TUGAS
DAN TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK
DALAM
KONTEKS AJARAN ISLAM
Dalam ajaran
Islam diatur bagaimana
hubungan antara orang tua dan anak serta hak dan kewajiban masing-masing.
Orang tua harus mengikat hubungan yang
harmonis dan penuh
kasih sayang dengan anak-anaknya. Sabda Rasulullah
SAW: Artinya: "Tuhan
merahmati seseorang yang
membantu anaknya dalam berbakti kepadanya". (HR
Ahmad).[1]
Di samping
itu orang tua
berkewajiban pula memenuhi
kebutuhan anak-anaknya,
baik kebutuhan pisik
dan materil maupun
kebutuhan mental dan spritual.
Kebutuhan pisik dan
materiil yang haruss
dipenuhi adalah makanan,
pakaian, perumahan dan
menjaga jasmaninya dari segala
bahaya yang mengancam. Kebutuhan
mental dan spritual
yang harus dipenuhi
adalah berupa ilmu-ilmu
yang berguna baginya
baik ilmu agama
maupun ilmu umum
sehingga dengan ilmu
yang dimilikinya itu
nantinya diharapkan ia
menjadi manusia yang
sempurna berilmu dan
beragama, beramal dan
beribadat serta dapat
hidup dengan baik
di tengah-tengah masyarakat.
Mental dan spritual
ini pembinaannya harus
dimulai semenjak bayi
masih dalam kandungan
(pendidikan pranatal) kemudian
dilanjutkan pada masa
kanak-kanak, dan seterusnya
pada masa remaja.
Bagi orang tua
harus diingat bahwa
pembinaan mental spritual
ini harus dilaksanakan dengan
seimbang, atau dengan kata
lain, bahwa otaknya
harus diisi dengan
ilmu-ilmu yang berguna
bagi kehidupan dunia
(iptek) sedangkan hatinya
harus pula diisi
dengan keimanan dan
takwa (imtak) yang
berguna baginya untuk
memupuk kehidupan dunia
dan akhirat kelak.
Hendaknya
orang tua memberikan kasih sayang dan kecintaan kepada anak mereka, dan tidak
mengarahkan pukulan batin kepadanya. Misalnya salah seorang dari mereka membentak
anak di hadapan umum, sementara anaknya itu masih berumur empat atau lima
tahun, atau menyindirnya, khususnya di depan orang lain ke arah perendahan dan
penghinaan. Kata-kata yang kasar dan melukai perasaan serta menghina, akan
berubah menjadi tikaman yang tertanam pada jiwa anak, sehingga menyakitinya dan
menyebabkan kepedihan dan gangguan-gangguan padanya.[2]
Orang tua
adalah orang yang
paling berjasa dalam
kehidupan anak-anaknya. Oleh
sebab itu sudah
sewajarnya anak-anak harus
menjalin hubungan kasih
sayang dengan orang
tuanya serta berbakti
kepadanya. Allah memerintahkan agar
anak-anak selalu berbakti
kepada orang tuanya.
Firman Allah SWT:
Artinya: "Hendaklah kamu menyembah
Allah dan jangan
perserikatkan dengan orang
lain, dan kepada
kedua orang tuamu
hendaklah berbuat baik
(Q.S.al-Nisa: 26).[3]
Berbakti kepada
orang tua dapat
dilakukan kapan saja
sesuai dengan kemampuan,
dan tidak perlu
menunggu kalau sudah
dewasa, atau sudah
kaya dan sebagainya.
Cara berbakti kepada
kedua ibu bapak
adalah sebagai berikut:
1) Selalu berkata
dengan lemah lembut
dan bersikap sopan.
Sikap yang seperti
demikian dapat melegakan
hatinya, 2) Membantunya dalam
bekerja, ikut serta memecahkan
kesulitan yang dihadapinya dan menghiburnya dikala mereka
sedang susah. 3) Memeliharanya
dan melindunginya sebagaimana mereka
melindungi anak-anak
sewaktu kecil 4) Senantiasa
mendoakannya kepada Allah
dengan memohonkan keselamatannya dan
keampunan dari segala
kesalahannya. Dalam Al
Quran Allah SWT
berfirman:
Artinya: "Wahai
Tuhanku kasihanilah mereka
keduanya sebagaimana mereka
telah mendidik aku
sewaktu aku kecil'.
(Q.S Al-lsra': 24)
Di
antara kedua orang
tua, fungsi ibu
mendapat tempat yang
pertama di lingkungan
keluarga. Dalam suatu
hadist yang diterima
dari Abu Hurairah
dan diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim
sebagai berikut:[4]
Artinya: “Seorang sahabat
bertanya, siapakah yang
paling berhak aku
pergauli dengan baik?
Jawab Rasulullah "Ibumu” kemudian
siapa? "Ibumu" Jawab
Rasulullah lagi "
Ibumu, kemudian siapa?
Jawab Rasulullah lagi
"Ibumu" Dan siapa
lagi? Jawab Rasulullah
"Bapakmu".(HR.Bukhari dan Muslim).
Di dalam sebuah riwayat dinyatakan, lelaki itu betanya:
wahai Rasulullah siapakah orang yang paling berhak diperlakukan baik? Beliau
SAW menjawab: ibumu, kemudian ibumu, kemudian ayahmu, kemudian orang yang dekat
denganmu.
Ibu lebih
diutamakan daripada bapak, sebabnya adalah
karena kebahagiaan pertama
bagi seorang anak
tergantung kepada ibu,
sebab ibulah yang
paling banyak dalam
mendidik dan membesarkan
anak-anaknya jika dibandingkan dengan
ayah. Sehingga sangat tergantung
kepada sikap ibunya
dalam mendidik anaknya
sewaktu kecil.
Artinya: "Wahai
manusia Kami jadikan
kamu dari jenis laki-laki dan perempuan
dan Kami jadikan
pula kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal,
sesungguhnya yang semulia
kamu disisi Allah
SWT adalah orang yang paling
taqwa diantara kamu".
(Q.S. Al Hujurat
: 13) [5]
Sebagaimana
kita ketahui bahwa manusia adalah
makhluk yang bermasyarakat. Hidup bermasyarakat merupakan naluri bagi
manusia. Seorang individu
tidak akan bisa hidup
tanpa masyarakat, sedangkan
masyarakat itu sendiri
terdiri dari kumpulan-kumpulan individu-individu. Antara
individu-individu dalam masyarakat
selalu terjadi hubungan
timbal balik yang
bersifat aktif (interaksi). Agar
hubungan tersebut dapat
berjalan secara baik
dan harmonis diperlukan
adanya peraturan-peraturan atau
norma-norma yang paling
tinggi nilainya adalah
norma-norma agama. Dalam
agama Islam diatur
begitu rupa bagaimana
caranya seseorang berhubungan
dengan anggota masyarakat
lainnya sehingga tercipta
kerukunan dalam pergaulan.
Cara-cara tersebut sebagai
berikut:
a.
Bersikap ramah-tamah, bermuka
manis dan berkata lemah
lembut terhadap tetangga
dan masyarakat lainnya.
Sifat tersebut adalah
sebagai kunci suksesnya
seseorang dalam pergaulan.
Sabda Rasulullah SAW:
"Engkau tidak akan
dapat memuaskan hati
manusia dengan harta
bendamu, dari itu
senangkanlah mereka dengan
muka yang manis
dan budi yang
baik.
b Selalu menepati
janji dan memelihara
kepercayaan orang lain.
Firman Allah SWT:
c. Menjauhkan rasa curiga mencurigai
dan purbasangka yang
tidak baik. Sabda
Rasulullah SAW;
d. Bersikap
tolong menolong antara
sesama anggota masyarakat'
terutama pada saat-saat
diperlukan. Firman Allah
SWT:
Artinya: "Bertolong-tolonglah kamu
terhadap kebaikan dan
taqwa, dan janganlah
kamu bertohng-talongan terhadap
dosa dan pemusuhan". (Q.S al-
Maidah : 2),
e. Selalu
bermusyawarah dalam memecahkan
masalah yang menyangkut
kepentingan bersama. Dan
dalam bermusyawarah itu
hendaklah menghargai pendapat
orang lain sekalipun
pendapat itu salah.
Dan selalu menerima
pendapat yang benar
walaupun dari siapa
datangnya.
Firman
Allah SWT:
f. Menjaga
persatuan dan kesatuan
serta mencari titik
persamaan antara anggota
masyarakat dan bergembira
atas kebahagiaan mereka
serta berduka cita
atas kesedihan mereka.
Jangan mencari-cari kesalahan,
memandang enteng serta
menjatuhkan nama baik
dan kehormatan orang
lain. Memberi nasihat
serta menjaga hubungan
silaturrahmi antara sesama
masyarakat, dan sekali-kali
jangan memutuskannya.
Demikianlah syarat-syarat yang penting
yang harus dilaksanakan dalam pergaulan.
Jika cara-cara ini
betul-betul dilaksanakan dan
dipraktekkan, maka hubungan
antara sesama anggota
masyarakat akan berjalan baik, dan dengan sendirinya ketenangan dalam masyarakat dapat
terwujud dan sekaligus
besar pengaruhnya terhadap
ketenangan, dan ketenteraman bangsa
dan negara.
Rumah tangga
adalah tempat yang
mula-mula dikenal oleh
seorang anak. Di
rumah tanggalah ajaran
agama dimulai dan
diamalkan. Pengamalan agama
dalam rumah tangga
harus dimulai dari
diri sendiri (ibu
dan bapak) dan
kemudian barulah keluarga
yang terdekat dan
sesudah itu barulah
anggota masyarakat lainnya.
Di rumah tangga
mulailah diletakkan dasar-dasar pendidikan. Anak
dibiasakan patuh, berbudi
luhur, berdisiplin, pandai
menempatkan diri sebagai
hamba Allah SWT
dan pandai bergaul
dengan masyarakat. Di
rumah tangga sudah
mulai dilaksanakan pendidikan
agama, kebersihan, kesehatan
dan lain-lain untuk
tahap permulaan. Sebagai
pendidik utama dalam
rumah tangga adalah
ibu dan bapak.
Ibu dan bapak
harus menjadi teladan
dalam rumah tangga
terhadap anak-anaknya, sebab
pengaruh kepribadian orang
tua besar sekali
terhadap anak-anaknya. Sabda
Rasulullah SAW: [9]
Artinya: "Tidaklah anak
itu dilahirkan kecuali
atas fitrah (potensi
dasar) maka terserahlah
pada ayah dan
ibunya yang menjadikan anaknya beragama Yahudi Nasrani
ataupun Majusi. (HRMuslim).
Setelah keinginan
anak untuk belajar
mulai tumbuh, orang
tua harus memberikan
persiapan yang diperlukan
untuk memasuki masa
sekolah, karena biasanya
pada masa tahun
pertama anak berada
di sekolah ia akan menemui suasana baru yang sangat berbeda dengan
suasana keluarganya.
[1] Al-Imam
Abu Abdillah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hambal Asy-Syaibani al-Marwazi, Musnad
Ahmad, Kairo: Tijariyah Kubra, tt, hlm. 187
[2]
Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, terj. Segaf Abdillah Assegaf
& Miqdad Turkan, Jakarta: PT, Lentera Basritama Anggota IKAPI, 2003, hlm.
145-146
[3] Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al-Qur’an, op.cit, hlm. 450.
[4]
al-Imam Abi Abdillah Zakariya Yahya Nawawi. Riyadus Shalihin, al
Ijtimaiyah Beirut, Libanon, tth, hlm 163.
[5] Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al-Qur’an, op. cit, hlm 304.
[6] Ibid,
hlm. 112
[7] Al-Imam
Abu Abdillah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hambal Asy-Syaibani al-Marwazi, Musnad
Ahmad, Kairo: Tijariyah Kubra, tt, hlm.340.
[8] Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al-Qur’an, op.cit ,hlm.161
[9]
Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahih
Muslim, Jilid I, Tijariah Kubra, tt, hlm. 280
Tidak ada komentar:
Posting Komentar