tersebut.
Asimilasi dan akomodasi merupakan tahapan perubahan konsep tersebut[4].
Dalam asimilasi, siswa menggunakan
konsep-konsep yang telah mereka punya untuk berhadapan dengan fenomena yang
baru, sedangkan dalam akomodasi siswa mengubah konsepnya yang tidak cocok lagi
dengan fenomena yang baru mereka hadapi. Konstrutivistik membantu untuk
mengerti bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat. Dengan
demikian, seorang guru membantu untuk mengarahkan siswa dalam pembentukan
pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan konsep sangat membantu
karena mendorong guru agar menciptakan suasana dan keadaan yang memungkinkan
perubahan konsep yang kuat pada siswa, sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan
pemahaman ilmuwan.
Teori belajar bermakna Ausubel menekankan bahwa
informasi baru dihubungkan dengan struktur pengetahuan yang sudah dimiliki
seseorang yang sedang belajar.[5]
Belajar bermakna terjadi jika siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam
struktur pengetahuan mereka. Hal ini terjadi melalui belajar konsep, dan
perubahan konsep yang telah ada, yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan
perubahan struktur konsep yang telah dimiliki siswa. Teori belajar bermakna
Ausubel sangat dekat dengan inti pokok konstruktivistik. Keduanya menekankan
pentingnya siswa mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke
dalam sistem pengertian yang telah dimiliki. Disamping itu keduanya menekankan
pentingnya asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah
dimiliki siswa.
Pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan
konstruktivistik dengan menggunakan metode tertentu didasarkan atas asumsi
bahwa siswa datang ke kelas sudah memiliki ide dan pengetahuan berdasarkan
informasi yang didapat di lingkungan sekitarnya. Melalui proses pembelajaran
konstruktivistik, siswa menambah, merevisi atau memodofikasi struktur
pengetahuan lama menjadi struktur pengetahuan baru. Menurut Pannen, dkk bahwa
dalam konstruktivisme, pembelajaran bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan
dari guru kepada siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa
membangun sendiri pengetahuannya.[6]
Sebagai akibat penekanan pendekatan
konstruktivistik berpusat pada siswa, sehingga dalam mencapai pemahaman yang
benar dalam konstruksi pengetahuan siswa diperlukan metode-metode yang
mendukung proses pembelajarannya. Belajar aktif, penafsiran, masuk akal,
pertukaran pemikiran, kerjasama dan inkuiri (menyelidik) merupakan kata kunci
dalam metode pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik.
Anggapan lama yang mengatakan bahwa siswa itu
tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan sebelum menerima materi pelajaran dari
guru, kiranya tidak cocok dengan prinsip konstruktivistik, karena yang
terpenting dalam pendekatan konstruktivistik adalah bahwa dalam proses belajar
siswalah yang harus mendapatkan prioritas. Siswa yang harus aktif mengembangkan
pengetahuan mereka sendiri. Siswa yang kreatif dan aktif mengembangkan
pengetahuan dan kemampuan mereka sendiri dalam kehidupan kognitif mereka.
Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal karena
mereka berfikir dan bukan meniru saja.
[1] Muijs D & Reynolds D, Effective Teaching, Teori dan Aplikasi (Terjemahan Helly Prajitno S
& Sri Mulyantini S), London : Sage
Publication Ltd (Buku Asli edisi kedua diterbitkan tahun 2008) hal. 95
[2]Asri
Budiningsih, C. Karakteristik siswa sebagai
pijakan pembelajaran. (Yogyakarta: Diktat Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, 2004) hlm 5
[4] Ibid., hlm. 50
[5] Ibid., hlm. 54
[6]Pannen,
P. dkk, Konstruktivisme dalam
pembelajaran, (Jakarta: Departemen
pendidikan nasional Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi Proyek pengembangan
universitas terbuka, 2001) hlm.
22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar