MEMAKNAI
PROSES PEMBELAJARAN
Proses
pembelajaran pada hakekatnya adalah interaksi guru dengan murid dalam rangka
menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.[1]
Dengan demikian belajar mengajar hendaknya mengorientasikan pada nilai
normatif, yaitu mengandung sejumlah nilai yang mampu mengubah tingkah laku,
sikap dan perbuatan anak didik menjadi lebih baik, dewasa, dan bersusila.
Proses interaksi edukatif melibatkan komunikasi aktif dua arah antara guru dan
anak didik. Mereka hendaknya aktif dalam arti sikap, mental, dan perbuatan
untuk sama-sama memahami usaha belajar. Dalam sistem pengajaran dengan
pendekatan ketrampilan proses, anak didik dituntut lebih aktif daripada guru.
Guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator yang bertujuan untuk
mengarahkan tercapainya tujuan pembelajaran yang dilakukan.[2]
Dalam
menyusun program pengajaran guru dapat mengacu pada pendapat beberapa pakar
pendidikan, diantaranya:
a. Skinner
Skinner berpandangan bahwa
belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, diharapkan responya akan
menjadi lebih baik. Sebaliknya, apabila ia tidak belajar maka responya akan
menurun. Dalam menerapkan teori skinner, guru perlu memperhatikan dua hal
penting, yaitu pemilihan stimulus yang diskriminatif, dan penggunaan penguatan.
Dengan demikian diperlukan pemilihan respon pada ranah kognitif atau afektif.
Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori kondisioning operan adalah:
1). Mempelajari keadaan kelas. Guru
mencari dan menemukan prilaku positif dan prilaku negatif siswa yang kemudian
memperkuat prilaku positif dan mengeliminir prilaku negatif.
2). Membuat daftar penguat positif.
Guru mencari prilaku yang lebih disukai siswa, prilaku yang kena hukuman, dan
kegiatan luar sekolah yang dapat dijadikan penguat.
3). Memilih dan menentukan urutan
tingkah laku yang dipelajari serta jenis penguatanya.
4). Membuat program pembelajaran.
Berisi urutan prilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari prilaku,
dan evaluasi. Dalam melaksanakan program pembelajaran, guru mencatat prilaku
dan penguat yang berhasil dan tidak berhasil. Ketidakberhasilan menjadi catatan
penting bagi modifikasi prilaku selanjutnya.[3]
b. Gagne
Gagne mengungkapkan bahwa belajar
merupakan kegiatan yang komplek dan menghasilkan kapabilitas. Kompleksitas
tersebut digambarkan bahwa belajar merupakan interaksi antara keadaaan internal
dan proses kognitif siswa dengan stimulus dari lingkungan, proses kognitif
memunculkan suatu hasil belajar yang terdiri dari:
1). Informasi verbal adalah
kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan
maupun tulisan.
2). Ketrampilan intelektual adalah
kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta
mempresentasikan konsep dan lambang. Ketrampilan ini terdiri dari diskriminasi
jamak, konsep konkret dan terdefinisi, serta prinsip.
3). Strategi kognitif adalah
kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri, yaitu
kemampuan penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4). Ketrampilan motorik adalah
kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan koordinasi, sehingga
terwujud otomatisme gerak jasmani.
5). Sikap adalah kemampuan menerima
atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.
Berkaitan dengan pembelajaran,
maka guru dapat menyusun acara pembelajaran sebagai berikut:
a) Persiapan untuk belajar
(1) Menarik perhatian siswa dengan
kejadian yang tidak seperti biasanya, pertanyaan atau perubahan stimulus.
(2) Memberitahu siswa tentang tujuan
belajar
(3) Merangsang siswa agar mengingat
kembali hasil belajar (apa yang telah dipelajari) sebelumnya.
b) Pemerolehan
dan unjuk perbuatan
(1) Menyajikan stimulus yang jelas
sifatnya.
(2) Memberikan bimbingan belajar
(3) Memunculkan perbuatan siswa
(4) Memberikan balikan informatif
c) Retrival
dan alih belajar
(1) Menilai perbuatan siswa
(2) Meningkatkan retensi dan alih
belajar[4]
c. Rogers
Dalam pembelajaran Rogers
mengemukakan langkah-langkah yang harus dilakukan guru, yaitu:
1). Guru memberi kepercayaan kepada
kelas agar kelas memilih belajar secara terstruktur.
2). Guru dan siswa membuat kontrak
belajar.
3). Guru menggunakan metode inkuiri,
atau belajar menemukan (discovery learning).
4). Guru menggunakan metode simulasi.
5). Guru mengadakan latihan kepekaan
agar siswa mampu menghayati perasaan dan berpartisipasi dengan kelaompok lain.
6). Guru bertindak sebagai
fasilitator belajar.
7). Guru menggunakan pengajaran
berprogram sebagai upaya menumbuhkan kreativitas siswa.[5]
Uraian teori belajar menurut beberap tokoh diatas
mensyaratkan adanya proses pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan
komunikasi efektif. Lebih lanjut Jerome S. Bruner memunculkan tahapan dalam
proses pembelajaran yang berorientasi pada perubahan, yaitu:
a
Tahap
Informasi
Siswa yang sedang belajar
memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. Diantara
informasi yang diperoleh, ada yang sama sekali baru dan berdiri sendiri, ada
pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan memperdalam pengetahuan yang
sebelumnya telah dimiliki.
b
Tahap
Transformasi
Informasi yang telah diperoleh
harus dianalisis, diubah atau ditransformasi kedalam bentuk yang lebih abstrak
atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Peran guru
dalam tahapan ini sangat diharapakan untuk memilih strategi kognitif yang tepat
sehingga tranformasi materi pelajaran sesuai tujuan pembelajaran.
c
Tahap
Evaluasi
Menilai sejauhmana pengetahuan
yang diperoleh siswa dapat dimanfaatkan untuk memahami dan merespon terhadap
gejala-gejala lingkungan yang sedang dihadapi.[6]
Tahapan proses pembelajaran harus
disesuaikan dengan hasil yang diharapkan yakni motivasi belajar, minat,
keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri.
Dalam proses pembelajaran
motivasi mempunyai peranan penting, karena merupakan tenaga yang menggerakkan
dan mengarahkan aktivitas seseorang. Dengan demikian motivasi dapat menjadi
tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, guru diharapkan mampu
mengkondisikan kegiatan intelektual dan estetik agar siswa tertarik dalam
proses pembelajaran. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai dan
ketrampilan.[7]
Sebagai upaya menumbuhkan
motivasi belajar siswa dibutuhkan proses pembelajaran yang tenang dan
menyenangkan, hal tersebut tentu saja menuntut aktivitas dan kreativitas guru
dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Ukuran kualitas pembelajaran dapat
dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses apabila seluruh
atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif,
baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, antara lain
menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan
rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, terjadinya perubahan
tingkah laku positif dalam diri anak didik seluruhnya atau setidak-tidaknya
sebagian besar (75%).[8]
[1]
Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Rineka Cipta,
Jakarta, 1997, Hlm. 36
[2]
Syaiful Bahari Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,
Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hlm. 12
[3]
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta,
Jakarta, 2002, Hlm. 9-10
[4]
Ibid., Hlm. 11-12
[5]
Ibid., Hlm. 17
[6] S. Nasution, Berbagai
Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, Hlm.
9-10
[7] Dimyati dan Mudjiono, Ibid.,
Hlm. 43
[8]
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi; Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, Hlm. 101-102
Tidak ada komentar:
Posting Komentar