PANDANGAN KETUHANAN
MENURUT AL-RAZI
Al-Razi adalah seorang
rasionalis yang hanya percaya pada kekuatan akal dan tidak percaya pada wahyu
serta perlunya nabi-nabi. Nama lengkap Al-Razi adalah Abu Bakar Muhammad Ibn
Zakaria Al-Razi, lahir di Ray, suatu kota dekat Teheran, di tahun 863 masehi,
dan wafat pada tahun 925 Masehi (Harun Nasution, 1995:18-23).
Al-Razi
berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui apa yang baik serta apa
yang buruk, untuk tahu pada Tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia
ini. Manusia dalam pendapatnya, pada dasarnya mempunyai daya berpikir yang sama
besarnya, dan perbedaan timbul karena berlainan pendidikan dan berlainan
suasana perkembangannya. Nabi-nabi, menurut pendapatnya, membawa kehancuran
bagi manusia, dengan ajaran-ajaran mereka yang saling bertentangan. Bahkan
ajaran-ajaran itu menimbulkan perasaan benci membenci di antara umat manusia
yang terkadang meningkat menjadi peperangan agama. Semua agama ia kritik, orang
tunduk pada agama, menurut pendapatnya, karena tradisi, kekuasaan yang ada pada
pemuka-pemuka agama dan karena tertarik pada upacara-upacara yang mempengaruhi
jiwa rakyat yang sederhana dalam pemikiran.
Qur’an baik dalam
bahasa dan gaya maupun dalam isi tidak merupakan mukjiyat. Al-Razi lebih
mementingkan buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan dari pada buku-buku agama.
meskipun ia menentang adanya agama pada umumnya, ia bukanlah seorang yang atheis, malahan seorang yang monotheis yang
percaya pada adanya Tuhan sebagai penyusun dan pengatur alam ini (JWM, Bakker SY, 1978: 42). Dalam falsafatnya mengenai
hubungan manusia dengan Tuhan ia dekat pada falsafat Pythagoras, yang memandang
kesenangan manusia sebenarnya adalah kembali kepada Tuhan dengan meninggalkan
alam materi ini. Untuk kembali kepada Tuhan, roh harus terlebih dahulu
disucikan dan yang dapat menyucikan roh adalah ilmu pengetahuan dan berpantang
mengerjakan beberapa hal. Bagi Al-Razi sebagaimana dilihat, jalan mensucikan
roh adalah filsafat. Dalam hal faham Pythagoras ada transmigration of souls
dan ini dalam faham al-Razi tidaklah jelas. Al-Razi dengan demikian dekat
menyerupai zahid, dalam hal hidup kebendaan. Tetapi ia menganjurkan
moderasi, jangan terlalu bersifat zahid tetapi pula jangan terlalu
mencari kesenangan. Manusia harus menjauhi kesenangan yang dapat diperoleh
hanya dengan menyakiti orang lain atau yang bertentangan dengan rasio. Tetapi
sebaliknya manusia jangan pula sampai tidak makan atau berpakaian, tetapi makan
dan berpakaian sekedar untuk memelihara diri (Pradana Boy, 2004: 100.).
Al-Razi adalah
filosof yang berani mengeluarkan pendapat-pendapatnya sungguhpun itu
bertentangan dengan faham yang dianut umat Islam , yaitu :
1). Tidak percaya pada wahyu
2). Qur’an tidak mukjizat
3). Tidak percaya pada nabi-nabi
4). Adanya hal-hal yang kekal dalam arti tidak bermula dan
tidak berakhir selain Tuhan.
Tetapi sungguhpun
demikian namanya tercantum di antara pemikir-pemikir Islam lain dalam Tarikh Hukama Al-Islam karangan Zahir Al-Din Al-Baihaqi, bahkan di
dalam Tabaqat Al-Umam karangan Abu Al-Qasim Sa’id Ibn Ahmad Al-Andalusi,
ia disebut dokter umat Islam yang tiada
tandingannya (Harun Nasution, 1994: 19).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar