Peningkatan Kreativitas Anak
Dari
segi bahasa kreativitas anak atau dalam bahasa Inggris “creativity”
berarti kemampuan untuk mencipta, daya cipta.[1]
Sedang menurut istilah kreativitas berarti kemampuan menghasilkan bentuk baru
dalam seni atau dalam permesinan atau dalam memecahkan masalah-masalah dengan
metode baru.[2]
Dengan
demikian kreativitas merupakan kemampuan untuk mencipta produk baru, ciptaan
itu tidak seluruhnya baru, mungkin saja kombinasinya, sedangkan unsur-unsurnya
sudah ada sebelumnya. Kreativitas mempunyai ciri-ciri non kecakapan seperti
rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan pertanyaan dan selalu ingin
mencari pengalaman baru.[3]
Berikut unsur-unsur dalam kreativitas:
a.
Kemampuan
berpikir mencipta.
Dalam pengembanganya kreativitas memerlukan pikiran yang berdaya, dalam arti menghindarkan diri dari jebakan keadaan, namun menjadi imajinatif dalam upaya menemukan sebuah jalan keluar atas sebuah permasalahan atau dalam upaya untuk memiliki rasa memiliki atas sebuah teka-teki.[4] Lebih lanjut Elliot memaparkan bahwa imajinasi dan kreativitas adalah sama, karenanya dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah masuk dalam imajinasi dalam upaya melihat kemungkinan-kemungkinan.[5]
Pikiran untuk mencipta merupakan
esensi dari kreativitas, sebagaimana Gardner menyebut bahwa pikiran untuk
mencipta adalah sebuah frase yang mengandung dinamisme dan cakupan yang jelas.
Secara lebih gamblang, dijelaskan bahwa orang kreatif adalah:
1). Berfikir untuk diri mereka
sendiri
2). Menghabiskan banyak waktu untuk
mengintegrasikan pikiran mereka dengan apa yang ada diluar mereka.
3). Berupaya membuka pikiran mereka
dan yang lain kepada hal baru.
4). Mengupayakan dengan senantiasa
menuju (to-ing) dan mengarahkan (fro-ing) dari dalam diri mereka
keluar.[6]
Kreativitas senantiasa membuka
diri untuk berpikir integratif berdasar pengalaman sehingga merupakan kunci
pencipta yang berhasil. Disamping itu motivasi intrinsik juga mempengaruhi
pembentukan individu kreatif. Karena karakter individu kreatif adalah mempunyai
keinginan untuk menghasilakan ide atau karya demi kepuasan diri dan tidak ada
tekanan dari luar. Pengaruh motivasi intrinsik dalam pengembangan kreativitas
berlangsung dalam kondisi-kondisi mental tertentu. Beberapa kondisi dalam diri
untuk menjadi kreatif adalah:
1). Terbuka untuk pengalaman
2). Sebuah tempat evaluasi internal
(dalam kaitanya dengan diri seseorang itu sendiri)
3). Sebuah kemampuan untuk bermain
dengan elemen-elemen dan konsep-konsep (Kemampuan untuk bermain).[7]
b.
Berpikir
untuk pemecahan masalah
Sebagaimana diutarakan diatas
bahwa kreativitas melibatkan imajinasi dalam berbagai situasi yang dialami,
yaitu tidak puas dengan apa yang sudah ada, namun mengupayakan
kemungkinan-kemungkinan lain yang mungkin termasuk sesuatu belum kita ketahui.
Sebagaimana dikemukakan Peneliti Amerika Csikszentmihalyi yang memandang
kreativitas sebagai persoalan pemecahan masalah dan penemuan masalah.[8]
Dalam memperkenalkan proses
pemecahan masalah pada anak kecil, kita harus menggunakan materi yang dekat
dengan kehidupannya. Beberapa proses yang harus dikembangkan adalah:
1. Tahap orientasi, siswa diminta
mendaftar proyek yang ingin dikerjakan secara kelompok atas masalah di dalam
kelas yang mereka rasakan perlu dipecahkan. Guru dapat memilih satu topik atau
masalah untuk dibahas bersama, bergantung pada situasi kelasnya.
2. Tahap persiapan, tahapan ini
berkaitan dengan fakta yang telah diketahui dan informasi yang masih
diperlukan. Hal tersebut penting untuk membahas bersama perbedaan antara fakta
dan pendapat, fakta dan dugaan, fakta dan desas-desus, kemudian meminta siswa
untuk melihat sub-masalah yang mereka ungkapkan dan menentukan mana yang fakta.
3. Tahap penggagasan, siswa diminta
mengemukakan pertanyaan kreatif dari sub-masalah yang mereka temukan atau dari
informasi faktual.
4. Tahap penilaian, siswa diminta
memunculkan kriteria atas gagasan mereka. Ketika mengajukan setiap kriteria
gunakan pernyataan “dampaknya terhadap”, hal ini membantu siswa memahami arti
kriteria.
5. Tahap pelaksanaan, dalam
melaksanakan gagasan terbaik siswa perlu merancang rencana tindakan, yaitu
menentukan apa yang harus pertama dilakukan, bagaimana membagi tanggung jawab,
dan memberikan pengalaman yang bermakna bagi mereka.[9]
c.
Model
pembelajaran kreatif
Dalam pengembangan kurikuilum,
model-model dapat digunakan untuk menentukan materi (konten) pembelajaran dan
metode-metode dalam pencapaian materi tersebut, dalam arti bahwa model
memberikan kerangka untuk menentukan pilihan. Dengan menguasai berbagai model
bermanfaat dalam situasi pembejaran tertentu.
Talents dan taylor mengemukakan
bahwa tidak hanya bakat akademis yang perlu dipupuk dan dihargai dalam sekolah,
dalam modelnya dapat dibedakan enam talenta yang dapat dikembangkan di
sekolah. Seperti yang tertuang dalam curriculum
guide, program disusun untuk mengajar konten akademik, kreativitas,
ketrampilan merencanakan, komunikasi, prediksi, dan pengambilan keputusan.
Kreativitas sebagai kemampuan
untuk melihat atau memikirkan hal-hal yang luar biasa, yang tak lazim, memadukan
informasi yang tampaknya tidak berhubungan dan mencetuskan solusi-solusi baru
atau gagasan-gagasan baru, yang menunjukkan kelancaran, kelenturan, dan
orisionalitas dalam berpikir.
Merencanakan mencakup elaborasi
yang mempertimbangkan rincian dalam melaksanakan sesuatu. Menyusun atau
mengorganisasi bahan, waktu, dan tenaga.
Komunikasi meliputi kelancaran
dengan kata, dalam ekspresi (ungkapan) dan dalam asosiasi.
Prediksi membutuhkan antisipasi
konseptual, kesadaran sosial, dan menganalisis kriteria yang berhubungan.
Pengambilan keputusan meliputi
evaluasi eksperimental, evaluasi logis, dan pertimbangan.[10]
Sehubungan pengembangan kreativitas anak, perlu meninjau
empat aspek dari kreativitas, diantaranya:
a.
Penyediaan
ruang untuk mencipta
Pengembangan kreativitas
memerlukan komitmen atas ruang baik secara fisik maupun konsep. Tampilan ruang
kelas, materi dari tiap aktivitas serta lingkungan pembelajaran. Dalam ruang
kelas tersedia media pembelajaran yang mendukung anak berpikir secara
independen disetiap wilayah kurikulum, yaitu dengan kemudahan mengakses
materi-meteri, buku, komputer, atlas, permainan (games), materi-materi
konstruksi (bentuk), teka-teki, materi-materi kerajianan dan seterusnya. Anak
mampu bekerja sama dengan orang lain, baik secara berpasangan maupun kelompok.
Secara konseptual ruang kelas
dikondisikan dengan prinsip memperbolehkan adanya kesalahan-kesalahan dan
menganjurkan eksperimen, bersifat terbuka dan berani mengambil resiko.[11]
b. Pemahaman
pribadi
Kreativitas merupakan ekspresi
dari keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari ungkapan
pribadi yang unik diharapkan muncul ide-ide baru dan produk-produk inovatif.
Oleh karena itu pendidik hendaknya dapat menghargai keunikan pribadi dan bakat
masing-masing anak didiknya.[12]
c.
Kondisi
lingkungan sekolah
Lingkungan yang paling
berpengaruh dalam membentuk kreativitas anak adalah sekolah, karena didalamnya
terjadi proses interaksi edukatif yang mengharuskan siswa mengikuti sistem
aturan yang ada. Sekolah yang baik akan mengedepankan kenyamanan belajar bagi
siswanya.
Disamping itu guru memberi dampak
yang besar tidak hanya pada prestasi pendidikan anak, tetapi juga pada sikap
terhadap sekolah dan terhadap belajar pada umumnya. Dalam upaya memunculkan,
merangsang, dan memupuk pertumbuhan kreativitas guru harus menata sikap dan falsafah
mengajarnya.
1). Sikap Guru
Upaya guru dalam mengembangka
kreativitas siswa adalah dengan mendorong motivasi intrinsik. Semua anak harus
belajar bidang ketrampilan di sekolah, dan banyak anak memperoleh ketrampilan
kreatif melalui model-model berpikir dan bekerja kreatif. Motivasi intrinsik
akan tumbuh, jika guru memungkinkan anak untuk diberi otonomi sampai batas
tertentu di kelas.[13]
Dalam hal ini guru harus
mengkondisikan ruang pembelajaran yang nyaman, ukuranya adalah siswa merasa
tidak tertekan atau tegang sehingga motivasi internal tumbuh, ketegangan
kurang, dan belajar konseptual lebih baik. Pendekatan yang dipilih adalah tidak
diawasi tapi diarahkan (non-controlling but directed), sehingga anak
melihat dirinya sebagai lebih kompeten di sekolah dan mempunyai rasa harga diri
yang lebih tinggi dari pada anak-anak yang melihat lingkungan kelas mereka
sebagai mengawasi. Penekananya lebih pada belajar bukan pada penilaian, dengan
sikap ini guru betul-betul dapat menjadi kolaborator dalam belajar.[14]
2). Falsafah mengajar
Falsafah mengajar yang mendorong
kreativitas anak secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
a). Belajar adalah sangat penting dan
sangat menyenangkan
b). Anak patut dihargai dan disayangi
sebagai pribadi yang unik
c). Anak hendaknya menjadi pelajar
yang aktif. Mereka perlu didorong untuk membawa pengalaman, gagasan, minat, dan
bahan mereka di dalam kelas. Siswa diberi kesempatan untuk membicarakan bersama
dengan guru mengenai tujuan bekerja/belajar setiap hari, dan perlu diberi
otonomi dalam menentukan bagaimana mencapainya.
d). Anak perlu merasa nyaman dan
dirangsang di dalam kelas sehingga tidak ada tekanan atau ketegangan.
e). Anak harus mempunyai rasa
memiliki dan kebanggaan di dalam kelas. Mereka perlu dilibatkan dalam merancang
kegiatan belajar dan boleh membawa bahan-bahan dari rumah.
f).
Guru
merupakan nara sumber, bukan polisi atau dewa. Anak harus menghormati guru,
tetapi merasa aman dan nyaman dengan guru.
g). Guru memang kompeten, tetapi
tidak perlu sempurna.
h). Anak perlu merasa bebas untuk
mendiskusikan masalah secara terbuka, baik dengan guru maupun dengan teman
sebaya. Ruang kelas adalah milik mereka juga dan mereka berbagi tangung jawab
dalam mengaturnya.
i).
Kerja
sama selalu lebih daripada kompetisi.
j).
Pengalaman
belajar hendaknya dekat dengan pengalaman dari dunia nyata.[15]
d. Kondisi lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan
utama dalam pendidikan anak, sangat terlihat ketika bahasa ibu mempunyai
pengaruh kuat dalam diri anak. Begitu juga dalam hal kreativitas, anak memiliki
kecenderungan meniru apa yang sering dia lihat dalam keseharian. Seperti yang
dikutip Utami Munandar dari konsep Amabile bahwa sikap yang harus dibangun
orang tua dalam mendorong kreativitas anak, diantaranya:
1. Kebebasan, yaitu tidak otoriter,
tidak selalu mau mengawasi anak, dan tidak terlalu membatasi kegiatan anak.
2. Respek, orang tua menghormati
anak sebagai individu, percaya akan kemampuan mereka, dan menghargai keunikan
anak. Sehingga secara alamiah anak mampu mengembangkan kepercayaan diri untuk
berani melakukan sesuatu yang orisinal.
3. Kedekatan emosional yang sedang,
anak perlu merasa bahwa ia disayang, tetapi tidak menjadi terlalu tergantung
pada orang tua. Karena pada dasarnya memberi kebebasan anak untuk tidak
tergantung pada orang lain dalam menentukan pendapat atau minat dapat mendorong
munculnya kreativitas.
4. Prestasi bukan angka, menghargai
prestasi anak dalam arti mendorong anak anak untuk berusaha sebaik-baiknya dan
menghasilkan karya-karya yang baik. Sedangkan orang tua tidak terlalu
menekankan untuk mencapai angka atau nilai/peringkat tinggi. Dalam hal ini
imajinasi dan kejujuran lebih ditekankan daripada mencapai angka tertinggi.
5. Orang tua aktif dan mandiri,
orang tua merasa aman dan yakin tentang diri sendiri, tidak memperdulikan
status sosial, dan tidak terlalu terpengaruh oleh tuntutan sosial. Mereka juga
amat kompeten dan mempunyai banyak minat, baik di dalam maupun di luar rumah.
Peran orang tua disini sebagai model utama bagi anak.
6. Menghargai kreativitas, orang
mendorong anak melakukan hal-hal kretaif.[16]
Kaitannya
dengan pengajaran Agama Islam pada anak, pemberian teladan yang baik memang
diperlukan. Anak akan berusaha meniru orang tua dalam hal kecil maupun besar,
dan mengambil jalan hidupnya mengikuti prilaku, kebiasaan serta sifat orang
yang disukainya.[17]
Sebagai
ilustrasi terdekat adalah ayah mengajak anak laki-lakinya pergi ke masjid untuk
menjalankan sholat jum’at. Dengan ajakan tersebut paling tidak anak dikenalkan
dari dekat tentang rumah suci serta kegiatan yang dilakukan orang didalamnya,
biasanya si anak terheran-heran, penuh tanda tanya dalam hati, misalnya tentang
bangunan masjid, suara adzan yang menggema, orang-orang yang hilir-mudik
mengambil air wudlu, mihrabnya yang anggun di sebelah pengimaman, dan banyak
lagi pemendangan menarik yang mengusik akal-budinya.
Memang
belum banyak yang dapat diharapkan dari anak pada usia dini, minimal ada upaya
pengenalan dan pembiasaan serta pemberian teladan agar anak menjadi terbiasa
dan akhirnya mencintai masjid beserta amaliah keagamaannya.[19]
Sehubungan dengan berbagai pendapat tokoh diatas, dapat
digeneralisasikan sebuah pemahaman tentang peningkatan kreativitas anak yang
menyangkut beberapa aspek sebagai berikut:
a.
Penyediaan
ruang untuk mencipta
Pengembangan kreativitas
memerlukan komitmen atas ruang baik secara fisik maupun konsep. Tampilan ruang
kelas, materi dari tiap aktivitas serta lingkungan pembelajaran. Dalam ruang
kelas tersedia media pembelajaran yang mendukung anak berpikir secara independen
disetiap wilayah kurikulum, yaitu dengan kemudahan mengakses materi-meteri,
buku, komputer, atlas, permainan (games), materi-materi konstruksi
(bentuk), teka-teki, materi-materi kerajianan dan seterusnya. Anak mampu
bekerja sama dengan orang lain, baik secara berpasangan maupun kelompok.
Secara konseptual ruang kelas
dikondisikan dengan prinsip memperbolehkan adanya kesalahan-kesalahan dan
menganjurkan eksperimen, bersifat terbuka dan berani mengambil resiko.
b. Pemahaman
pribadi
Kreativitas merupakan ekspresi
dari keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari ungkapan
pribadi yang unik diharapkan muncul ide-ide baru dan produk-produk inovatif.
Oleh karena itu pendidik hendaknya dapat menghargai keunikan pribadi dan bakat
masing-masing anak didiknya.
c.
Kondisi
lingkungan sekolah
Lingkungan
yang paling berpengaruh dalam membentuk kreativitas anak adalah sekolah, karena
didalamnya terjadi proses interaksi edukatif yang mengharuskan siswa mengikuti
sistem aturan yang ada. Sekolah yang baik akan mengedepankan kenyamanan belajar
bagi siswanya.
[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, Hlm.
427.
[2] C.P. Caplin, Kamus Lengkap
Psikologi, Rajawali Pers, Jakarta, 1989, Hlm. 117.
[3] Conny Setiawan dkk., Memupuk
Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah, Gramedia, Jakarta, 1984, Hlm.
7
[4]
Anna Craft, Creativity Across the Primary Curriculum, Alih Bahasa
M. Chairul Annam, Membangun Kreativitas Anak, Inisiasi Press, Depok,
2000, Hlm. 2
[5]
Ibid., Hlm. 11
[6]
Ibid., Hlm. 19
[7]
Ibid., Hlm. 21
[8]
Ibid., Hlm. 53
[9]
Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Rineka
Cipta, Jakarta, 1999, Hlm. 212-213
[10]
Ibid., Hlm. 168
[11]
Anna Craft, Membangun Kreativitas Anak, terj. Syafinuddin
Al-Madari dan M. Chairul Annam, Inisiasi Press, Depok, 2000, Hlm. 193
[12]
Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Rineka
Cipta, Jakarta, 1999, Hlm. 45
[13]
Ibid., Hlm. 110
[14]
Ibid., Hlm. 111
[15] Ibid, Hlm. 111-112
[16]
Utami Munandar, Op. Cit., Hlm. 92-93
[17]
Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, Terj.
Arum Titisari, A.H. Ba’adillah Press, Jakarta, 2002, Hlm. 92-93
[19] Imam Bawani, Ilmu Jiwa
Perkembangan dalam Konteks Pendidikan Islam, Bina Ilmu, surabaya, 1990,
Hlm. 107
Tidak ada komentar:
Posting Komentar