Pendidikan Anak Dalam Ajaran Agama Islam
(Kajian
Tentang Pengenalan Ajaran Islam Sejak Usia Dini)
Di dalam Al Quran dan Hadist terdapat beberapa perintah dan
anjuran yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak setelah lahir walaupun
perintah tersebut bukan perintah wajib, akan tetapi di dalamnya terkandung
nilai pendidikan yang luhur dan mulia, Di antaranya:
a. Anjuran adzan dan
iqamah terhadap anak yang baru lahir
Ajaran Islam
mensyariatkan terutama kepada orang tua agar menyuarakan adzan di telinga kanan
dan iqamah di telinga kiri.[1] Rasulullah bersabda:[2]
Artinya:
"Sesungguhnya telah bang Rasulullah SAW pada telinga Husain (cucu beliau)
ketika Husain baru dilahirkan oleh Fatuimah (HR.Ahmad dan Tirmidzi)
Orang tua mempunyai peranan yang
besar dalam proses sosialisasi keyakinan anak[3]. Oleh karenanya dalam
adzan dan iqamah terkandung nilai-nilai agama.
1) Agar apa yang
pertama-tama menembus pendengaran manusia
adalah kalimat-kalimat seruan Yang Maha Tinggi yang mengandung kebesaran
Tuhan dan syahadat (persaksian) yang dengannyalah la pertama-tama masuk Islam.
Hal itu merupakan pendidikan dan pengajaran baginya tentang syari'at Islam
ketika ia memasuki dunia. Tidak mustahil
pengaruh adzan itu akan meresap ke dalam hatinya.
2) Menyadarkan orang tua,
bahwa pendidikan keagamaan anak adalah tanggungjawab/kewajibannya. Adzan dan
iqamah adalah proses pendidikan agama
yang pertama dilakukan orang tua terhadap anak.
3) Adzan itu mengandung
makna dakwah kepada Allah untuk menyembah-Nya dapat mendahului dakwah syetan,
seperti halnya fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu
dapat mendahului syetan dalam merubah dan memindahkannya.[4]
b. Disunahkan
mencukur rambut
Di antara
anjuran syari'at Islam yang lain terhadap anak yang baru lahir adalah menggosok tenggorokan. dan
mencukur rambut. Menggosok tenggorokan maksudnya adalah memasukkan sesuatu yang manis ke dalam mulut anak dengan
jari atau benda lainnya, kemudian menggerakkannya di dalam mulut anak ke kanan
dan ke kiri sehingga merata ke seluruh rongga mulut anak. Nilai-nilai yang
terkandung dalam menggosok tenggorokan adalah untuk menguatkan syaraf-syaraf
mulut anak dan lidahnya sehingga anak siap menyusui tetek ibunya.
Adapun
mencukur rambut adalah membuang seluruh rambut yang ada di kepala anak
yang baru lahir pada hari ketujuh kelahirannya.[5] Sabda Rasululah SAW:
Artinya:"Bahwa Rasulullah SAW telah
memerintahkan untuk mencukur kepala Al'Hasan danAl Husain pada hari ke tujuh
dari kelahiran mereka. Kemudian mereka dicukur dan beliau menyedekahkan perak
sesuai dengan berat timbangan rambutnya itu”(HR.Malik).[6]
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam mencukur
rambut anak yang baru lahir adalah; a)
Pendidikan kesehatan, karena mencukur rambut anak ini akan memperkuat tubuh
anak itu, membuka selaput kulit kepala dan mempertajam indra penglihatan,
penciuman dan pendengaran. b) Pendidikan sosial, karena bersedekah dengan perak
seberat timbangan rambut anak merupakan salah satu sumber lain bagi jaminan sosial.
Di dalam hal ini terdapat suatu jalan untuk mengikis kemiskinan dan suatu bukti
nyata adanya tolong-menolong dan saling
kasih-mengasihi di dalam masyarakat.
c. Anjuran memberi nama baik
Di dalam ajaran Islam, nama seseorang disamping
sebagai panggilan atau pengenalan terhadap seseorang, juga berfungsi sebagai
do,a. Oleh karena itu pada tempatnyalah seseorang diberi nama yang baik sesuai
dengan ajaran Islam,
Berbagai kebiasaan yang berlaku di masyarakat adalah
bahwa ketika anak dilahirkan, maka orang tua memilihkan sebuah nama untuk
anaknya Dengan demikian, ia dapat dikenal orang-orang disekelilingnya dengan
nama itu. Dengan syari' atnya yang sempuma, Islam memperhatikan kenyataan ini
dan meletakkan dasar hukum yang menunjukkan pentingnya masalah ini. Sehingga
umat Islam mengetahui setiap masalah
yang berkenaan dengan anak yang baru lahir, setiap masalah yang akan mengangkat
keadaan anak itu dan setiap persoalan yang berhubungan dengan pendidikannya.
Beberapa hukum yang terpenting diletakkan Islam di dalam memberikan nama kepada
anak, yaitu seorang anak yang baru lahir
harus diberi nama dengan nama yang baik. Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: "Sesungguhnya pada hari kiamat nanti
kamu sekalian akan dipanggil dengan nama -nama kamu sekalian dan nama -nama
bapak-bapak kamu sekalian. Oleh karena itu, buatlah nama-nama yang baik untuk
kamu sekalian ". (H.R.Abu Daud).[7]
d. Khitan
Khitan ialah memotong kuluf (kulit) yang menutupi
kepala penis laki-laki. Sesungguhnya orang yang kuluf (tidak dikhitan) itu
membatalkan wudhu' dan shalatnya. Sebab kulfah (kulit zakar) menutupi dzakar
secara keseluruhannya, sehingga ia dapat terkena air kencing dan tidak mungkin
dapat dikeringkan. Maka sahnya bersuci dan shalat itu, tergantung kepada
khitan. Atas dasar ini, maka banyak di antara ulama salaf dan khalaf melarang
menjadikan orang yang tidak dikhitan sebagai imam. Sedangkan shalatnya sendiri,
dianggap sebagai shalat orang yang 'udzur sebagaimana halnya orang yang selalu
kencing.[8]
Sabda Rasulullah SAW:[9]
Artinya: "Rasulullah SA W telah meng
'aqiqahiAl-Hasan dan Al-Husain dan mengkhitani mereka pada hari ketujuh {dari
kelahiran mereka). (H.R. Bukhari).
Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam khitan
1) Pendidikan Kesehatan
a. Dengan terkelupasnya kuluf (kulit luar dzakar),berarti seseorang akan
selamat dari peluh berminyak dan sisa kencing yang mengandung lemak dan kotor.
Sisa-sisa tersebut tentu bisa mengakibatkan gangguan kencing dan pembusukan.
b. Khitan dapat mengurangi kemungkinan berjangkitnya
kanker kelamin. Kenyataan ini
membuktikan bahwa kanker banyak berjangkit pada orang-orang yang khulufnya
sempit, dan jarang didapat pada bangsa-bangsa yang berpegang pada wajibnya khitan.
c. Dapat menghindarkan anak dari penyakit ngompol.
d. Khitan dapat menimbulkan kebersihan dan keindahan bentuk dzakar.
2) Dari Segi Agama
a. Khitan merupakan pangkal fitrah dari syi’ar Islam,
serta membedakan antara seorang muslim dengan non muslim.
b.
Khitan mempakan
peryataan ubudiyah kepada Allah, sebagai manifestasi kepatuhan dan ketaatan
kepada-Nya.
3) Dari Segi Seksual
a. Khitan dapat memperlambat ejakulasi dalam
bersenggama. Kepala khitan yang selalu terbuka senantiasa bergesrekan dengan
kain atau celana dalam, sehingga tidak begitu peka dan labil. Apabila terjadi
persenggamaan dengan istri, ejakulasi tidak begitu cepat, karena sahwat tidak
begitu terangsang disebabkan kulit kepala dzakar agak kebal gesekan kain atau
celana. Lamanya masa bersenggama bagi wanita menimbulkan kepuasan tersendiri
apabila kalau dapat mencapai orgasmus secara serempak.
b. Khitan bagi wanita juga dapat mengurangi
sahwatnya, karena salah satu rangsangan seksual yang paling peka terletak pada
ujung kelentit. Kalau sebagian ujung kelentit dibuang maka dapat mengurangi
gejolak sahwat yang berlebihan terutama bagi wanita hyper sex. Akan
tetapi kalau terlalu panjang dipotong ujung kelentit tersebut, menyebabkan
wanita menjadi frigid (dingin sahwat).
e. Aqiqah
Imam Taqiyuddin mengatakan:[10]
Artinya: aqiqah
ialah sunnat (mustahab), aqiqah adalah binatang yang disembelih karena anak
yang baru lahir pada hari ketujuh. Disembelih dua ekor kambing karena anak
laki-laki, dan seekor kambing karena anak perempuan.
Ibnu Rusyd
mengatakan:[11]
Artinya; menurut
mazhab zahiri, aqiqah itu wajib; menurut jumhur ulama sunat; menurut Abu
Hanifah tidak wajib dan tidak sunat, namun sebagai anjuran biasa atau bersifat
mubah.
Rasulullah bersabda:[12]
Artinya: "Bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang
'aqiqah, "Setiap anak itu dijanjikan dengan 'aqlqahnya, disembelihkan
(baginya) pada hari ketujuh {dan kelahiran)nya, dicukur kepalanya dan diberi
nama". (H.R.Turmuzi, Nasai dan Ibnu Majah).
f. Perintah supaya anak mengerjakan shalat umur tujuh
tahun
Setelah anak berumur tujuh tahun, hendaklah ia
disuruh mengerjakan shalat, dan kalau ia sudah berumur sepuluh fahun tidak juga
mengerjakan shalat maka dia boleh dipukul dengan pukulan yang tidak
membahayakan.Nilai pendidikan yang terdapat dalam perintah shalat umur tujuh
tahun di antaranya:
a. Di anjurkan anak mengerjakan shalat mulai umur
tujuh tahun, karena pada masa ini anak sudah bisa mempelajari ilmu pengetahuan
tentang shalat khususnya dan ajaran agama pada umumnya.
b. Perintah mengerjakan shalat sebenamya merupakan
simbol mengamalkan ajaran agama lainnya, karena shalat ini merupakan tiang
agama Islam.
c. Dimulainya perintah mengerjakan shalat umur tujuh
tahun bertujuan untuk membiasakan diri, sehingga kalau dia sudah baligh
berakal, maka ia dengan mudah mengerjakan perintah agama.
d. Shalat yang dikerjakan dengan benar dan karena
Allah dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dengan menyuruh shalat secara
tidak langsung orang tua sudah menyuruh anaknya supaya meninggalkan perbuaan
keji dan mungkar.[13]
[1]
Abdullah Nashih Ulwan, Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, PT.Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1996, hlm.53.
[2]
Al-Imam Abu Isa Muhammad ibn Saurah ibn Musa ibn ad -Dahak as-Salmi at-Turmuzi,
Sunan At-Turmuzi, Masriyah, Kairo, 1931, hlm. 230.
[3]
Ahmad Tafsir (editor), Pendidikan Agama Dalam Keluarga, cet 4, PT.Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm.58.
[4]
Mohammad Nur Abdul Hafid, Mendidik Anak, Darussalam, Yogyakarta, 2004,
hlm.57.
[5]
Abdullah Nashih Ulwan, op. cit, hlm. 56
[6]
Al-Imam Abdillah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir al-Asbahi, Muwattha
Malik, Tijariyah Kubro, Kairo, tth,
hlm.110.
[7]
Al-Imam Abu Daud Sulaiman Ibn asy
al-Azdi as-Sijistani, Sunan Abu Daud, Kairo: Tijarriyah Kubra,
1354 H/1935 M, hlm. 530.
[8]
Ahmad Azhar Abu Miqdad, Pendidikan seks Bagi Remaja, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2001, hlm 82.
[9]
al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn al-Mugirah ibn Bardizbah
al-Bukhari, Sahih al-Bukhari,
Tijariyah Kubra, tt, hlm.390.
[10]
Al-Imam Taqi al-Din abu Bakar ibn Muhammad al-Husaini, Kifayah al-Ahyar Fii
hali Ghayat al-Ikhtisar, Juz 2, Maktabah al-Alawiyah, tt, hlm.242. .
[11]
Al-Faqih abul Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayat
al-Mujtahid Wa nihayat al-Muqtasid, juz 1,Beirut: Dar al- Jiil, 1409H/1989M,
hlm.339.
[12]
Al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid Ibni Majah al-Qazwini, Sunan Ibni
Majah, Dar al-Fikr Beirut Libanon, tth, hlm 420.
[13]
M.Yunan Nasution, Pegangan Hidup, Ramadhani, Solo, tth, hlm. 7-29.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar