ANALISIS PEMBELAJARAN
Proses pembelajaran
merupakan interaksi antara guru dan siswa. Proses kegiatan pembelajaran dapat
berlangsung bila adanya kerja sama antara guru dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Konsekuensi dalam
pelaksanaan pembelajaran harus membantu
siswa mengembangkan potensi yang
dimiliki siswa untuk
menghadapi lingkungan hidupnya, baik fisik maupun lingkungan sosial di mana
mereka berada.
Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka diperlukan kombinasi variabel pembelajaran baik itu guru, karakteristik siswa, metode
pembelajaran, media pembelajaran dan sarana prasarana yang menunjang lainya.
Dalam proses pembelajaran ilmu pengetahuan sosial seorang guru harus
memperhatikan beberapa hal, yaitu: (a) kemampuan memberikan bekal pengetahuan
tentang manusia dan seluk-beluk kehidupan dalam astagatra kehidupan, (b)
membina kesadaran, keyakinan dan sikap rasa kebersamaan, bertanggung jawab, (c)
membina keterampilan hidup bermasyarakat dalam negara Indonesia yang berlandas
kan Pancasila, dan (d) membina, memberi bekal kesiapan untuk belajar lebih maju.[1]
Disamping kemampuan tersebut,
guru dalam mengembangkan materi pelajaran, model kegiatan pembelajaran serta
sistem evaluasi harus memperhatikan perbedaan karakter siswa, baik dari kemampuan belajar atau gaya belajarnya. Hal
ini sangat penting diperhatikan guru agar materi pelajaran ilmu pengetahuan
sosial dapat menarik, tidak membosankan, menyenangkan dan mudah diterima oleh siswa.
Untuk itu, setiap guru harus
mampu mendesain kondisi (model) pembelajaran yang demoktaris, kreatif, di mana
siswa terlibat langsung sebagai
subjek maupun objek pembelajaran, dalam arti strategi pembelajaran yang
digunakan guru harus memilih kadar keterlibatan dan keragaman siswa sehingga hasil pembelajaran dapat tercapai secara
optimal.
Pembelajaran berkualitas
dapat terjadi apabila ada kerja sama yang baik antara guru dan siswa, serta didukung oleh fasilitas yang menunjang dalam
kegiatan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada hasil meta analisis
terhadap beberapa penelitian yang dilakukan oleh Mirrison, Mokashi dan
Caffer dari tahun 1996-2006 yang
menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Berdasarkan meta
analisis tersebut disimpulkan adanya 44 indikator kualitas pembelajaran yang
dikelompokkan kedalam 10 kategori. Secara umum ke 10 indikator kualitas
pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut:
(1). Rich and stimulating physcol environment, (2)
Classroom climate condusive to learning, (3) Elear ang high expection for all student,
(4) Cherent, focused instruction, (5) Thougtful discoure, (6) Outhentic
learning, (7) Regular diagnostic assessment fot learning, (8) Reading
and writing as assential activites, (9) Mathematical reasoning, (10)
Effective use of technology.
Dari hasil meta analisis tersebut dapat
dipahami bahwa: (1) Lingkungan fisik mampu menumbuhkan semangat siswa untuk
belajar, (2) Iklim kelas kondusif untuk belajar, (3) Guru menyampaikan materi
pembelajaran secara koheren dan fokus,
(5) Wacana yang penuh pemikiran, (6) Pembelajaran bersifat rill (autentik dengan permasalahan
yang dihadapi masyarakat dan siswa), (7) Adanya penilaian diagnostik yang
dilakukan secara periodik, (8) Membaca dan menulis sesuatu kegitan yang
esensial dalam pembelajaran, (9) menggunakan penalaraan pemecahan masalah dan
(10) menggunakan teknologi pembelajaran.[2]
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka guru dituntut untuk lebih kreatif
dalam menyiapkan dan merancang model pembelajaran ilmu pengetahuan sosial yang
inovatif. Menurut Johnson menyatakan “Attitude are important
determinants of behavior. When instruction creates interest and enthusiasm,
learning will be easier, more rapid, and result in higher achievement” [3]
(sikap merupakan penentu yang terpenting bagi perilaku). Ketika pembelajaran
dibuat menarik dan bersemangat, belajar menjadi lebih mudah, lebih cepat dan
prestasi menjadi lebih tinggi.
Dari pemahaman tersebut, siswa sebagai fokus utama
dalam proses pembelajaran, dan untuk lebih menjamin tercapainya tujuan
pembelajaran, maka kegiatan pembelajaran seharusnya berpusat pada siswa. Artinya kegiatan pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif. Keaktifan
siswa dimaksud tidak saja ditentukan dari segi fisik, tetapi juga mental, dan sosial. Bila hanya
fisik yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif maka kemungkinan
besar tujuan pembelajaran tidak tercapai, disamping itu juga guru
sebagai fasilitator harus mampu memilih
dan menentukan tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna dan dapat terukur.
Melihat betapa
banyaknya peran dan tanggung jawab guru, maka sebagai seorang guru harus mampu
menguasai tuntutan dari profesinya. Mulai dari kompetensi pribadinya,
kompetensi mengajarnya, profesinalisme guru, dan kreativitas guru. Oleh karena itu, untuk
menciptakan pembelajaran yang kondusif, menyenangkan, kreatif, aktif, dan efektif
maka guru harus memiliki kemampuan dan usaha yang maksimal.
Salah satu kemampuan
yang harus dimiliki oleh setiap guru adalah kemampuan menggunakan metode yang
bervariasi. Metode mengajar adalah cara dalam melaksanakan strategi
pembelajaran. Dalam pemilihan metode, sebaiknya para pendidik memperhatikan
hal-hal sebagai berikut: (a) tujuan pendidikan, (b) kemampuan pendidik, (c)
kebutuhan siswa, dan (d) isi atau materi pembelajaran.[4]
Metode mengajar yang
dapat digunakan oleh guru diantaranya: metode ceramah, tanya jawab, diskusi,
kisah/cerita, demonstrasi, karyawisata, tutorial, perumpamaan, pemahaman dan
penalaran, suri teladan, peringatan dan pemberian motivasi, praktek, bimbingan,
kerja sama, tulisan, dan metode penugasan[5] Menurut Santrock salah satu
tujuan penting pembelajaran adalah membantu murid menjadi lebih kreatif.
Strategi yang dapat mengilhami kreativitas murid antara lain brainstorming, memberi murid lingkungan yang memicu kreativitas,
tidak terlalu mengatur murid, mendorong motivasi internal, mendorong pemikiran
yang fleksibel dan menarik, dan memperkenalkan murid dengan orang-orang yang
kreatif[6]
[1]
Tim
Dosen IPS, Diktat Dasar-dasar IPS, (Yogyakarta: FISE, Universitas Negeri Yogyakarta, 2002) hlm. 27
[2]Sugeng Eko Putro Widoyoko,Model Pembelajaran Evaluasi Program
Pembelajran IPS di SMP (Desertasi), (Yogyakarta: Program
Pascasarjana UNY, 2008).
[3]Johnson, DW.
& Johson, R.T ., Meaningful Assessmen: A manageable and cooperative
process, (Boston: Ally and Bocon, 2002) hlm. 168
[4]Suwardi, Manajemen pembelajaran: menciptakan guru kreatif dan berkompetensi,
(Surabaya: PT. Temprina Media Grafika, 2007). hlm. 62
[5]Fathurrohman, P.
& Sutikno, M. S., Strategi belajar mengajar: melalui penanaman konsep
umum dan konsep islami. Cet. II, (Bandung: Refika
Aditama, 2007). hlm. 61
Tidak ada komentar:
Posting Komentar