PANDANGAN KETUHANAN IBNU SINA
Ibnu Sina, nama
lengkapnya adalah Abu Ali Al-Husain iben Abdullah iben Sina, Ia bergelar Abu
Ali.
Ketuhanan bagi Ibnu
Sina sifat wujudlah yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan di atas segala
sifat lain, walaupun essensi sendiri. Esensi, dalam faham Ibnu Sina, terdapat
dalam akal, sedang wujud terdapat di luar akal. Wujudlah yang membuat tiap
essensi yang dalam akal mempunyai kenyataan di luar akal. Tanpa wujud, essensi
tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari essensi. Tidak
mengherankan kalau dikatakan bahwa Ibnu Sina telah terlebih dahulu menimbulkan
falsafat wujudiah atau existentialism dari filosof-filosof lain (Ibrahim Madzkur, 1988 : 211).
Kalau
dikombinasikan, essensi dan wujud dapat mempunyai kombinasi berikut:
a. Essensi yang
tak dapat mempunyai wujud, dan hal yang serupa ini disebut oleh Ibnu Sina mumtani’
yaitu sesuatu yang mustahil berwujud. Sebagai umpamanya, adanya sekarang ini,
juga kosmos lain di samping kosmos yang ada.
b.
Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak
mempunyai wujud. Yang serupa ini di sebut mumkin yaitu sesuatu yang
mungkin berwujud tetapi mungkin pula tidak berwujud. Contohnya adalah alam ini
yang pada mulanya tidak ada, kemudian ada dan akhirnya akan hancur menjadi
tidak ada.
c.
Essensi yang tidak boleh tidak mesti mempunyai wujud. Di
sini essensi tidak bisa dipisahkan dari wujud; essensi dan wujud adalah sama
dan satu. Disini essensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dan kemudian
berwujud. Sebagaimana halnya dengan essensi dalam kategori kedua, tetapi
essensi mesti dan wajib mempunyai wujud selama-lamanya. Yang serupa ini disebut
mesti berwujud yaitu Tuhan Wajib al-wujud inilah yang mempunyai mumkin
al-wujud.
Dengan argumen ini
Ibnu Sina ingin membuktikan adanya Tuhan menurut logika (Harun Nassution, 1994 : 34).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar